JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi mengakibatkan kenaikan harga pangan khususnya cabai dan beras. Namun sayangnya keuntungan tersebut bukan para petani yang menikmati karena rantai pemasaran penjualan yang panjang.

Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Petani Indonesia (API) Ferry Widodo menjelaskan para petani sebenarnya tidak pernah menikmati keuntungan dari harga pangan di pasaran. Para petani selama ini menjual hasil panennya kepada tengkulak dengan biaya murah. Kemudian, tengkulak pun menaikan harganya ke pelaku pedagang pasar. Tingginya harga dikarenakan para tengkulak memperhitungkan biaya transportasi.

Dia mencontohkan seperti para petani di Surabaya, dimana petani menjual hasil panen cabainya kepada tengkulak sebesar Rp30 ribu per kilo gram (Kg), kemudian tengkulak menjual ke pasar dengan harga Rp70 ribu pe Kg. "Sebetulnya cabai itu dikuasai agen-agen tengkulak. Pada saat harga naik, petani itu tidak tahu," kata Ferry kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (21/11).

Ferry mengatakan pemerintah harus membuat kebijakan khusus untuk mengantisipasi gejolak harga pangan terkait kenaikan harga BBM. Menurutnya kinerja pemerintah khususnya Menteri Perdagangan Rachmat Gobel seperti melakukan blusukan masih belum cukup untuk menstabilkan harga, seharusnya pemerintah membuat skema atau program untuk antisipasi kenaikan harga BBM.

Menurutnya kenaikan harga pangan sebelum pengumuman resmi kebijakan kenaikan BBM oleh pemerintah disebabkan karena masyarakat panik, sehingga mendorong untuk membeli kebutuhan pokok dalam jumlah banyak. Para pelaku pasar pun memanfaatkan momentum tersebut untuk menaikan harga ditengah permintaan konsumen yang meningkat.

"Kebutuhan konsumsi pangan terus terjadi peningkatan. Kepanikan itulah yang mendorong harga naik," kata Ferry.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai tata niaga Indonesia saat ini sudah dikuasai oleh para pelaku pasar yang menentukan harga dengan seenaknya. Sebab, sebelum harga BBM mengalami kenaikan, harga bahan pokok sudah mengalami kenaikan. Seharusnya sebelum harga BBM naik, harga bahan pokok juga tidak naik.

"Pemerintah tidak ada upaya untuk menstabilkan harga. Jadi pemerintah belum melakukan sesuatu sebelum harga BBM naik," kata Enny kepada Gresnews.com.

Enny mengatakan cara pemerintahan Jokowi dalam menaikan harga BBM hampir sama seperti pemerintahan sebelumnya, sebab dalam mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM subsidi tidak melakukan pencegahan terlebih dahulu sehingga menimbulkan resistensi bagi masyarakat. Dia menjelaskan seharusnya pemerintahan Jokowi sebelum menaikan harga BBM, terlebih dahulu harus menstabilkan harga pokok kemudian memberikan subsidi transportasi umum.

"Jadi ketika harga BBM naik, tidak membawa dampak terhadap angkutan umum dan pangan. Nah itu yang belum dikerjakan oleh pemerintah," kata Enny.

BACA JUGA: