JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana kunjungan, para anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) ke Jerman dan Meksiko menuai kritik keras. Namun pihak Pansus berkeras bahwa kunjungan mereka ke dua negara beda benua itu bakal tetap dilaksanakan. Pasalnya, kunjungan ke kedua negara tersebut dinilai sangat penting dalam kaitannya dengan proses pematangan RUU Pemilu.

Terkait rencana ini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan, Pansus RUU Pemilu seharusnya meninjau kembali sisi urgensi, kemaslahatan, serta kontekstualitas kunjungan tersebut. Terlebih, kunjungan dilakukan saat Pansus RUU Pemilu sendiri tengah dikejar target menyelesaikan RUU itu pada akhir April mendatang.

"Ketika mereka berada pada waktu yang sangat mepet untuk menyelesaikan target penyusunan RUU Pemilu, mestinya mereka fokus dan memprioritaskan penyelesaian RUU Pemilu," kata Titi kepada gresnews.com, Selasa (7/3).

Titi menegaskan, menambah ilmu, wawasan, serta mempelajari berbagai perspektif baru soal Pemilu bukanlah suatu hal yang tabu atau terlarang. Bahkan jika harus dilakukan ke luar negeri sekalipun. Namun dengan pertimbangan waktu yang kian mendesak, Titi khawatir kunjungan ke Jerman dan Meksiko malah membawa konsekuensi buruk berupa keterlambatan Pansus dalam menyelesaikan RUU Pemilu.

"Harus diingat prioritas mereka saat ini adalah menyelesaikan RUU tepat waktu. RUU Pemilu harus sudah disahkan pada 28 April mendatang," terang Titi.

Meninjau kondisi dan situasi saat ini, sambung Titi, jika Pansus beralasan ingin mempelajari dan mengetahui berbagai hal terkait Pemilu di Jerman dan Meksiko, Pansus bisa minta keterangan langsung dari sejumlah pakar di Indonesia. Terlebih, referensi mengenai kajian sistem Pemilu di sejumlah negara sudah demikian banyak jumlahnya.

Para pakar yang bisa diminta keterangan mengenai hal itu antara lain Chusnul Mariyah, Ramlan Surbakti, serta pakar-pakar lain dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). "LIPI itu sudah banyak melakukan riset soal sistem Pemilu di Filipina, Jerman, Meksiko, juga negara-negara Amerika Latin lain yang menyelenggarakan Pemilu serentak. Kita juga punya satu ekspatriat atau pakar Pemilu global yang bernama Adhy Aman. Dia bekerja di International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), sebuah lembaga peneliti Pemilu yang profesional. Dia bisa dipanggil untuk presentasi di Indonesia," kata Titi.

Titi menerangkan, mengundang para pakar yang memahami sistem Pemilu di Jerman dan Meksiko akan lebih efektif dan efisien dibanding melakukan kunjungan langsung ke dua negara tersebut. Bukan hanya dari segi anggaran, cukup dengan meminta keterangan para pakar tersebut, dari sisi manfaat pun hasilnya akan lebih menguntungkan.

"Para pakar itu paham betul bagaimana situasi Pemilu di luar negeri dan di Indonesia. Jadi, mereka bisa memberi jawaban yang kontekstual dan bisa dipertanggungjawabkan soal bagaimana jika sistem Pemilu di negara-negara lain itu diterapkan di Indonesia," katanya.

Bahwa kunjungan dilakukan saat reses, yakni antara tanggal 11 hingga 15 Maret 2017, Titi berpendapat justru waktu reses itulah yang sebaiknya dimaksimalkan Pansus untuk menyelesaikan proses pembahasan RUU Pemilu. Alasannya, waktu yang kini tersisa kurang dari dua bulan. Sedang RUU Pemilu yang tengah dibahas terdiri atas 543 pasal yang terbagi ke dalam 6 buku. Dengan kata lain, dalam sejarah RUU Pemilu di Indonesia, inilah draft RUU dengan pasal paling banyak selama proses perancangannya.

"Jadi jangan main-main. Ini adalah tugas mulia yang dititipkan masyarakat dan negara kepada Pansus RUU Pemilu. Sangat penting bagi mereka untuk menjaga amanat ini agar penyelesaian RUU Pemilu tepat waktu, dan Pemilu serentak 2019 tidak terganggu dan tercederai kualitas penyelenggaraannya," pungkas Titi.

ALASAN PANSUS - Sementara itu, Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy menerangkan, kunjungan ke Jerman dan ke Meksiko penting dilakukan agar anggota Pansus bisa menilai dan mempelajari langsung sistem Pemilu di kedua negara tersebut. "Tujuan kami ke Jerman, untuk mempelajari dan melihat perbandingan sistem pemilu Jerman dan Indonesia," kata Lukman dalam keterangan yang diterima gresnews.com.

Menurut politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, UU Pemilu Indonesia sebelumnya banyak mencontoh sistem pemilu di Jerman. Dan saat ini, Jerman sendiri tengah melakukan evaluasi terhadap sistem yang sudah mereka terapkan, termasuk melakukan evaluasi terhadap penerapan elektronik vote. "Kita juga sedang melakukan evaluasi terhadap sistem pemilu kita, terutama berkenaan dengan upaya memperkecil kesenjangan proporsionalitas (disproporsionalitas), districk magnitude, formula konversi suara ke kursi, juga penataan daerah pemilihan," kata Lukman.

Selain itu, Lukman berpendapat alasan lain yang tidak bisa ditawar-tawar lagi terkait kunjungan ke Jerman yakni Pansus ingin mendapat keyakinan penuh berkenaan dengan penerapan elektronik vote (e-vote), di mana di dalam draf RUU, ada pula sejumlah norma yang mengatur rencana penerapan e-vote. Pun terkait hal itu, sambung Lukman, pihak Pansus mendapat kesan bahwa pemerintah masih ragu-ragu menerapkan mekanisme e-vote tersebut.

"Di Jerman, penerapan e-vote tersebut justru sedang dievaluasi. Soal ini menjadi penting agar kita mendapat masukan yang komprehensif, sehingga ketika kita memutuskan untuk menerapkan e-vote, potensi kegagalannya bisa kita perkirakan," kata Lukman.

Adapun mengenai Meksiko, Lukman menjabarkan, sebagai bagian dari Amerika Latin, Meksiko dianggap merupakan contoh yang lengkap untuk mempelajari dan memperbandingkan banyak hal soal Pemilu, misalnya sistem presidensiil, multipartai, pemilu serentak, dan pilihan-pilihan treshold yang diterapkan. Selain itu, kunjungan ke negara tersebut juga dimaksudkan untuk memperdalam implikasi sistem Pemilu yang dipakai terhadap potensi devided goverment (pemerintahan yang terbelah).

"Kemudian secara spesifik, Pansus ke Meksiko karena ingin mendapatkan gambaran yang lengkap tentang peradilan Pemilu, mulai dari aspek filosofis, kelembagaan, sampai kepada aspek teknis acara peradilannya," paparnya.

SARAN DARI AHLI - Disinggung soal adanya banyak ahli di Indonesia yang paham betul mekanisme serta hal lain terkait Pemilu di Jerman dan Meksiko, Lukman menerangkan, Pansus sendiri sebenarnya telah melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan para ahli tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelembagaan. "Banyak masukan yang didapat, terutama untuk mendapatkan gambaran tentang pilihan-pilihan dari berbagai opsi yang ditawarkan," katanya.

Namun demikian, meski menerima berbagai masukan, Lukman menyebut, pada satu sisi Pansus juga sebetulnya merasa kurang mendapat informasi tentang perbandingan sistem Pemilu di Indonesia terhadap sistem Pemilu di negara lain. Padahal, menurutnya, pengalaman negara lain itulah yang dinilai Pansus amat penting dalam rangka memperkirakan implikasi dari berbagai pilihan mekanisme Pemilu yang ditawarkan.

"Terlalu banyak varian yang ditawarkan para ahli Pemilu kita, dan umumnya terfragmentasi secara subjektif, terpengaruh dengan latar belakang politiknya masing-masing. Padahal Pansus ingin menangkap pesan objektif dari berbagai opsi yang ditawarkan, sehingga pilihan kita bisa semata-mata demi kepentingan konsolidasi demokrasi Indonesia yang ideal," paparnya.

Lukman menekankan, Pansus Penyelenggaraan Pemilu merupakan pansus sangat spesifik yang perlu mendapatkan perbandingan dari negara lain. Terlebih, sistem Pemilu yang selama ini dijalankan merupakan variasi dari sistem Pemilu yang dibangun di sejumlah negara, misalnya Jerman, Uni Eropa, Amerika, serta negara-negara di Amerika Latin yang kondisinya saat ini dinilai agak serupa dengan kondisi aktual di Indonesia. "Jadi, tidak mungkin kami mendapatkan contoh dari dalam negeri karena ini menyangkut Pemilu Nasional," katanya.

Soal adanya kekhawatiran kunjungan ke luar negeri itu akan membuang-buang waktu, Lukman menegaskan, hal itu sudah dipertimbangkan dengan sangat matang. Kunjungan sengaja dilakukan saat reses, dengan pertimbangan bahwa pada sidang ke III di bulan Maret 2017, semua anggota Pansus akan melakukan rapat-rapat Panitia Kerja (Panja) secara maraton. Dalam sidang ke III bulan Maret itulah 18 isu krusial di dalam RUU Pemilu akan dibahas dan diputuskan. Barulah pada sisa waktu berikutnya, yakni selama bulan April 2017, Pansus bakal konsentrasi melakukan perumusan dan sinkronisasi RUU Pemilu sampai menjadi final.

"Masa reses DPR akan berakhir tanggal 15 Maret 2017, kemudian tanggal 16 Maret 2017 pembukaan masa sidang yang ke III, dan tanggal 17 Maret Pansus melalui Panja sudah bisa melakukan rapat-rapat lagi dengan pemerintah. Tim Pansus yang melakukan studi banding ke Jerman dan Meksiko sudah kembali ke Jakarta pada tanggal 16 tersebut," paparnya.

Terlepas dari rencana di atas, Lukman menyebut bahwa ditinjau dari aspek anggaran, alih-alih bakal habis dipakai cuma-cuma--sebagaimana kekhawatiran banyak kalangan--anggaran yang ada justru dianggap tidak mencukupi. "Saya apresiasi teman-teman yang ke Meksiko. Dana dari DPR sebetulnya tidak mencukupi, mereka yang pergi ke Meksiko kebanyakan nombok," kata Lukman.

Namun demikian, hal itu dianggap bukan hambatan. Pansus harus tetap pergi guna mempelajari langsung sistem Pemilu serentak di sana. "Ada kepentingan yang khusus di sana (Meksiko). Kita pertama kali akan melakukan Pemilu serentak akibat putusan MK, sehingga kita perlu menanyakan langsung bagaimana situasi psikologis dalam kaitannya dengan Pemilu serentak itu," pungkasnya. (gresnews.com/zulkifli songyanan)

BACA JUGA: