JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Golkar Versi Munas Ancol, Yorrys Raweyai mempercayakan keabsahan hasil munas pada Mahkamah Partai Golkar. Walaupun yakin dimenangkan namun jika kalah dapat menerima putusan dengan lapang dada.

Menurutnya kendati dapat saja mengajukan kasasi namun hal tersebut tidak akan dipilihnya. Lantaran bila mengajukan kasasi dapat memakan waktu penyelesaian lebih lama lagi. Padahal, keputusan Mahkamah Partai menjadi  rekomendasi yang dikirim ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk memberikan surat tentang legitimasi parpol.

"Yang berkeberatan boleh mengajukan kasasi atau PTUN, tetapi hasil putusan hari ini bersifat final dan mengikat untuk dijadikan rekomendasi," katanya di DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (03/3).

Namun, terkait putusan partai ia berharap apapun putusannya kedua belah pihak baik kubu Munas Ancol maupun Munas Bali dapat menerimanya secara bersama. "Dari kubu Munas Bali mengatakan lebih baik diselesaikan melalui hukum, sehingga digugat ke Jakbar, tapi menurut kami, bicara hukum, menang atau kalah akan jadi persoalan baru," katanya.

Yoryys mengaku optimis kubunya dimenangkan, sebab kubu Munas Ancol menjadikan UU parpol sebagai acuan. UU Parpol itulah yang menjadikan keyakinan kubu Ancol semakin kuat, karena Mahkamah Partai hanya memutuskan Munas yang sah berdasar Anggaran Dasar (AD)/ Anggaran Rumah Tangga (ART).

Apalagi jika melihat Munas Bali penuh dengan intimidasi dan tindakan bertentangan dengan pemecatan, pergantian tanpa dasar, dan rekayasa proses demokratisasi Munas maka keyakinan itu semakin bertambah. "Jadi jika dikatakan yang sah adalah Ancol maka Agung yang leading rekonsiliasi," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali, Theo L Sambuaga mempertanyakan kewenangan Mahkamah Partai Golkar dalam menyidangkan dualisme partai. Pasalnya, beberapa majelis tidak bisa disidangkan karena mengikuti jabatan di salah satu kubu atau di pemerintahan, juga diberhentikan dari DPP.

"Hakim ini terbelah, sekarang malah mampu bersidang, padahal sebelumnya mengatakan tidak mampu. Inkonsistensi Mahkamah Partai menimbukan banyak pertanyaan," katanya beberapa waktu lalu.

Akibat inkonsistensi tersebut, Mahkamah Partai seharusnya tidak bisa menyidangkan perkara, dan tetap dikembalikan ke pengadilan. "Sesuai dengan Undang-Undang Partai Politik jika perselisihan tidak bisa diselesaikan di Mahkamah Partai maka dilanjutkan ke pengadilan," katanya.

Sementara itu, menjelang sidang pembacaan putusan Mahkamah Partai, penjagaan di Kantor DPP Partai Golkar diperketat. Ratusan personel Polres Metro Jakarta Barat dan Polda Metro Jaya tampak berjaga-jaga di sekitar lokasi. Sengketa kepengurusan di tubuh Golkar berawal dari perdebatan waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar. Kubu yang berseberangan dengan Aburizal Bakrie menuding penetapan waktu munas tidak demokratis dan merupakan skenario memenangkan calon tertentu secara aklamasi.

Rapat pleno penentuan waktu Munas IX, yang digelar di Kantor DPP Partai Golkar pada 24-25 November 2014, diwarnai kericuhan. Pada 25 November 2014, kericuhan melebar dan memicu keributan dua kelompok pemuda yang mengklaim sebagai organisasi sayap Partai Golkar. Golkar pun terbelah dua.

Kubu pertama menyelenggarakan Munas IX di Bali pada 30 November - 4 Desember 2014 dan menetapkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum serta Idrus Marham sebagai sekretaris jenderal. Adapun kelompok kedua menggelar Munas IX pada 6-8 Desember 2014 di Jakarta dan menetapkan Agung Laksono sebagai ketua umum serta Zainuddin Amali sebagai sekretaris jenderal. Masing-masing kubu mengklaim sebagai pengurus yang sah dari penyelenggaraan munas yang demokratis. Kubu Agung bahkan menempati sepenuhnya Kantor DPP Golkar untuk menjalankan agenda kepartaian.

Masalah berlanjut karena kedua kubu mengajukan gugatan. Agung dan kawan-kawan mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan kubu Aburizal mengajukan gugatan melalui PN Jakarta Barat. Pengadilan mengeluarkan putusan yang sama, yakni mengembalikan permasalahan Golkar agar diselesaikan melalui mekanisme internal.

Setelah keluar putusan tersebut, kubu Agung langsung melayangkan gugatan pada Mahkamah Partai Golkar. Pihak yang digugat adalah Aburizal Bakrie, Idrus Marham, Nurdin Halid, dan Ahmadi Noor Supit.

Majelis Mahkamah Partai dipimpin oleh Muladi, dengan anggota HAS Natabaya, Djasri Marin, dan Andi Mattalatta. Kubu Aburizal sempat menolak mengikuti sidang, meski akhirnya memenuhi agenda persidangan pada 25 Februari 2015 untuk memberikan pembelaan terkait tudingan kubu Agung. Persidangan pada hari itu berjalan kondusif. Adu argumentasi antar-kedua kubu tidak menimbulkan potensi kericuhan.

Majelis Mahkamah Partai berjanji akan mengambil putusan secara fair dengan mempertimbangkan keterangan saksi beserta bukti yang diajukan. Kedua kubu juga telah memiliki komitmen untuk menghormati proses persidangan dan putusan majelis Mahkamah Partai. Idrus Marham mengatakan, putusan tersebut akan dihormati selama melalui proses yang adil dan untuk menjaga kebesaran Golkar.

 

 

BACA JUGA: