JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Begitu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara selesai membacakan putusan yang mengabulkan gugatan Partai Golkar kubu Musyawarah Nasional Bali, kegaduhan menyeruak dari bangku pengunjung, Jumat (24/7) . Teriakan Allahu Akbar dan sujud syukur juga mewarnai pembacaan putusan sengketa kepengurusan Partai Golkar yang diajukan kubu Partai Golkar kubu Munas Bali.   

Ekspresi kebahagiaan terlihat di wajah kader Partai Golkar kubu Munas Bali seperti Sekjen Idrus Marham, Wakil Ketua Umum Nurdin Halid, dan Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tandjung yang menghadiri sidang tersebut.

Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Utara Lilik Mulyadi mengatakan pelaksanaan Munas Bali sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat. "Menyatakan sah memiliki kekuatan hukum mengikat, penyelenggaraan Munas
Partai Golkar di Bali karena telah sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku dan sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga," ucap Lilik dalam putusannya di PN Jakarta Utara, Jumat (24/7).

Bahkan putusan itu juga mengesahkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai Ketua Umum dan Sekjen Partai Golkar serta menyatakan tidak sah Munas Ancol. "Menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat penyelenggaran musyawarah nasional oleh tergugat 1 di Ancol," terangnya.

Termasuk menyatakan tidak sah pemilihan Agung Laksono dan Zaenuddin Amli sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Alasannya karena perbuatan Munas Ancol sebagai perbuatan melanggar hukum.

Selain mengesahkan kepengurusan Golkar hasil Munas Bali, PN Jakarta Utara juga menjatuhkan denda Rp 100 miliar kepada tiga pihak secara tanggung renteng. Yakni kepada tergugat 1 Agung Laksono dan Zaenuddin Amali, tergugat 2 DPD 2 Jakarta Utara Muhammad Bandu dan Priyono Joko Alam, serta tergugat 3 Menkum HAM Yasonna Laoly.

Majelis menilai kerugian itu berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan penggugat untuk menghadapi tergugat sebesar Rp 12 miliar dan biaya di Mahkamah Partai Golkar sebesar Rp 5 miliar. Juga kerugian imateril berupa pikiran, tenaga, dan kepercayaan kader Partai Golkar terhadap penggugat, yang sebelumnya dinilai penggugat mencapai Rp 1 triliun.
 
AJUKAN BANDING - Menanggapi dimenangkannya gugatan kubu Ical, Golkar kubu Agung Laksono langsung menyatakan akan mengajukan banding putusan tersebut. "Menurut saya, akan ajukan banding. Kita minta pengadilan tinggi meluruskan ini," kata Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol, Lawrence Siburian, Jumat (24/7).  

Lawrence menilai putusan tersebut aneh dan subyektif. Menurutnya, putusan majelis hakim tersebut telah melampaui kewenangan. Sebab majelis hakim telah menyatakan putusan Mahkamah Partai tidak sah. "Itu jelas menempatkan diri jadi atasan dari mahkamah partai," ujarnya.

Dikabulkannya gugatan pengurus Golkar hasil Munas Bali mengakibatkan kubu Aburizal Bakrie ini merasa memiliki kuasa untuk menentukan pencalonan pilkada. Menurut Bendahara Umum Partai Golkar versi Munas Bali, Bambang Soesatyo, Aburizal Bakrie berhak menandatangani pencalonan pilkada serentak termasuk untuk mencalonkannya.

Bambang juga mengaku tidak khawatir dengan rencana kubu kepengurusan Munas Ancol yang akan mengajukan banding atas putusan tersebut. "Banding tidak masalah karena berlaku serta merta, kalau ada upaya hukum lain ya tidak masalah," ujarnya.

MENTAHKAN KESEPAKATAN - Melihat pernyataan Golkar kubu Ical itu,  putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini juga diprediksi akan mementahkan kembali kesepakatan dua kubu terkait pencalonan pilkada yang sebelumnya telah terjalin. Sebelumnya, kedua kubu telah menemukan jalan tengah dengan mengajukan calon yang sama dengan tanda tangan dari dua kubu. Bahkan jalan tengah ini sudah diakomodir melalui revisi peraturan KPU.

Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla selaku sesepuh Golkar sekaligus mediator islah Golkar mengingatkan meski ada putusan pengadilan, karena belum inkrah soal pilkada akan berjalan sesuai kesepakatan. "Kita sudah sepakat apapun keputusan hukum yang berjalan, tetap jalan kesepakatan sampai dengan ada inkracht (keputusan berkekuatan hukum tetap)," kata Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jumat (24/7).

Meski mengaku belum mendengar keputusan Pengadilan negeri itu, namun JK menyatakan putusan itu tidak bisa langsung berlaku jika kubu Agung Laksono mengajukan banding.

Di sisi lain putusan PN Jakarta Utara ini juga membuat bingung publik. Sebab ada putusan yang berbeda antara pengadilan untuk perkara yang sama. Sebelumnya Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) telah membatalkan putusan PTUN yang sebelumnya memutuskan mengesahkan kepengurusan Golkar dipimpin Aburizal Bakrie.

PTUN sebelumnya membatalkan SK Menkum HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar versi Agung Laksono. PTUN juga memutuskan mengembalikan kepengurusan Golkar sesuai dengan hasil Munas Riau tahun 2009.

Namun atas putusan tersebut pihak Menkum HAM dan Agung Laksono mengajukan banding  ke PT TUN. Alasannya PTUN dianggap telah melakukan hal yang ultra petita karena memutuskan kepengurusan Golkar yang sah. Dalam putusannya PT TUN menganulir putusan PTUN. Sehingga kubu Agung menyatakan pihaknyalah  selaku pengurus Golkar yang sah dan berhak atas Pilkada.

TIDAK BERTENTANGAN - Atas pertentangan putusan dua pengadilan itu, dosen hukum tata negara Universitas Andalas Khairul Fahmi menjelaskan arti dari putusan kedua pengadilan tersebut. Menurutnya, putusan pengadilan negeri lebih terkait bagaimana partai politik menyelesaikan sengketanya. Misalnya ketika ada sengketa internal partai atau kepengurusan.

Sementara, PTUN lebih pada persoalan keabsahan SK Menteri terkait kepengurusan partai,  sah atau tidak dan apakah sudah dikeluarkan sesuai peraturan perundang-undangan atau tidak. "Jadi ada dua objek yang berbeda walaupun masalahnya satu sumber yang sama. Jadi saya kira tidak akan ada masalah," ujar Khairul saat dihubungi gresnews.com.

Ia melanjutkan putusan pengadilan negeri Jakarta Utara  memang memenangkan kubu Ical dan PT TUN memenangkan kubu Agung. Salah satu poin putusan PT TUN yang mengatakan bahwa PTUN tidak berwenang menyelesaikan atau memeriksa kasus yang diajukan. Dalam hal ini menurut  PT TUN, PTUN seharusnya menyatakan tidak berwenang. Lalu PT TUN katakan semestinya hal seperti ini diputuskan dulu melalui pengadilan negeri. Sebab berdasarkan UU Partai Politik, sengketa partai harus diselesaikan di pengadilan negeri.

Khairul menilai tidak ada pertentangan antara putusan PT TUN dengan Pengadilan Negeri Jakut. Putusan Pengadilan Negeri Jakut ini nantinya bisa dipakai kubu Ical untuk ajukan kasasi terhadap putusan PT TUN. Tapi penyelesaian sengketa partai tetap harus diselesaikan di pengadilan negeri. Maksudnya Menkumham harus tetap merujuk pada putusan pengadilan negeri ketika putusannya sudah berstatus inkracht.

Khairul pun menekankan sumber utama penyelesaian masalah sengketa partai memang harus di pengadilan negeri. Sementara berdasarkan catatan putusan PT TUN, PTUN hanya terkait soal administrasi apakah SK Menkumham sah atau tidak.

Dalam konteks saat ini, putusan pengadilan atas konflik Golkar yang diawali gugatan di pengadilan negeri belum inkracht. Sehingga masih ada ruang untuk melakukan upaya hukum untuk menilai putusan pengadilan negeri Jakarta Utara sudah benar atau tidak.

Putusan ini menurutnya hanya menjadi modal buat Ical mengajukan kasasi. Pada akhirnya dua putusan tersebut baik PT TUN dan putusan pengadilan negeri juga akan bertemu dan menghasilkan satu putusan inkrah.

"Jadi akan semakin terlihat. Putusan PT TUN dan Pengadilan Negeri cocok saja dan tidak bertentangan. Walau mungkin kesannya satu memenangkan Ical dan satu lagi memenangkan Agung," tambahnya.

BACA JUGA: