JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sutiyoso melenggang mulus menuju kursi nomor satu sebagai  Badan Intelijen Negara (BIN). Setelah dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR ia tak menemui hambatan untuk dicalonkan menjadi Kepala BIN. Sepuluh fraksi yang di Komisi I DPR RI secara bulat mendukung Letjen (Purn) Sutiyoso sebagai Kepala BIN. Keputusan tersebut nantinya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR agar disahkan menjadi keputusan DPR.

Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais, mengungkapkan dalam uji kelayakan dan kepatutan tersebut Sutiyoso telah memaparkan berbagai visi dan program-program andalannya untuk memimpin BIN periode mendatang. Salah satu menonjol yang disampaikan mantan gubernur DKI Jakarta tersebut adalah terkait visinya memperkuat BIN dalam menghadapi cyber war.

Menurut Hanafi,  Sutiyoso memberikan penekanan terhadap bidang cyber intelijen. Ini dimaksudkan agar kejadian-kejadian penyadapan yang menimpa presiden dan Kedutaan besar di luar negeri tidak terulang kembali. Begitu juga penanganan terhadap cyber crime bisa ditangani lebih serius. "Ada semacam konsensus kalau memang BIN di masa mendatang lebih serius menggarap cyber intelijen. Ini fokus yang baru dan bagus," ujar politisi Partai Amanat Nasional ini, (30/6).

Hanafi juga menyadari bila program ini akan menimbulkan konsekuensi anggaran yang tidak sedikit bagi BIN ke depan, dan itu akan menjadi perhatian dari Komisi I DPR.  "Kalau memang BIN dimasa mendatang serius menggarap cyber intelijen maka anggaran harus diperhatikan," ujarnya.

Sebelum memasuki ruangan untuk memulai fit and proper test , Sutiyoso sempat mengungkapkan keinginannya untuk memperkuat BIN dari sisi teknologi yang sudah ketinggalan zaman dalam menghadapi cyber war. "Penguatan juga diperlukan dalam hal infrastruktur peralatan yang menjadi bekal bagi agen dan Perlengkapannya yang out of date sehingga ke depan harus membeli perlengkapan super canggih untuk menghadapi cyber war," ujarnya.

BUTUH ANGGARAN BESAR - Namun, meskipun program tersebut bagus, bukan berarti Sutiyoso luput dari kritikan. Hal tersebut datang dari pengamat intelijen Prayitno Ramelan. Sejalan dengan Hanafi, Prayitno juga mengingatkan Sutiyoso bahwa keinginan untuk menangkal penyadapan adalah  keinginan yang tidak mudah dan murah bagi BIN.

Menurut Jenderal purnawirawan Angkatan Udara ini, negara-negara yang melakukan penyadapan terhadap Indonesia merupakan negara besar yang memiliki teknologi tinggi dan sumber daya anggaran yang besar. Sehingga untuk mengimbangi dan mengcounter kegiatan tersebut membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

"Persoalannya selama ini yang menyadap Amerika Serikat dan Australia, anggaran kedua negara untuk urusan penyadapan ini demikian besar. Untuk anggaran tidak resmi saja mencapai $ 52,6 miliar setahun pada 2013," ujarnya kepada gresnews.com.

Prayitno mengaku ragu dengan kemampuan anggaran Indonesia untuk bisa menyaingi kemampuan kedua negara tersebut. Contohnya Amerika Serikat itu, negara sekelas Jerman saja mampu mereka sadap. Belum lagi ada 35 kepala negara lainnya yang juga menjadi korban penyadapan negeri Paman Sam.

"Kita mau mengeluarkan dana seberapa besar untuk mengimbangi dan meng-counter hal tersebut," katanya. Sebab soal teknologi itu pasti terkait dengan anggaran. Bayangkan berapa anggaran BIN, hanya Rp2 triliun mau melawan yang anggaran gelapnya saja $ 52,6 miliar," ujarnya.

Menurut Prayitno, ketimbang membangun sistem baru pertahanan cyber yang kelewat mahal, BIN lebih bijak untuk membuat sebuah sistem yang mengatur agar pejabat-pejabat negara melakukan tindakan pengamanan komunikasi di masing-masing kementerian. Biayanya jauh lebih masuk akal saat ini. "Kalau kegiatan spionase dari negara besar itu berat menangkalnya," ujarnya.

Anggota Tim Analisis Intelijen di intelijen Kementerian Pertahanan ini juga menyarankan agar dalam setahun ke depan BIN lebih focus membantu membenahi perekonomian Indonesia yang tengah terpuruk. "BIN harus mampu membuat sistem pertahanan ekonomi. Untuk menangani masalah ekonomi ini BIN harus memperluas perspektifnya tidak hanya terbatas dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri," ujarnya.

Prayitno juga berpesan agar Sutiyoso mempersiapkan fisiknya dalam menghadapi tugas dan tekanan selama menjabat di BIN. Mengingat usianya yang tidak muda lagi. Dibutuhkan ketahanan fisik dan mental untuk mengelola informasi yang ada.

Menurutnya, di BIN itu informasi tertentu masuk jam 11 malam, lalu analisa sampai jam 1-2 dini hari, baru menunggu keputusan pimpinan dan paginya diserahkan kepada presiden sebagai end user. "Fisik harus dipersiapkan karena tekanan di BIN cukup berat, karena tidak bisa meleset. Pekerjaan BIN itu terstruktur dan teratur, tidak boleh meleng sedikit pun. Orang kalau mulai agak tua ketahanan fisik agak kurang," ujarnya

KOMPETENSI DINILAI KURANG - Sejalan dengan Prayitno, peneliti Imparsial Al Araf juga menganggap usia merupakan salah satu hal yang menjadi tantangan Sutiyoso dalam menjalankan tugasnya. Apalagi menurutnya, kompetensi Sutiyoso sebagai Kepala BIN masih kurang.  "Ini harus diimbangi dengan Wakil Ketua BIN yang lebih baik mengingat keterbatasan yang disebabkan umurnya," ujarnya kepada gresnews.com.

Al Araf menambahkan, Sutiyoso juga harus mampu menjawab berbagai macam tantangan, seperti anggapan komitmenya yang rendah terhadap Hak Azasi Manusia mengingat adanya Kasus 27 Juli. "Harus dijawab dengan cara menyelesaikan kasus Munir, karena dengan demikian akan menjawab bahwa Sutiyoso tidak memahami hak azasi manusia itu tidak benar," ujarnya.

Al Araf juga  mengingatkan Sutiyoso,  untuk lebih giat melakukan konsolidasi ke dalam agar lebih mudah dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai Kepala BIN ke depan mengingat dia bukan berasal dari BIN.  "Saya melihat dia bukan agen dari BIN, yang pasti ada kesulitan untuk melakukan konsolidasi ke dalam," ujarnya.

Dalam hal program, Al Araf menekankan pentingnya Sutiyoso bersiap menghadapi tantangan eksternal terkait dengan kompleksitas dan dinamika ancaman yang ada. "Persoalan terorisme semakin menjadi kompleks," tuturnya.

HARUS IRIT BICARA - Terkait usia dan penerimaan BIN terhadap Sutiyoso, anggota Komisi I DPR  Bachtiar Aly menilai tidak ada masalah dengan usia Sutiyoso. Menurutnya yang penting sebagai Kepala BIN Sutiyoso harus mampu tetap berpikir secara jenih. "Umur 71 tidak penting karena yang penting dia masih clean berpikir, kalau persoalan umur kenapa kita persoalkan Wapres Jusuf Kalla kan dia lebih tua lagi. Jadi kalau soal umur saya rasa tidak akan menganggu lah," ujarnya kepada gresnews.com di Kompleks Gedung DPR.

Bachtiar juga meyakini jika perilaku organisasi di BIN tidak memilih-memilih pemimpin.  Perilaku BIN loyal dan patuh terhadap pimpinan, sehingga siapapun pemimpinya tidak akan menjadi masalah bagi BIN. "Orang BIN itu rumusnya follow the leader jadi tidak akan ada masalah." jelasnya.

Namun politisi Partai Nasdem ini setuju dengan Al Araf soal penanganan kasus terorisme di Indonesia. Menurutnya Sutiyoso harus mampu melakukan dialog Imajiner dengan kelompok-kelompok radikal di Indonesia. Dia harus mampu mendeteksi keberadaan kelompok itu ada dimana. Dan dialog itu tidak harus selalu terbuka, mengajak mereka dialog untuk mengetahui apa keinginan mereka. Hal ini untuk menangani kelompok-kelompok seperti ISIS dan sejenisnya.

Bachtiar Aly juga mengingatkan Sutiyoso, agar ke depan menjaga perilakunya di depan publik. Membedakan dirinya dengan publik figur atau Ketua umum partai politik. Tidak gampang memberikan komentar dan reaksi kepada publik mengingat fungsi utamanya sebagai supporting sistem kepala negara. Sutiyoso juga harus netral dan loyal kepada negara.

Ia juga harus menanggalkan kepentingan kelompok dan kepentingan politik. Sutiyoso juga harus mampu menahan diri sebagai kepala intelijen, harus lebih hemat dalam berkata-kata dan memberikan informasi langsung kepada publik. Dia hanya boleh memberikan informasi kepada presiden karena fungsi dia bagian supporting system dari kepala negara. Dia harus memberikan data dan informasi yang akurat kepada kelapa negara. "Dia tidak boleh setiap hari tampil di media, karena memang harus begitu, kalau tidak, kacau negara kita,"  pungkasnya. (Lukman Al Haries)

BACA JUGA: