JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah menilai pelemahan rupiah terhadap dolar AS merupakan gejala yang sifatnya hanya sementara. Bahkan disaat pelemahan rupiah, pemerintah masih mengklaim kondisi ekonomi Indonesia masih tergolong cukup baik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menjelaskan persoalan mata uang rupiah dikarenakan faktor eksternal yaitu pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat mengalami peningkatan. Kemudian investor menduga The Fed akan mengambil kebijakan untuk menaikan suku bunga, sehingga sebagian dolar yang ada di berbagai negara kembali ke Amerika.

"Itulah yang menyebabkan mata uang rupiah dan semua mata uang mengalami pelemahan," kata Sofyan di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (18/12).

Terkait Rusia juga menaikan suku bunga, Sofyan menilai dampak terhadap ekonomi Indonesia tidak terlalu besar karena dampaknya hanya kepada barang-barang impor dan itu pun hanya dikonsumsi oleh kelompok ekonomi menengah keatas. Kendati demikian, pemerintah tetap berkeyakinan ditengah pelemahannya mata uang rupiah, kebutuhan untuk rakyat masih bisa dipenuhi oleh pemerintah.

Dia menambahkan pemerintah akan tetap melakukan upaya operasi pasar agar rakyat bisa mendapatkan beras yang lebih terjangkau untuk kelas ekonomi ke bawah. Kemudian, pemerintah akan tetap melakukan berbagai macam cara dalam rangka mencegah dan menjaga agar inflasi tetap terjaga.

"Tentu dampaknya sedikit (Rusia menaikan suku bunga) karena dampaknya terutama bagi mahalnya barang-barang impor," kata Sofyan.

Sebaliknya, pengamat mata uang Farial Anwar mengatakan mata uang rupiah merupakan mata uang yang sangat memprihatinkan dan sangat buruk kinerjanya sehingga dalam satu tahun menurun tajam. Diperkirakan rupiah tidak akan menguat hingga akhir tahun nanti, sebab menjelang akhir tahun nanti kondisi pasar tidak akan mungkin bertransaksi dalam jumlah banyak.

"Bisa terjadi pembelian sedikit saja, tidak ada yang menjual. Transaksinya bisa lari ke mata uang dolar, sehingga bisa lebih buruk dari yang sekarang," kata Farial.

Farial mengatakan pelemahan rupiah disebabkan karena adanya faktor eksternal dan faktor internal. Dia menjelaskan jika dilihat dari faktor eksternal, mengenai rumor pemerintah Amerika Serikat berencana menaikan suku bunga Amerika. Padahal menurutnya kenaikan suku bunga Amerika belum terealisasi tetapi level rupiah sudah merosot tajam.

Dia menambahkan jika dibandingkan dengan mata uang negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dengan mata uang Ringgit, Thailand mata uang Baht dan Philipina mata uang Peso, Indonesia merupakan mata uang yang paling lemah terhadap dolar. Misalnya US$1 terhadap Baht hanya 32 Baht, kemudian US$1 sama dengan 44 Peso.

"Para petinggi kita yang menyatakan rupiah tidak lebih lebih buruk dari yang lain. Ini bukan bandingan mata uang kita dengan mata uang lain dalam persentase. Kita sudah belasan ribu, mereka baru puluhan," kata Farial.

Kemudian faktor internal, Farial menjelaskan neraca perdagangan mengalami defisit selama tahun 2014. Jika neraca perdagangan mengalami defisit dapat dipastikan angka impor lebih tinggi daripada angka ekspor. Sehingga pembelian dolar lebih besar daripada suplai, ditambah lagi pergerakan mata uang dolar dalam aktivitas ekspor tidak masuk ke dalam negeri, tetapi para eksportir memasukkan dolarnya di Singapura.  

Kemudian, permintaan utang dalam bentuk valuta asing dalam jangka waktu yang tidak terkontrol jumlahnya dari sektor swasta yang tidak melakukan hedging (nilai lindung tukar). Sehingga ketika mata uang dolar naik, muncul kepanikan dari sektor swasta.

Hal itulah yang menyebabkan tekanan luar biasa terhadap mata uang rupiah dalam waktu beberapa waktu terakhir. "Rupiah kita selalu merosot, bisa jadi nanti ekonomi kita menjadi tidak stabil," kata Farial.

BACA JUGA: