JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah telah menunjuk Amien Sunaryadi sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Meskipun sudah memiliki Kepala SKK Migas definitif, keberadaan SKK Migas justru dipertanyakan. Banyak pihak malah tetap menginginkan SKK Migas dibubarkan.

Pengamat energi Tri Widodo mengatakan jika pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ingin menciptakan ketahanan energi nasional, maka Jokowi harus membubarkan SKK Migas. Menurutnya tata kelola migas harus dikembalikan ke PT Pertamina (Persero). "Kalaupun tidak dikembalikan ke Pertamina, SKK Migas harus dikelola dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Tri kepada Gresnews.com, Sabtu (22/11).

Menurutnya, kalau terus seperti saat ini dimana SKK Migas merupakan bagian dari negara, seandainya terjadi dispute (sengketa) maka aset-aset negara yang ada di luar negeri dapat dibekukan oleh negara terkait. Selain aset diluar negeri, Tri mencontohkan suatu blok migas yang diberikan kepada Chevron, kemudian dibatalkan oleh SKK Migas dengan tanpa alasan.

Artinya, negara harus berhadapan dengan Chevron dan hukum akan digunakan adalah hukum internasional. "Itu malah berbahaya bagi negara. Kalau misalnya negara kalah, kan asetnya bisa dibekukan dan diambil alih," kata Tri menambahkan.

Dia mengatakan jika SKK Migas berbentuk perusahaan BUMN atau diserahkan ke Pertamina, kemudian terjadi sengketa dengan perusahaan migas asing maka perusahaan tersebut akan berhadapan dengan perusahaan BUMN atau dengan Pertamina. "Sengketa perusahaan migas tersebut tidaklah berhadapan dengan negara," katanya.

Tri mengungkapkan jika SKK Migas berbentuk perusahaan BUMN atau diserahkan kepada Pertamina maka pemerintah dapat melakukan audit terhadap penjualan minyak. Berbeda jika saat ini dalam bentuk lembaga khusus, SKK Migas bebas menjual hasil minyak kepada perusahaan migas.

"Kan sekarang SKK Migas bebas menjual hasil minyaknya, tidak harus ke Pertamina. Dia (SKK Migas) bisa tawarkan ke Chevron, kan dia (Chevron) punya refinary di Singapura," kata Tri.

Bahkan, Tri mengungkapkan keberadaan SKK Migas bisa melanggengkan keberadaan mafia migas. Menurutnya dengan hasil bagi minyak bisa menimbulkan korupsi di sektor migas, sebab dalam hasil bagi minyak tersebut SKK Migas mendapatkan bagian 85 persen sebagai wakil negara.

Artinya, SKK Migas mendapatkan bagian minyak mentah setelah menghitung cost recovery. Kemudian SKK Migas memiliki kewenangan untuk menunjuk pembeli. "Disitulan rawan feenya dijual ke Singapura. Kenapa tidak dijual ke Pertamina untuk diolah. Padahal refinary Pertamina hanya untuk minyak jenis di Indonesia. Itu dia korupsinya," kata Tri.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengungkapkan rencana badan legislasi DPR untuk lima tahun ke depan salah satunya adalah pembahasan tentang keberadaan SKK Migas. "Kedudukan SKK Migas belum jelas secara undang-undang," ujarnya.

Dia menambahkan jika mengacu kepada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) keberadaan SKK Migas sifatnya hanya temporer atau sementara. Menurutnya jangan sampai sifat SKK Migas yang sementara berlangsung bertahun-tahun. "Akibatnya akan menimbulkan ketidakpastian terhadap investasi di sektor migas," kata Kardaya.

Kardaya meminta kepada pemerintah untuk menetapkan dan membentuk lembaga sejenis SKK Migas secara permanen, apakah nantinya dijadikan lembaga pemerintah, apakah masuk bagian Kementerian ESDM, apakah institusi sendiri. Menurutnya pemerintah sebagai eksekutif harus bertugas menjaga iklim investasi.

"Pemerintah harus proaktif untuk segera membentuk pengganti SKK Migas yang permanen. Itu yang penting, jangan dianggap sepele," kata Kardaya.

BACA JUGA: