JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya mengumumkan dirinya akan maju lagi dalam konstestasi pemilihan kepala daerah Jakarta 2017, lewat jalur partai politik. Keputusan itu diumumkan Ahok di acara halal bihalal bersama Teman Ahok, di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (27/7).

Dengan pengumuman untuk maju melalui jalur parpol ini, Ahok dinilai telah menjilat ludahnya sendiri. Pasalnya, sebelumnya Ahok telrihat percaya diri untuk maju dari jalur independen di Pilakada DKI 2017. Kelompok pendukung Ahok yang tergabung dalam Teman Ahok pun berupaya mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP) dukungan untuk maju dari jalur independen.

Bahkan, Ahok sempat ikut merayakan keberhasilan Teman Ahok mengumpulkan 1 juta KTP dukungan. Sayangnya, pada saat itu pulalah Ahok mulai balik badan dan meragukan kans-nya sendiri untuk maju dari jalur independen.

Terlebih pada saat yang sama, tiga partai politik yaitu Golkar, Nasdem dan Hanura dengan jumlah kursi total 24 kursi di DPRD DKI (jumlah yang cukup untuk memajukan calon gubernur) menyatakan dukungannya pada Ahok. Maka, Ahok pun makin jelas langkahnya untuk melupakan ambisinya maju lewat jalur independen.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Foramappi) Lucius Karus menilai, keputusan Ahok tersebut merupakan langkah pragmatis lantaran Ahok kurang percaya diri bisa lolos dari jalur independen. "Yang pasti sih iya, dia kurang percaya diri dengan jalur independen," terang Lucius saat dihubungi gresnews.com, melalui sambungan teleponnya, Kamis (28/7).

Langkah ini, kata Lucius, bisa menjadi blunder besar bagi Ahok karena dia akan dinilai publik sebagai pemimpin yang inkonsisten. Di satu titik Ahok gembar-gembor maju dari jalur independen dengan alasan tak mau jadi sapi perah parpol. Tetapi pada titik berikutnya, dia menjilat lagi ludahnya dengan maju dari jalur parpol yang sempat dia kritik.

Lucius mengatakan, sebenarnya tidak sulit bagi Ahok maju melalui jalur independen. Relawan Teman Ahok bahkan mengklaim sudah berhasil mengumpulkan lebih dari 1 juta KTP sebagai persyaratan Ahok untuk maju melalui jalur independen. Tetapi sayangnya Ahok memilih untuk menegaskan diri sebagai politisi yang bisa mengambil langkah zig-zag untuk kembali berkuasa ketimbang sebagai pemimpin.

"Ahok membuktikan dirinya sebagai politisi tulen yang bisa zig-zag di antara berbagai pilihan demi meraih kekuasaan," ujar Lucius.

Meski begitu, kata Lucius, sebagai politisi langkah Ahok itu sah-sah saja untuk dilakukan. Dia menilai, itu hanya soal taktis untuk bisa kembali mencalonkan diri maju dalam konstestasi Pilkada DKI 2017. Dia menilai, sebagai politisi, wajar Ahok balik badan dan memutuskan maju menggunakan parpol, karena jalur independen bisa saja mempersulit langkahnya.

Apalagi setelah disahkannya UU Pilkada yang dinilai banyak "menjebak" bakal calon yang ingin maju lewat jalur perorangan. "Saya melihat tambahan aturan soal verifikasi calon di UU Pilkada memang menjadi ´jebakan´ bagi calon independen," katanya.

Dia menambahkan, soal memilih kendaraan politik memang nampak bahwa Ahok seolah-olah pragmatis. Akan tetapi Ahok punya pertimbangan politik yang matang lantaran adanya aturan verifikasi dalam UU Pilkada yang akan menyulitkannya.

"Sekilas jika melihat perdebatan selama ini, sikap Ahok untuk memilih jalur Parpol memperlihatkan bahwa dirinya tidak konsisten," ujarnya.

AHOK PANIK - Keputusan Ahok maju itu lewat jalur parpol ditanggapi berbeda oleh pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun. Ubeidillah melihat, Ahok seperti kebingungan dalam menentukan pilihannya maju sebagai clon gubernur untuk kedua kalinya.

"Ahok sedang panik. Indikator paniknya Ahok terlihat setidaknya karena tiga hal," katanya kepada gresnews.com, Kamis (28/7).

Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia ini menjelaskan indikator kepanikan Ahok. Pertama, ketika Ahok menanggapi kasus Sumber Waras yang terkesan tegang. Kedua, reaksi berlebihan yang ditunjukkan Ahok saat merespons kasus reklamasi. Terakhir, penolakan yang masif dari kalangan politisi Partai Demokrasi Indonensia Perjuangan (PDIP).

Beberapa kasus besar yang mengaitkan namanya itu, menurut Ubedilah membuat Ahok tidak percaya diri untuk memutuskan maju melalui jalur perorangan. Dukungan partai politik, diperhitungkan guna meneguhkan misi politik Ahok ketika berhadapan dengan isu miring yang menerpanya.

"Iya. Karena kasus itu membuat Ahok tidak pede (percaya diri--red) untuk maju melalui jalur independen," kata Ubeidillah.

Karena keterdesakan itu, imbuh Ubedillah, politik transaksional menjadi pilihan kandidat untuk tetap memperoleh dukungan politik agar bisa mencalonkan diri. Meskipun ada dukungan jalur independen dengan terkumpulnya KTP oleh Teman Ahok, menurut Ubedillah, Ahok juga ragu dengan validitas KTP tersebut.

"Hal lain yang membuat ahok memilih jalan partai adalah kecenderungan menurunnya elektabilitas Ahok. Ahok paham betul bahwa partai lah yang memiliki mesin politik yang cukup mapan," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengaku tak heran dengan keputusan Ahok tersebut. "Sebagai politisi Ahok loncat-loncat kan bukan baru sekarang jadi ya nggak usah diherankan, dia tetap politisi yang pragmatis," kata Arsul, Kamis (28/7).

Ia menilai Ahok akan memilih jalan yang paling mudah menuju kursi DKI 1. "Mana yang hari ini menguntungkan itulah yang akan dia pegang," ucapnya.

Keputusan Ahok ini menuai reaksi beragam, dan tak sedikit yang mempertanyakan. Arsul justru menganggap jika ada yang mencibir Ahok karena sikapnya ini berarti ia tidak mengerti siapa Ahok. "Yang baru mencibir Ahok sekarang berarti enggak lihat karakter politik Ahok kemarin-kemarin," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: