JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didampingi Wakil Presiden Boediono, Rabu (17/9), di kantor Presiden, Jakarta,  memimpin Rapat Terbatas (Ratas) membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemda) yang akan disahkan oleh DPR-RI pada Rapat Paripurna, Selasa (23/9) mendatang.

Presiden menilai, RUU Pemda itu sebagai tonggak sejarah. Ia menyebutkan, setelah 10 tahun menlaksanakan dan menjalankan pemerintahan, mengenali banyak kekurangan, yang tidak dibiarkan, karena di masa depan harus lebih baik lagi. Oleh karena itu, menjadi kewajiban moral pemerintah saat ini untuk menghadirkan UU Pemda yang lebih tepat dan efektif.

Presiden menguraikan sejumlah alasan yang mendasari diperlukannya UU Pemda itu. Ia menyebutkan, fakta dan realitas mengenai sistem pemerintahan yang berlaku, apakah sistem negara kesatuan atau sistem konfederasi sangat berbeda, karena hal ini seringkali ada distorsi.

Kedua, fakta dan realitasnya menganut negara kesatuan, tetapi kita menerapkan otonomi daerah, dan di satu sisi juga menerapkan otonomi khusus. "Saya pernah berbincang-bincang dengan pemimpinan dunia, mereka mempertanyakan bagaimana apa tidak ada benturan," ujar SBY seperti dikutip situs setkab.go.id.

Adapun fakta dan realitas yang lain, menurut Pesiden, kita melakukan pemilihan. Namun di lapangan dirasakan banyak hal yang menghambat jalannya pemerintahan yang efektif, juga menghambat jalannya pembangunan di daerah.

Setelah hampir 10 tahun melakukan pengamatan, Presiden SBY mengaku, ia melihat banyak daerah yang maju sesuai dengan potensi dan peluang, tetapi lebih banyak daerah yang kemajuannya masih jauh dari peluang yang dimiliki. Salah satunya karena tatanan dan sistem dalam pembangunan daerah.

"Dalam praktik terjadi banyak tata laku pemerintahan yang tidak sejiwa dan tidak segaris dengan sistem negara kesatuan. Banyak terjadi hilangnya peluang dalam pembangunan ekonomi daerah. karena urusan regulasi yang sering tidak kondusif bagi investasi," kata Presiden.

Itulah sebabnya, lanjut Presiden, pemerintah ingin melakukan perbaikan terhadap sistem yang berlaku saat ini. Dengan kenyataan dan pengalaman di atas, menurut Presiden SBY, pemerintah merasa perlu adanya perbedaan kewenangan tugas dan tanggung jawab bagi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota.

Selain itu, ada aspek lain, sejumlah kepala daerah dinilai memiliki kinerja yang buruk dan disiplin perilaku yang buruk. Hal belum ada aturan yang tegas dan jelas. Presiden menyebutkan, kalau pada tingkat daerah itu domain DPRD tapi dalam rangka manajemen, aturan yang ada saat ini belum jelas, belum bisa menjawab semua permasalahan yang terjadi.

"Saya sering memberikan penghargaan kepada gubernur dan bupati, tapi kalau ada gubernur dan bupati berkinerja tidak baik dan berperilku buruk, kewenangan presiden tidak ada," papar Presiden SBY.

"Itulah yang mesti kita lihat juga dalam konstruksi sistem pemerinatahan daerah, karena reward dan punishment harus sejalan," kata SBY menegaskan.

Meski disahkan dalam periode pemerintahan saat ini, RUU Pemda jika disahkan oleh DPR-RI pada 23 September mendatang, menurut Presiden SBY, berlakunya pada era pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), dan pemerintahan berikutnya.

RUU ini juga mengatur soal perizinan pertambangan di wilayah Kepala Daerah. Ke depan, izin pertambangan hanya bisa dikeluarkan oleh Gubernur, bukan lagi dikeluarkan oleh Bupati/Walikota.‎

"Ini tentu baik dan akan berhasil lebih baik lagi dan mencapai prestasi dalam pembangunan. Saya berharap kesulitan yang dihadapi pemerintahan saat ini tidak terjadi pada pemerintahan selajutnya," tutur SBY.

Panitia Khusus RUU Pemerintahan Daerah (Pansus RUU Pemda) sendiri saat ini masih terus menyiapkan undang-undang tersebut. Salah satu poin penting yang dibahas adalah soal kewenangan untuk Gubernur. Seorang gubernur bisa menahan gaji bupati dan wali kota.

"Kalau dipanggil Gubernur maka Kepala Daerah (Bupati/Walikota) harus hadir karena ada sanksinya. Misalnya hak-haknya tidak diberikan, misalnya anggaran gajinya‎, honornya. Itu kan sanksi juga," kata Ketua Pansus RUU Pemda Toto Daryanto di Ruang Fraksi PKS, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (12/9) lalu.

Toto menjelaskan RUU Pemda memberikan kewenangan cukup besar kepada Gubernur. Ini karena Gubernur, selain sebagai kepala pemerintahan daerah, bertindak selaku wakil pemerintahan pusat di tingkat daerah. ‎"Gubernur bisa mengontrol Bupati dan Walikota," kata Toto.

Apabila, misalnya, panggilan Gubernur terhadap Bupati/Walikota tidak dipenuhi, maka Gubernur berwenang memberi sanksi. Bentuk sanksi tersebut bisa berupa sanksi ringan hingga berat. "Misal sanksi ringan berupa pembinaan harus mengikuti Diklat. Bisa kena sanksi ringan sampai pemberhentian," kata Toto. (dtc)

BACA JUGA: