JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Lapindo yang memerintahkan  pemerintah  tidak lepas tangan terhadap penanganan korban lumpur Lapindo di wilayah peta area terdampak  (PAT). Bisa berimplikasi dipailitkannya PT Lapindo Brantas Inc beserta penyitaan asetnya oleh pemerintah, jika pihak Lapindo berkelit untuk membayarkan kewajibannya.  

"Negara tidak dapat mengalihkan tanggung jawab itu kepada swasta apalagi terhadap korban yang masuk peta area terdampak, karena itu pemerintah harus mempailitkan Lapindo dan menyita aset-asetnya," ujar pengamat hukum tata negara Brawijaya, Malang Muhammad Ali Syafaat.

Menurut Syafaat, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ganti rugi korban semburan lumpur Lapindo akan menjadi pekerjaan rumah bagi Partai Golkar. Sebagai pemilik PT Minarak Lapindo Jaya, yang dinilai harus bertanggung-jawab terhadap semburan lumpur dan akibat semburan lumpur di Porong, Sidoarjo. Namun, selama ini Aburizal selalu mengklaim sudah bertanggung jawab dan berusaha memberi ganti rugi.

Menurut Syafaat, putusan itu mempertegas tanggung jawab Negara terhadap perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Negara, kata dia, harus menjamin dan memastikan dengan kekuasaan yang ada padanya bisa membuat masyarakat yang berada di dalam PAT memperoleh ganti kerugian sebagaimana mestinya. "Tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat belum selesai dengan ketentuan bahwa tanggung jawab penggantian kerugian terhadap masyarakat di area PAT adalah perusahaan  PT Lapindo Brantas, Inc," kata Syafaat kepada Gresnews.com. Selasa (1/4).

Ia berpendapat, negara bisa mempailitkan PT Lapindo Brantas Inc dan asetnya diambil oleh pemerintah jika Lapindo berkelit tidak mempunyai dana untuk membayarkan kewajibannya.

Sebelumnya MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 9 ayat (1) huruf a UU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013.

MK menilai, norma ini bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai: ‘Negara dengan kekuasaan yang ada padanya harus dapat menjamin dan memastikan pelunasan ganti kerugian sebagaimana mestinya terhadap masyarakat di dalam wilayah Peta Area Terdampak oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu’.

Pasal 9 Ayat (1) huruf a berbunyi ‘Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2013, dapat digunakan untuk: a. pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan); dan sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi)’.

Latar belakang pengujian Pasal 9 ayat (1) huruf a UU APBNP 2013, dikarenakan terjadinya semburan lumpur Sidoarjo akibat pengeboran PT Lapindo Brantas Inc. sejak 29 Mei 2006 telah mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi masyarakat baik yang berada di dalam PAT maupun di luar PAT.

Kerugian tersebut oleh negara melalui mekanisme tertentu ditetapkan menjadi tanggung jawab PTLapindo Brantas, Inc., selaku perusahaan yang bertanggung jawab memberikan ganti kerugian terhadap masyarakat yang terkena dampak semburan lumpur Sidoarjo.

Semburan lumpur tersebut semakin lama semakin meluas dan menimbulkan pula kerugian yang meluas. Namun PT Lapindo Brantas, Inc., tidak memberikan ganti kerugian kepada masyarakat diluar peta terdampak. Sehingga tanggung jawabnya diambil alih pemerintah. Hal tersebut menyebabkan dikotomi ketentuan hukum antara masyarakat yang bertempat tinggal  di dalam PAT dan masyarakat di luar PAT.

Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Presiden Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo juncto Per aturan Presiden Nomor 37 Tahun 2012 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Implikasi ketentuan hukum yang dikotomis tersebut, MK berpendapat, menyebabkan absennya fungsi negara terkait pemenuhan hak ganti kerugian terhadap masyarakat yang berada di dalam PAT yang pembayaran ganti kerugiannya sesungguhnya menjadi tanggung jawab perusahaan dalam hal ini PT Lapindo Brantas,Inc.  Sehingga terjadi ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena terjadi kesenjangan antara masyarakat yang berada di dalam PAT dan masyarakat di luar PAT yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab negara untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengeliminasi kesenjangan tersebut.

BACA JUGA: