JAKARTA, GRESNEWS.COM - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) menyatakan pasangan pemenang pilpres 2014 Joko Widodo-Jusuf Kalla pernah menolak untuk melakukan kontrak politik dengan para buruh yang diwakili oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Sekretaris Jenderal ASPEK Sabda Pranawa Djati menceritakan penolakan berkomitmen atas nasib buruh itu, bahkan dilakukan sampai tiga kali.

Pertama, kata Sabda, adalah sekitar sekitar satu setengah tahun yang lalu. Ketika ASPEK yang berafiliasi dengan KSPI menggelar seminar kebangsaan, dalam seminar tersebut mengundang bakal calon presiden yaitu terdiri dari Mahfud MD, Aburizal Bakrie, Rizal Ramli, Prabowo Subianto dan Pramono Edhie. Dalam acara itu semua bakal capres menyatakan dengan tegas dan menandatangani kontrak politik untuk menyejahterakan buruh jika nantinya maju dan terpilih.

Sayangnya, kata Sabda, dari nama-nama itu, itu ada nama Jokow Widodo. Sabda mengaku pada saat itu Jokowi pun ikut diundang sampai dua kali namun tidak mau datang dengan alasan Jokowi saat itu belum diajukan menjadi calon presiden oleh partainya PDIP.

Kedua, Jokowi juga menolak melakukan kontrak politik dengan buruh ketika sudah diberikan mandat sebagai calon presiden oleh PDUP. Sabda mengaku, saat itu pihaknya mencoba masuk untuk mengundang Jokowi dalam seminar dan melakukan kontrak politik dengan buruh.

Sayangnya, kata Sabda, lagi-lagi Jokowi tidak bersedia hadir. Bukan hanya itu, pihaknya juga mencoba melobi-lobi kedalam lingkaran internal Jokowi namun tidak direspon. Hal inilah yang mmebuat para buruh pesimis kesejahteraannya akan meningkat jika Jokowi memimpin Indonesia.

"Yang jelas memang tiga kali kita undang dalam seminar kebangsaan, dua kali sebelum calon presiden dan satu kali sesudahnya, dia tetap tidak mau datang. Kita lobi ke internal Jokowi, kita tidak direspon," kata Sabda kepada Gresnews.com, Jakarta, Kamis (24/7).

Sabda mengaku pihak yang responsif terhadap permasalahan buruh adalah Prabowo Subianto. Untuk itulah buruh yang diwakili oleh KSPI mendukung Prabowo karena hanya satu-satunya calon presiden yang berani kontrak politik dengan buruh terkait dengan 10 tuntutan rakyat.

Meski hasil rekapitulasi suara KPU sudah memenangkan kubu Jokowi-JK, Sabda mengatakan dirinya tidak lagi menawarkan kontrak politik kepada presiden terpilih karena memang kontrak politik seharusnya pada saat sebelum terpilih. Untuk itu pihaknya masih menunggu sikap resmi dari Prabowo untuk mengajukan kepada Mahkamah Konstitusi karena mengajukan gugatan merupakan hak konstitusional untuk seluruh warga negara.

"Kalaupun faktanya seperti sekarang kita tetap berjuang dengan isu-isu perburuhan dan upah. Siapapun presidennya," kata Sabda.

Sementara itu, Koordinator Geber BUMN Ais mengaku dirinya memang berpihak kepada kubu Jokowi karena dalam janji kampanyenya, kubu Jokowi menjanjikan perwujudan tiga layak yaitu layak kerja, layak upah pekerja dan layak hidup. Untuk itu pekerjaan rumah terbesar bagi kubu Jokowi-JK adalah mewujudkan adanya kepastian kesejahteraan bagi buruh.

"Hal yang paling mendesak adalah persoalan tenaga kerja outsourcing Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang harus diangkat sebagai pekerja tetap sebagaimana telah direkomendasikan oleh panja dan diperitahkan oleh nota pengawasan," kata Ais kepada Gresnews.com, Jakarta, Kamis (24/7).

Ais mengakui ada tokoh seperti Dahlan Iskan dan Sofjan Wanandi yang menghambat kesejahteraan buruh dibelakang Jokowi. Namun Ais mengimbau kepada buruh untuk optimis kepada kepemimpinan Jokowi karena masih ada politisi seperti Ribka Tjiptaning, Rieke Dyah Pitaloka, Poempida Hidayatullah.

Menurutnya ketiga politisi tersebut merupakan sosok yang bersebrangan dengan kedua orang penghambat kesejahteraan buruh. "Sesuai dengan gelaran sebagai pemimpin yang lahir dari rakyat, Jokowi diharapkan mampu mengendalikan simbol watak penghambat kesejahteraan buruh. Para politisi yang berpihak kepada buruh diharapkan mampu mendorong Jokowi untuk berpihak kepada buruh," kata Ais.

 
BACA JUGA: