JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, tak pelak membuat pemerintah harus mengubah strategi sistem keamanan dan pertahanan Indonesia. Pasalnya, musuh yang mengancam saat ini bukan lagi sekadar musuh berbentuk fisik melainkan juga musuh nonfisik berupa serangan lewat peranti jejaring internet alias cyber war. Ancaman kejahatan cyber pun dinilai kian membahayakan dan mengancam kedaulatan negara.

Publik tentu masih ingat bagaimana percakapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan para menterinya pun berhasil diretas asing. Begitu juga percakapan Presiden Joko Widodo. Itu membuktikan bagaimana pertahanan cyber dalam negeri masih lemah. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir Indonesia terus berupa memperkuat sistem pertahanan dan keamanan informasinya, namun upaya itu dinilai tak cukup.

Karena itu, sejak masa Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dipimpin oleh Tedjo Edhi Purdijatno pemerintah sudah menggaungkan rencana pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN). Kini, ketika posisi itu dijabat Luhut Binsar Pandjaitan, rencana pembentukan BCN kian kencang berhembus. Luhut menyampaikan keberadaan lembaga yang khusus menangani masalah kejahatan di dunia maya ini sangat penting.

Alasannya, setiap hari Indonesia menghadapi serangan dunia maya dengan intensitas yang tinggi. Pemerintah telah membentuk tim khusus yang bertugas mengkaji pembentukan badan cyber tersebut dan akan melaporkan hasil pekerjaannya pada akhir September 2015 atau paling lambat awal Oktober 2015. BCN nantinya akan langsung berada di bawah presiden.

Komisi bidang Pertahanan dan Keamanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyambut baik rencana pembentukan BCN tersebut. Rencana pembentukan BCN telah beberapa kali dilakukan pembahasannya antara pemerintah dan DPR.

Pembahasan ini salah satunya dipicu isu penyadapan dan serangan peretas (hacker) terhadap situs-situs resmi pemerintah yang kerap terjadi. Bahkan situs Kepolisian dan Pasukan Pengamanan Presiden (Pampampres) pernah diretas oleh pihak yang tidak bertanggung.

"(BCN) kita perlukan dengan perkembangan dunia cyber saat ini," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Meutya Hafid kepada gresnews.com, Sabtu (29/8).

Hanya saja, kata Meutya, jika BCN nantinya terbentuk, kewenangannya tetap harus dibatasi agar tidak melanggar privasi publik dengan dalih keamanan negara. "Jangan sampai keberadaan BCN menjadi momok pengembangan teknologi informasi dalam negeri ini," ujarnya.

Saat ini lembaga untuk penanganan masalah serangan cyber dalam negeri telah ada. Masalah tersebut ditangani oleh beberapa kementerian dan lembaga diantaranya oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, Lembaga Sandi Negara dan di TNI sendiri telah memiliki divisi khusus penanganan serangan cyber.

Dengan terbentuknya BCN, ada kekhawatiran akan terjadi tumpah tindih tugas dan fungsi di antara lembaga-lembaga tersebut. Keberadaan BCN malah untuk mengkoordinasi fungsi yang telah ada di masing-masing lembaga dan TNI. "Tidak akan bertabrakan, badan cyber akan bertugas untuk koordinasi," kata Meutya.

Hal yang sama disampaikan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan. Terbentuknya BCN, kata dia, terjadi karena pemerintah ingin sebuah lembaga yang berada dalam satu koordinasi dan tidak terpecah-pecah. "Agar bisa bertahan jika ada serangan simultan," kata Luhut.

ISU GANDENG CIA - Meski dinilai penting untuk pertahanan nasional dari serangan peretas bangsa lain, kehadiran BCN sendiri diiringi kekhawatiran badan ini nantinya bakal disalahgunakan penguasa untuk memata-matai rakyat sendiri. Ketakutan itu muncul setelah ada isu BCN bakal menggandenng lembaga intelijen Amerika Serikat Central Intelligence Agency (CIA).

Isu kerjasama dengan CIA itu menyebutkan Badan Cyber akan mengawasi arus komunikasi warga lewat sistem Big Data. Sistem itu dirumorkan bakal mampu menyedot pembicaraan pribadi di aplikasi WhatsApp, Blackberrry Messenger (BBM), dan program pengiriman pesan instan serta jejaring sosial lain.

Namun kekhawatiran ini segera ditepis Luhut. Big Data, kata Luhut, adalah istilah umum untuk himpunan data dalam jumlah besar, rumit, dan tak terstruktur. Sehingga, sulit ditangani kalau hanya menggunakan manajemen basis data. "Jadi tidak nyambung dengan isu sedot data," kata ujar Luhut Pandjaitan.

"Justru, pembangunan cyber security nasional ini dimaksudkan untuk menangkis serangan, khususnya dari luar yang bisa memperlemah bangsa," imbuhnya.

Luhut mengatakan penguatan teknologi siber ini dimaksudkan untuk memperkuat kedaulatan bangsa. "Sistem cyber yang akan dibentuk bukan malah untuk memata-matai warga negara sendiri," kata Luhut.

Luhut pun bakal menggandeng berbagai lembaga informasi pemerintah, semisal, Lembaga Sandi Negara, deputi bidang cyber di berbagai kementerian lembaga, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sehingga, gerak pemerintah di bidang teknologi informasi akan lebih padu dan seirama. "Juga pakar IT Indonesia untuk turut mengabdi," ujar Luhut.

Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengatakan pembuatan sistem pertahanan dan keamanan cyber sudah mendesak. Setiap hari, dari pengamatan Kementerian Pertahanan secara aktual, pertahanan cyber Indonesia kerap diserang. Indonesia, kata dia, juga menjadi tempat transit masyarakat luar negeri yang melakukan transaksi ilegal.

"Kita harus segera meresponsnya dengan mengembangkan pertahanan cyber dalam negeri," tutur Rudi.

Dia membantah isu BCN dipakai memata-matai warga negara sendiri. "Tidak benar itu. Tidak ada kerjasama dengan CIA," tegas Menkominfo.

Rudiantara mengungkapkan saat rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Pandjaitan yang berlangsung Jumat (21/8), tidak ada bahasan mengenai kerjasama dengan CIA. Tapi lebih bagaimana dan apa yang harus dipersiapkan dalam menangkal serangan cyber.

Saat ini, kata pria yang akrab disapa Chief RA tersebut, pemerintah tengah berencana membuat roadmap ketahanan cyber untuk memperkuat sektor pertahanan dan bidang sektor strategis non-pertahanan. Rencananya roadmap tersebut rampung pada bulan Oktober mendatang.

Dalam pembuatan roadmap itu sendiri pemerintah akan berkaca pada sistem keamanan cyber milik negera-negara maju. Namun pemerintah tidak melakukan kerjasama dengan negara lain untuk membuat sistem pertahanan cyber.

"Dari pada membuat dari nol, lebih baik mengacu pada pertahanan cyber yang sudah ada milik negara maju. Tapi kita sesuaikan lagi dengan kondisi Indonesia," jelas Chief RA.

Bantahan serupa juga disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. "Nggak ada. Belum ada (kerjasama dengan CIA)," tegas Panglima.

Mengenai pembentukan Badan Cyber Nasional sendiri, kata Gatot, perencanaan sudah dilakukan jauh-jauh hari. Pada setiap matra di TNI pun sudah dibentuk kesatuan khusus yang menangani pertahanan dari segi cyber.

"Itu sudah lama ada (persiapan Badan Cyber Nasional). Kalau matra cyber (di TNI) itu nggak ada. Matra itu AU, AD, AL. Tapi di masing-masing itu ada (yang menangani permasalahan cyber)," tutur Gatot.

MENJAGA KEDAULATAN BANGSA - Pakar keamanan cyber Pratama Persadha mendukung upaya pemerintah membentuk BCN. Pratama menjelaskan bahwa peran BCN nantinya tidak hanya mengoordinasikan lembaga-lembaga terkait keamanan cyber, lebih jauh BCN ini berperan sebagai penjaga kedaulatan NKRI di wilayah cyber.

"Dengan pemakai internet lebih dari 80 juta orang di Indonesia, ini harus diimbangi dengan adanya lembaga yang kuat dan bebas dari kepentingan asing. Bayangkan bila nantinya BCN banyak mendapat intervensi asing, data dan informasi penting negara bisa mudah bocor," tegas Pratama kepada gresnews.com, Sabtu (29/8).

Kemungkinan BCN baru terbentuk pada tahun 2016, terbilang terlambat bila dibanding negara tetangga seperti Singapura. Dengan situasi banyaknya kasus peretasan dan pembobolan perbankan misalnya, negara memang dituntut segera merealisasikan terbentuknya BCN.

"Kita dituntut segera merealisasikan pertahanan cyber yang kuat dan satu hal yang cukup penting adalah menggunakan sumber daya dalam negeri. Baik prasarana dan SDM-nya," jelasnya.

Pratama melihat kerjasama e-Government dengan Singapura bisa menjadi pelajaran. Ditambahkan olehnya agar pembentukan BCN bisa seminimal mungkin melibatkan asing. Untuk urusan teknologi sebenarnya anak bangsa sudah setara, bahkan bisa dibilang banyak yang lebih jago.

"Tinggal sekarang untuk mewujudkan BCN dan pertahanan cyber yang kuat pemerintah berkomitmen untuk membangun infrastruktur yang memadai dan memaksimalkan sumber daya dalam negeri," terang Pratama. (dtc)

BACA JUGA: