JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku telah melaporkan sejumlah calon legislatif (caleg) petahana ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka kuat diduga menggunakan uang ilegal selama kampanye dan pemilu legislatif 2014.

Temuan itu diperoleh melalui pemantauan yang dilakukan PPATK sejak sebelum bergulirnya masa kampanye Pemilu Legislatif 2014, baik melalui kerja sama dengan lembaga lain maupun pengawasan internal PPATK. Dari pemantauan itu, PPATK mengendus modus transaksi para caleg bermacam-macam.

Ada yang diduga menggunakan perputaran uang dari luar negeri, gratifikasi, hingga menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Melalui APBN dan APBD, para caleg ini diduga menyalahgunakan dana bantuan sosial (bansos), hibah, perjalanan dinas, sosialisasi hingga transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan sumbangan atau pengiriman uang yang menyimpang dari ketentuan UU Pemilu.

Menurut Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, caleg petahana menjadi lebih rentan terhadap tindak pidana korupsi (sebagai tindak pidana asal) dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena caleg petahana adalah penyelenggara negara yang dikategorikan sebagai Political Exposed Persons (PEP’s). Mereka digolongkan sebagai high risk customer di penyedia jasa keuangan dan pihak pelapor PPATK lainnya.

"Sudah kami laporkan ke KPK, mereka bakal terus dipantau PPATK hingga KPK menjatuhkan keputusan tetap dan mereka kita beri red plag (tanda khusus),” kata Agus kepada Gresnews.com, Senin (14/4).

Agus berpendapat, caleg yang namanya sudah terlapor di PPATK menjadi perhatian PPATK ketika caleg tersebut terpilih menjadi anggota DPR. Menurut Agus, jika terpilih mereka bisa saja menduduki jabatan kursi wakil rakyat, tapi proses hukum berjalan terus. Kalau terbukti, mereka pasti di-recall, bahkan diberhentikan. "Tapi identitas para caleg dan detailnya belum bisa disebut ke publik sampai para caleg ini ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK," ujarnya.

Ia mengaku, PPATK sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan KPK yang tergabung dalam gugus tugas dan informasi pemilu.

Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Faridz, ketentuan politik uang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pileg). Sedangkan implikasi pelanggaran politik uang tertuang dalam Pasal 220 Ayat (1): ‘Penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota; atau d. terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota bisa dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan terbukti melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang," ujarnya beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: