JAKARTA, GRESNEWS.COM – Ada banyak faktor penyebab turunnya persentase calon legislatif (caleg) perempuan. Salah satu faktor mendasar terkait keterpilihan perempuan sebagai anggota legislatif adalah sistem dalam pemilu.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menjelaskan turunnya persentase caleg perempuan yang lolos ke DPR dikarenakan sistem proporsional terbuka. Ia menjelaskan dengan sistem tersebut, perempuan tidak hanya bersaing dengan teman beda partai tapi juga di internal partai.

"Padahal kondisi finansial, dukungan, infrastruktur, perempuan harus kita akui lebih lemah dibandingkan laki-laki," katanya pada Gresnews.com di kantor Perludem, Jakarta, Rabu (30/7).

Titi melanjutkan dengan sistem proporsional terbuka caleg perempuan harus bersaing secara bebas untuk memastikan partai politiknya memperoleh kursi sekaligus memastikan caleg tersebut memperoleh suara terbanyak. Ia menambahkan caleg jadi lebih agresif dalam mendekati pemilih dan membangun popularitas agar terpilih dalam pileg.

"Jadwal kampanye yang panjang membuat kompetisi antarcaleg (satu atau beda partai) berjalan lama dan makin intens. Artinya modal yang dikeluarkan juga akan semakin besar," katanya.

Menurut Titi jika zipper system digunakan, keterpilihan perempuan akan lebih tinggi. Zipper system yaitu sistem yang menempatkan perempuan secara selang seling dengan laki-laki pada nomor urut. Sehingga jika kursi yang berhasil diperoleh sebanyak tiga kursi, akan ada 1 kursi untuk perempuan yang bisa diperoleh.

Titi melanjutkan dengan sistem proporsional terbuka pun kebanyakan yang dipilih tetap nomor urut 1. "Berarti kalau sistemnya (proporsional) tertutup yang akan jadi (lolos di parlemen) dia juga, kalau potensi, (proporsional) tertutup dengan zipper saya yakin lebih banyak yang terpilih," ujarnya.

Senada dengan Titi, sebelumnya Program Manager Lembaga Kemitraan di kantor Kemitraan, Agung Wasono mengatakan dengan sistem proporsional daftar tertutup pemilih hanya memilih partai dan bukan caleg. Lanjutnya, nama caleg diurutkan berdasarkan zipper system dan tidak diumumkan ke pemilih.

"Jadi kalau terpilih 6 pasti ada 2 perempuan, kalau terpilih 3 ada 1 perempuan," katanya pada Gresnews.com di kantor Kemitraan, Jakarta.

Agung menambahkan keterwakilan perempuan tidak bisa terjadi hanya dengan melatih dan menempatkan banyak caleg perempuan saja, tapi sistem pemilu juga harus mendukung. Pemilu dengan sistem terbuka menurutnya tidak mendukung keterwakilan perempuan di parlemen.

"Keterwakilan perempuan di Timor Leste sudah 38,46% karena dia pakai daftar tertutup. Kalau daftar terbuka yang dipilih calon legislatif. Kalau yang dipilih caleg, tidak bisa memaksa perempuan untuk sampai 30%," ujar Agung.

BACA JUGA: