JAKARTA, GRESNEWS.COM - Honing Sanny, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melakukan perlawanan atas proses Pergantian Antar Waktu (PAW) dirinya oleh PDIP. Honing menggugat surat rekomendasi DPR kepada Presiden Republik Indonesia untuk pengajuan Andreas Hugo Pariera sebagai pengantinya.

Kuasa hukum Honing, Arif Budiman, menilai langkah PDIP mem-PWA kliennya sangat politis dan dipaksakan. Dia berdalih, langkah yang ditempuh PDIP itu menyalahi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Perkara Honing Sanny sampai sekarang belum inkracht di Pengadilan Tinggi Jakarta. Sesuai Pasal 241 UU MD3, yang memberi kesempatan kepada yang di-PAW melalui upaya hukum. Keputusan belum inkracht tapi Honing sudah di-PAW," kata Arif di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Senin (5/9).

Atas dasar itu, Arif menuturkan, pihaknya menggugat surat rekomendasi yang dikeluarkan DPR kepada presiden soal pencalonan Andreas sebagai pengganti Honing ke PTUN Jakarta.

Arif mengatakan, Pasal 241 UU MD3 berbunyi: (1) Dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh partai politiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 Ayat (2) huruf d dan yang bersangkutan mengajukan keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya sah setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sebelumnya Honing adalah anggota DPR terpilih dari PDIP Daerah Pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Timur (NTT) I  nomor urut 6 dengan perolehan suara 49.287. Namun setelah setahun duduk sebagai anggota Komisi IV DPR, Honing digantikan oleh Andreas Hugo Pariera, setelah dirinya dipecat dari PDIP dengan tuduhan melakukan pengalihan suara saat pemilihan legislatif 2014.

Andreas Hugo Pareira sendiri memperoleh suara sebanyak 49.089. Terdapat selisih suara antara Honing dan Andreas, caleg PDIP Nomor urut 1 waktu itu, dengan selisih suara sebesar 198 suara. Andreas menuding Honing melakukan pencurian suara.

Namun tudingan dibantah pihak kuasa hukum Honing. Menurut Arif, pemberhentian Honing sedang dalam upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Hingga saat ini, menurut Arif, belum ada putusan banding dari PT Jakarta.

"Kalau ada perselisihan suara seharusnya diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Tapi KPU menyatakan tidak ada perselisihan suara," katanya. Sejauh ini tidak ada laporan soal tudingan suara yang dilakukan oleh Honing terhadap Andreas. Saksi soal pencurian suara ini pun tidak mampu dihadirkan oleh pihak Andreas.

Honing sendiri sudah dicopot keanggotaannya dari PDIP pada 21 September 2014. Sejak September 2014 lalu, Honing menjadi anggota DPR Non-Komisi dan Fraksi. Baru pada pertengahan Juli 2016 Honing kemudian di-PAW atas keputusan presiden.

Terkait pemecatan Honing, pihak DPP PDIP beralasan bahwa Honing tak mengikuti instruksi Partai. Honing sebagai anggota partai dinilai tidak loyal dan pernah diminta mundur oleh DPP PDIP, namun permintaan tersebut tak diindahkan Honing.

PERDEBATAN  DASAR HUKUM - Kuasa hukum DPR, selaku tergugat, Lukman Nulhakim, menyatakan surat rekomendasi yang dikeluarkan DPR untuk mengangkat Andreas merupakan kelanjutan dari rangkaian sebelumnya. Sebelumnya surat pengangkatan itu diajukan oleh DPP PDIP kemudian dilanjutkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Dasar dari DPP, KPU. Sementara DPR secara institusi hanya melanjutkan prosesnya saja," ujar Lukman kepada gresnews.com.

Lebih lanjut, dia meyakini, proses itu telah selesai di tingkat DPP PDIP. Sudah melalui mahkamah partai yang pada dasarnya memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa internal partai. Dia menegaskan tidak ada yang salah jika DPR kemudian mengeluarkan surat rekomendasi pencalonan Andreas Hugo Pariera. "Mekanisme di DPP sudah panjang. Ketentuan UU harus diselesaikan internal partai," ungkap Lukman.

Sementara itu, pengamat hukum tata negara Margarito Kamis menilai pemecatan Honing sebagai anggota DPR tak bisa diproses oleh DPR dengan mengajukan rekomendasi ke Presiden selama masih ada gugatan di pengadilan. Langkah untuk mem-PAW anggota DPR bisa dilakukan apabila proses hukumnya telah selesai.

"Tidak bisa di-PAW selama belum ada keputusan yang inkracht dari pengadilan negeri. Kan itu sengketa internal partai, selama belum ada sengketa inkracht baru bisa," kata Margarito kepada gresnews.com, Senin (5/8) di PTUN Jakarta.

Menurut Margarito, upaya hukum menguji surat rekomendasi DPR memberhentikan Honing sudah tepat. Selama proses sengketa hukum yang berjalan belum ada keputusan tetap, keadaan hukum tidak berubah. Dengan begitu, lanjut Margarito, tidak ada alasan bagi institusi tersebut untuk melakukan pergantian antar waktu.

"Harus menunggu dulu putusan di pengadilan negeri inkracht baru bisa," ujar Margarito.

Lebih lanjut Margaito menjelaskan, jika proses hukum di Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan permohonannya maka keputusan itu akan berpengaruh pada gugatan di PTUN Jakarta. "Kalau diputuskan diterima maka (maka semuanya berantakan. Dengan sendirinya surat dari DPR cacat hukum," kata Margarito.

BACA JUGA: