JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sepak terjang Komisi IX DPR yang terus mendorong pelaksanaan rekomendasi Kepada perusahaan-perusahaan BUMN agar mengangkat dan mempekerjakan kembali pegawai outsourcing (alih daya) dikritik oleh sesama anggota DPR. Rekomendasi Komisi IX itu dituding justru akan menjadikan BUMN bangkrut.   

Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Azam Azwar Natawijaya, perusahaan BUMN tidak akan sanggup menyelesaikan permasalahan outsourcing. Dia menilai perusahaan BUMN akan menjadi bangkrut jika seluruh tenaga kerja outsourcing diangkat menjadi pegawai tetap, karena jika dilihat dari keuntungan perusahaan BUMN hanya sekitar 3 persen dari keseluruhan keuangan perusahaan.

Bahkan swasta yang memiliki keuntungan lebih dari BUMN pun tidak sanggup harus menanggung beban tenaga kerja outsourcing menjadi pegawai tetap. Menurutnya, hampir rata-rata tenaga kerja outsourcing yang sebetulnya bukanlah pekerjaan yang pokok bahkan pengaturan di UU Tenaga Kerja bagi tenaga kerja outsourcing yang ditempatkan bukan pada pekerjaan pokok diperkenankan menggunakan outsourcing.

"Tidak bisa BUMN mengangkat semua tenaga kerja outsourcing menjadi karyawan tetap. Tidak sanggup," kata Azam kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (14/3).

Menurutnya, penetapan tenaga kerja outsourcing untuk menjadi pegawai tetap haruslah dipilah-pilah. Misalnya, tenaga kerja outsourcing yang tidak diperlukan kemudian menjadi tetap, hal seperti itu sangatlah tidak tepat. Dia juga menilai Komisi IX DPR tidak mengkalkulasi berapa anggaran perusahaan BUMN yang akan dikeluarkan untuk mengangkat outsourcing menjadi tetap. Dia memperkirakan ketika perusahaan BUMN mengangkat outsourcing menjadi pegawai tetap nantinya berpengaruh kepada penurunan pendapatan perusahaan, bahkan perusahaan bisa menuju kebangkrutan.

Azam juga menilai pada tahun politik saat ini Komisi IX memiliki agenda politik tersembunyi. Dia memperkirakan agenda politik Komisi IX dengan cara mendiskreditkan pemerintah padahal ada hal-hal yang perlu diangkat terkait keberhasilan pemerintah. Untuk itu Azam menilai permasalahan outsourcing BUMN sangatlah tidak tepat diselesaikan di Komisi IX karena mitra kerja Komisi IX bukanlah Kementerian BUMN melainkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Menurutnya, Komisi IX seharusnya mengurusi tenaga kerja outsourcing secara keseluruhan lapangan kerja ekonomi di seluruh Indonesia. Komisi IX seharusnya juga mengurusi outsourcing swasta karena swasta dalam menggunakan tenaga kerja outsourcing lebih banyak daripada perusahaan BUMN. "Kurang tepat kalau fokusnya di BUMN. Ini menjadi pertanyaan bagi kita apa arahnya akan begitu (kepentingan politik)," kata Azam.

Namun anggota Komisi IX DPR Indra menampik tudingan bahwa perusahaan BUMN akan merugi jika mengangkat tenaga kerja outsourcing menjadi tenaga kerja tetap. Menurut dia, hal itu merupakan alasan klise dan mengada-ada. Dia mengakui memang ada perusahaan BUMN yang merugi tetapi yang perlu dipahami tidak langsung otomatis perusahaan BUMN menjadi semakin merugi ketika mengangkat karyawan outsourcing. Sebab outsourcing dikelola oleh manajemen outsourcing tersendiri.fee-nya. "Anggap saja management fee itu dihilangkan jadi biayanya pun sama jika management fee itu diberikan untuk menambah upah buruhnya," kata Indra kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (14/3)

Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini juga membantah tudingan Komisi VI bahwa Komisi IX memiliki kepentingan politik atas penerbitan rekomendasi tentang oustsourcing. Menurut dia, fungsi DPR adalah menjalankan fungsi UU agar Pasal 65 dan Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dapat dijalankan oleh perusahaan BUMN.

Justru, menurut dia, anggota DPR yang tidak mendorong perusahaan BUMN menaati hukum bisa dianggap memiliki kepentingan politik. "Yang tidak berteriak ketika UU dibiarkan justru ada kepentingan politik," kata Indra balik menuding.

BACA JUGA: