JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo berencana mengubah nomenklatur kementeriannya dari pemerintahan sebelumnya. Namun perubahan nomenklatur dinilai hanya akan memboroskan anggaran. Sebab akan diperlukan  biaya administrasi kementerian baru.

Koordinator Bidang Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky mengatakan perubahan nomenklatur kementerian atau penggabungan kementerian hanya pemborosan anggaran atau membuang anggaran saja. Sebab  akan diperlukan biaya administratif kementerian baru untuk membuat logo baru, kop surat yang baru, dan pengecatan gedung sesuai dengan kementerian.

Selain itu pelayanan kepada masyarakat beberapa bulan ke depan juga akan terganggu karena kementerian baru harus mengurus perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "APBN yang sudah disahkan tidak bisa dijalankan lagi, dan harus menunggu APBN-Perubahaan," ujarnya pada Gresnews.com, Sabtu (25/10).

Uchok menambahkan kasus-kasus korupsi pada kementerian yang lama juga bisa lenyap karena semua dokumen dan anggaran bisa dibuang dengan alasan tidak dipergunakan atau sudah tutup buku. Menurutnya, orang yang korupsi pada waktu kementerian lama akan sangat berterima kasih pada Jokowi karena rekam jejaknya telah dihilangkan dengan kebijakan penggabungan kementerian ini.  "Dokumen seperti rancangan anggaran belanja dan dokumen kontrak bisa saja hilang dan tidak masuk ke dalam lembaran negara," jelasnya.

Namun aktivis Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz menilai soal penghilangan barang bukti tindak pidana tak ada kaitan dengan perubahan nomenklatur. Sebab pelaku korupsi bisa menghilangkan dokumen yang terkait kasus korupsi tanpa harus menunggu perubahan nomenklatur.  "Dalam pikiran saya tidak sejauh itu, apalagi kalau yang melakukan level elit maka tanpa harus menunggu kementerian dia tetap bisa menghilangkan bukti-bukti," ujarnya pada Gresnews.com, Sabtu (25/10).

Ia menjelaskan dokumen-dokumen kementerian merupakan dokumen milik negara. Sehingga seharusnya dokumen tersebut akan tetap ada walau berganti orang ataupun ada kementerian yang digabung.

Sebelumnya, Deputi Tim Transisi, Andi Widjojanto menuturkan biaya yang dibutuhkan untuk mengubah nomenklatur kementerian sekitar Rp 80-120 miliar. Dampak perubahan nomenklatur tidak hanya terjadi di tingkat kementerian tapi juga sampai ke pemerintah daerah. Sehingga pemerintah daerah juga harus menyesuaian nomenklatur dinas di daerahnya.

"Kami tidak serta merta menghilangkan kementerian atau direktorat jenderal secara tiba-tiba karena masing-masing masih punya tanggungjawab perencanaan anggaran sampai Desember," ujar di kesempatan yang berbeda di rumah transisi, di Jakarta (18/9).

BACA JUGA: