JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus Setya Novanto merembet ke masalah lainnya, salah satunya soal eksistensi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Aliansi Advokat Nasionalis (AAN) mengecam koalisi masyarakat sipil, Petrus, Saor Siagian dan para advokat yang melaporkan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi ke KPK terkait obstruction of justice.

"Aliansi Advokat Nasionalis mengecam oknum Advokat dan LSM yang berusaha menghancurkan UU Advokat," ujar Pendiri AAN, Hudson Markiano di Park Hotel, Cawang, Jakarta Timur, Minggu (19/11/2017).

Hudson mengatakan hal tersebut sungguh ironis karena banyak advokat yang hanya mengaku saja. Ia juga memperingati KPK untuk tidak merendahkan martabat advokat apalagi mencoba mengkriminalisasikannya.

"KPK akan berhadapan dengan seluruh advokat dan sarjana hukum Se-Indonesia. Oleh karenanya agar KPK tunduk dan menghormati putusan MK (Mahkamah Konstitusi) dan UU advokat," katanya.

Hudson tidak dapat menjelaskan langkah selanjutnya setelah mengecam. AAN hanya merasa terganggu dan terusik karena ada advokat yang sedang menjalankan tugasnya untuk membela klien justru dilaporkan.

"Sementara kita akan mengecam karena kan menyangkut daripada masa depan penyidik. Ribuan advokat saya kira terusik akan terganggu dalam menjalankan tugas kita bayangkan jika advokat dalam membela kliennya kemudian orang bisa melaporkan nah ini kan dilaporkan ke KPK dan KPK merespon kan begitu, yang menjadi masalah kan begitu," ungkapnya.

Mereka menuding KPK memperlakukan Novanto secara tidak adil padahal kondisinya masih dalam keadaan sakit. Bahkan Hudson mengatakan KPK membangun opini kepada masyarakat.

"Mengapa KPK begitu luar biasa memperlakukan Novanto apakah KPK juga melakukan hal yang sama kepada tersangka yang lain. Kalau Novanto dinyatakan dia sakit ya dihormati. Ya bagaimana KPK memaksakan diri memeriksa seseorang yang sakit? dan saya kira pengacara juga menjelaskan hal itu ke penyidik namun kami melihat dari mereka ini kan luar biasa membangun opini," pungkasnya.

DILAPORKAN ke KPK - Berbagai manuver yang dilakukan pihak Setya Novanto membuat gerah sejumlah pihak. Perhimpunan Advokat Pembela KPK (PAP-KPK) melaporkan Setya Novanto dan pengacaranya, Fredrich Yunadi  dan dua nama lainnya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka dianggap merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP atau obstruction of justice.

Selain Setya Novanto dan Fredrich, ada pula nama Sandy Kurniawan yang tergabung dalam tim kuasa hukum Setya Novanto, serta Pelaksana tugas (Plt) Sekjen DPR Damayanti.

"Ya intinya kita lihat dari berbagai manuver atau alasan yang disampaikan oleh Setya Novanto sendiri, atau oleh pengacaranya, atau oleh (Plt) Sekjen DPR RI kita melihat langkah-langkah yang diambil terkait dengan panggilan KPK ini sudah sampai pada tingkat sengaja untuk menghambat," kata salah satu pengacara PAP-KPK, Petrus Selestinus, di KPK, Senin (13/11).

"Alasan karena sakit, alasan karena tugas negara, alasan karena partai, alasan karena ada praperadilan, alasan karena harus izin Presiden. Ini kan alasan yang berubah-ubah terus. Nah dari berbagai alasan yang berubah-ubah terus, ini kita simpulkan tindakan ini sudah bertujuan untuk menghambat penyidikan yang dilakukan oleh KPK dalam perkaran ini (e-KTP)," lanjut Petrus.

Selain itu PAP-KPK menganggap sudah ada penyalahgunaan nama institusi negara. Ini dibuktikan dengan adanya tanda tangan Damayanti dalam surat ketidakhadiran Setya Novanto pada 6 November sebagai saksi e-KTP untuk tersangka Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

Izin Presiden sendiri, menurut Petrus tidak berlaku dalam kasus tindak pidana khusus yang salah satunya adalah korupsi.

"Sehingga kami anggap tindakan atau alasan yang terlalu dicari-cari sekedar untuk menghambat jangan sampai KPK melakukan pemeriksaan terhadap Setya Novanto. Baik sebagai saksi maupun tersangka," ucapnya.

Ada 2 landasan hukum yang digunakan dalam laporan yang dilayangkannya. Yakni Pasal 21 UU KPK soal perintangan upaya hukum baik itu penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan kasus korupsi.

"Kedua, di dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara yang bersih itu dikatakan bahwa salah satu kewajiban penyelenggara adalah wajib menjadi saksi. Nah, kalau kewajiban menjadi saksi itu diabaikan meski sudah dipanggil secara patut dapat dipidana menurut undang-undang itu," tutur Petrus.

Pasal 21 UU KPK sendiri sebelumnya juga sudah dikenakan KPK terhadap Anggota Komisi V DPR Markus Nari. (dtc)

BACA JUGA: