JAKARTA,GRESNEWS.COM - Menyusul akan berakhirnya masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan digantikan pemerintahan Jokowi-JK, pengisian sejumlah posisi penting lembaga tinggi negara mulai ramai diperbincangkan. Salah satu posisi yang banyak diperbincangkan adalah jabatan Jaksa Agung.Termasuk apakah posisi tersebut lebih baik diduduki kepada kalangan internal kejaksaan atau orang diluar kejaksaan.

Jaksa Agung Barief Arief sendiri menyatakan tak akan kekeuh mempertahankan jabatannya. Ia mengaku lebih mendorong jabatan tersebut diberikan kepada pengganti yang lebih muda.

Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemantau Kejaksaan (LIPK) Abdul Haris Iriawan mengatakan cenderung lebih memilih Jaksa Agung pengganti Basrief dari internal. Alasan dipilihnya Jaksa Agung dari internal karena mereka akan bisa langsung tune in dengan dinamika Kejaksaan Agung. Selain itu Jaksa Agung dari internal lebih mengetahui anatomi kejaksaan dan anatomi pengungkapan kasus korupsi.

Sementara jika dari luar akan menghadapi banyak kendala. Bahkan itu bertentangan dengan komitmen Jokowi yang ingin langsung ,tancap, bekerja. Sebab dengan menunjuk Jaksa Agung dari luar akan membutuhkan waktu belajar dan sosialisasi minimal tiga bulan.

"Tak mudah untuk mengetahi soal tindak pidana umum, perdata dan tata usaha negara," kata Haris kepada Gresnews.com, Sabtu (23/8).

Jaksa Agung dari luar, kata Haris, juga tidak akan lebih baik. Bahkan ada preseden buruk ketika Jaksa Agung dari luar yang nyatanya memperburuk citra kejaksaan.

Sebut saja pada masa Jaksa Agung dipegang Marzuki Darusman yang menhentikan (SP3) kasus BLBI untuk Bank Domu Hutama dengan tersangka Sofjan Wanandi. Lalu kasus pemberian izin surat ke luar negeri dengan tersangka Sjamsul Nursalim yang saat itu dalam status tersangka dan akan segera ditahan. Akhirnya Sjamsul Nursalim kabur ke luar negeri.

Jaksa Agung dari luar lain adalah Abdurrahman Shaleh. Saat itu ada sekitar 150 jabatan yang tidak diisi karena sikap kehatian-hatinnya. Dengan cara tanpa sadar menciptakan kaderisasi tersendat. "Sebaiknya Jaksa Agung dari Jaksa karier," kata Haris.

Saat ini dikalangan masyarakat juga munncul sejumlah nama yang disebut-sebut layak menduduki posisi Jaksa Agung. Sebut saja I Wayan Sudirta. Ia adalah jebolan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. Lalu meneruskan karier di bidang hukumnnya di LBH Jakarta sejak tahun 1977. Pada 1989, ketika masa orde baru masih berjaya, Wayan pernah membela 100 Kepala Keluarga Warga Kerandaan Desa Culik di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali yang terancam dikriminalisasi.

I Wayan Sudirta terpilih kembali menjadi anggota DPD 2014-2019. Ia juga dikenal sebagai Ketua Kaukus Anti Korupsi DPD. Selain itu Wayan juga menjabat sebagai Ketua Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD. Ikut mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK tapi tak lolos.

Lalu ada Adnan Buyung Nasution pengacara senior di Indonesia. Adnan merupakan aktivis sejak muda sampai sekarang. Salah satu organisasi yang didirikannya adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Pada tahun 2007-2009 Adnan Buyung Nasution dilantik sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden bagian hukum. Adnan juga pernah menjabat Jaksa/Kepala Humas Kejaksaan Agung pada 1957 hingga 1968.

Ada juga nama Todung Mulya Lubis. Pengacara jebolan UI Fakultas Hukum. Todung menjadi aktifis di LBH Jakarta dengan jabatan Direktur Nonlitigasi. Lalu menjadi Direktur di Transparansi Internatisonal Indonesia.

Nama lain adalah Abraham Samad. Samad seorang advokat yang sekarang menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015. Dia merupakan ketua KPK termuda. Samad lulus dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar tahun 1992. Di Makassar, Samad dikenal sebagai aktivis antikorupsi. Dia penggagas sekaligus Koordinator Anti Corruption Committee di Sulsel. Salah satu kasus korupsi yang pernah dia bongkar yakni kasus yang melibatkan walikota Makassar. Samad juga pernah menjadi Tim Penasehat Hukum Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Sulawesi. Samad juga pernah menjadi Tim Penasehat Hukum Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Sulawesi.

Sementara dari internal Kejaksaan, juga ada sejumlah nama yang dipandang layak menduduki posisi tersebut, diantaranya nama R Widyopramono yang saat ini menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Widyo adalah mantan Kajati Jawa Tengah. Nama lain yang layak adalah Andhi Nirwanto yang sekarang menjabat Wakil Jaksa Agung. Pengalamannya di Kejaksaan cukup panjang. Andhi pernah menjabat Jaksa Agung Muda Pengawasan dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.

Sedang Basrief Arief sendiri mengaku lebih memilih penggantinya dari internal Kejaksaan. Alasannya karena ia lebih mengetahui anatomi kejaksaan itu sendiri. "Harapan saya tentunya dari internal," katanya.

BACA JUGA: