JAKARTA, GRESNEWS.COM - Proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letnan Jenderal Purnawirawan Sutiyoso berlangsung mulus. Prosesi yang berjalan sejak pukul 11.00 WIB, Selasa (30/6), itu tak banyak mengalami perdebatan berarti.

Sutiyoso sendiri, sebelum acara dimulai, menyatakan, dia akan fokus menjawab tantangan terkait masalah intelijen di bidang ekonomi. "Prinsipnya kita fokus pada ekonomi, karena sebelum membenahi aspek yang lain, ini kunci," kata Sutiyoso di Gedung DPR, Selasa (30/6).

Ketika ditanyakan mengenai visi-misinya di bidang ekonomi jika menjabat sebagai orang nomor satu di intelijen, Sutiyoso hanya menjawab singkat. "Pokoknya persoalan ekonomi, salah satu dari paparan yang akan saya paparkan kepada Komisi I," ungkapnya sambil tersenyum.

Selain itu, Sutiyoso juga mengaku akan menjelaskan soal perkembangan dunia intelijen terkini yang juga menyangkut teknologi canggih yaitu masalah intelijen cyber, cyber war dan kejahatan dunia maya lainnya seperti peretasan atau pencurian data.

Nah untuk urusan yang belakangan ini, memang banyak yang meragukan kemampuan dan kapasitas Sutiyoso. Alasannya, meski Sutiyoso merupakan perwira tinggi yang banyak makan asam garam di dunia intelijen, usianya disinyalir terlalu tua untuk memimpin lembaga yang kini dipenuhi tantangan yang serba berhubungan dengan teknologi dan perangkat serba canggih.

Sutiyoso adalah perwira militer yang banyak berkecimpung di komando pasukan khusus (kopassus). Di akhir karirnya, dia lebih banyak menjabat sebagai pimpinan teritorial yaitu menjadi Pangdam V Jakarta Raya dan kemudian Gubernur DKI Jakarta selama dua periode, sejak 1997 hingga 2007.

INTEL GAEK VS TANTANGAN MODERN - Wakil Ketua Fraksi PAN Hanafi Rais mengatakan, Fraksi PAN akan fokus bertanya kepada Sutiyoso terkait ancaman intelijen cyber, ancaman terorisme dan intelijen ekonomi yang akan dihadapi BIN ke depan.

"Karena ketiga hal itu merupakan hal yang baru dan kami ingin mendapat pandangan dari Sutiyoso yang memiliki rekam jejak pengalaman diberbagai instansi pemeritah maupun militer," kata Hanafi.

Dia menegaskan, Fraksi PAN ingin mengetahui taktik dan strategi Sutiyoso, dalam menerapkan cara dan pola pikir strategis mengatasi dan membaca persoalan ekonomi multi global terlebih kita kita akan menghadapi MEA.

Terkait soal ini, kata Hanafi, perang di masa depan memang tak lagi bersifat konvensional, namun perang melalui teknologi yakni cyber war seperti masalah pencurian data, peretasan dan lain-lain. Contoh paling nyatanya adalah ketika serangkaian pembicaraan rahasia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu, bocor akibat disadap intelijen Australia.

Belum lagi soal pemanfaatan medium internet untuk menyebarkan ideologi-ideologi radikal. "Kita perlu aware bahkan jadi prioritas sehingga era spionase tidak lagi konvensional. Kapasitas Kepala BIN, aware dan cakap menggunakan informasi dan teknologi sudah jadi keharusan," katanya.

Hal serupa juga ditegaskan mantan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Dia mengatakan, PR (pekerjaan rumah) terbesar dunia intelijen saat ini adalah informasi dan teknologi. "Ini harus dibenahi oleh Kepala BIN yang baru, supaya kita tidak tertinggal jauh dengan negara lain termasuk memutakhirkan peralatan baru," ujarnya.

Pengamat intelijen Wawan Purwanto juga menilai, tantangan yang bakal dihadapi Sutiyoso ke depan sangat rumit, khususnya dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Wawan mengatakan, BIN juga siap bekerja keras, menghadapi masalah perbatasan, sudah menjadi rahasia umum agen asing melakukan propaganda di daerah pinggiran perbatasan untuk melakukan gerakan perlawanan.

Lebih lanjut Wawan berpandangan peralatan pertahanan dan keamanan perlu diremajakan. Dengan begitu nantinya informasi yang didapat BIN tak lagi keliru. Dan akhirnya pengambilan kebijakan demi menjaga kedaulatan negara tidak meleset.

Nah, yang jadi pertanyaan, sanggupkah Sutiyoso yang kini telah berusia 70 tahun, beradaptasi dengan dunia yang sudah berubah dengan sedemikian cepat?

DPR RAGU - Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya mengatakan, sosok Sutiyoso memang cukup dikenal di dunia intelijen. Namun, kata dia, latar belakang Bang Yos yang berasal dari partai politik membuka pertanyaan terkait profesionalitasnya di bidang tersebut untuk saat ini.

"Bagaimana kesiapan dari Pak Sutiyoso dalam memimpin suatu keadaan yang sangat strategis terutama dalam menjadi lini terdepan mengantisipasi ancaman yang akan dihadapi BIN sebagai amanat UU?" tanya Tantowi.

Menurut Tantowi, ada dua tantangan besar di bidang intelijen saat ini yaitu ancaman terhadap ideologi dan ekonomi. Bang Yos harus memiliki strategi untuk menghadapinya. "Pertama, ancaman terhadap ideologi. Korelasinya akan berujung kepada keutuhan NKRI seperti paham radikalisme dan paham lain yang ingin gantikan eksistensi pancasila dan UUD 1945," jelas Tantowi.

Yang kedua adalah ancaman ekonomi. Menurut Tantowi, investasi yang masuk ke RI pasti memiliki agenda-agenda tertentu yang perlu didalami. "Setiap investasi turn over dalam pengawasan mungkin tidak diikuti agenda. Agenda itu yang harus diinvestasi BIN. Kami akan dengar bagaimana Sutiyoso antisipasi itu," ujar Tantowi.

Keraguan serupa juga menghinggapi Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin. Dia menilai, Sutiyoso terlalu tua untuk menggantikan Marciano Norman memimpin BIN.

TB Hasanuddin menilai, tugas terberat Sutiyoso dalam memimpin BIN nanti adalah mengubah pola pikir tentang kerja intelijen agar menjadi lebih rapi dan tersembunyi dalam mempertahankan Tanah Air.

Meski begitu, Hasanuddin pasrah terhadap kandidat pilihan Jokowi tersebut. "Ya sudah itu keputusan Presiden, mau apa lagi. Saya hanya mengatakan, apa kata kader PDI Perjuangan yang lain kalau Sutiyoso dipilih," ujar dia.

SUTIYOSO MENJAWAB KERAGUAN - Dalam proses fit and proper test di DPR, Sutiyoso sendiri berupaya menjawab berbagai keraguan itu. Terkait masalah terorisme dan separatisme di era modern ini, Sutiyoso mengakui, hal itu memang mudah tersebar. Salah satu penyebabnya adalah kemajuan teknologi informasi yang memudahkan berbagai kalangan mengakses dunia maya.

"Dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, maka ajaran terorisme dan ideologi ekstrem akan semakin mudah memengaruhi generasi kita, terutama generasi muda yang tidak memahami dan mengamalkan Pancasila," kata Sutiyoso.

Dia kemudian memberikan contoh terkait Negara Islam di Irak dan Suriah atau lebih dikenal dengan sebutan ISIS. Paham ISIS yang radikal cepat menyebar melalui berbagai website terutama ke kalangan anak muda.

"Bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi keutuhan, keamanan, dan kepentingan nasional Indonesia saat ini semakin kompleks, bersifat asimetris, dan tidak terpola," kata Bang Yos.

Untuk mengantisipasi terus berkembangnya ajaran terorisme dan separatisme melalui dunia maya ini, Sutiyoso mengusulkan modernisasi alat-alat intelijen. Sutiyoso juga menilai alat-alat intelijen di Indonesia saat ini masih kalah dibandingkan negara-negara lain.

"Pengamanan terhadap informasi melalui dunia maya serta perang telekomunikasi dan cyber relatif masih lemah. Hal ini perlu diwaspadai," ujar mantan Pangdam Jaya itu.

MINIM ISU HAM - Selain soal usia Sutiyoso yang diragukan untuk menjawab tantangan intelijen modern, ada satu hal yang patut disayangkan dalam fit and proper test calon Kepala BIN ini, yaitu minimnya pertanyaan terkait isu hak asasi manusia.

Wakil Kordinator Kontras Chris Biantoro mengatakan, seharusnya dosa pelanggaran HAM Sutiyoso bisa dibongkar DPR. Dia pun menegaskan, dosa-dosa masa lalu Sutiyoso di masa Orde Baru (Orba) wajib diungkap ke publik dalam proses fit and proper test di DPR.

"Misalnya kasus 27 Juli 1996 tidak pernah dijelaskan sebenarnya sejauh mana pertanggungjawaban Sutiyoso. Sementara, menurut Tim Pencari Fakta (TPF) 27 Juli menemukan ada indikasi Sutiyoso terlibat secara komando," ungkap Chris dihubungi Gresnews.com, Selasa (30/6).

Dosa atau pelanggaran masa lalu tersebut, kata Chris, dapat menjadi celah dan bukti baru untuk mengungkap kasus HAM yang belum tuntas. Kemudian, Ia menilai, agenda fit and proper test calon di DPR kali kini sebagai momentum strategis membuka pengakuan dan insiden masa lalu yang sebenarnya.

Tanpa itu, lanjut Chris, pandangan publik bahwa DPR sebagai ladang politik tetap terus melekat. Bahkan, publik pun akan menuding, seleksi Parlemen hingga kini tidak berbasis pada mekanisme pemilihan calon yang bersih dan berintegritas.

"Sebenarnya pengakuan itu dijawab dalam fit and proper test, kalau tidak, parlemen hanya jadi stempel politik karena
menempatkan orang yang bermasalah," tegasnya.

Selain itu, ada kekhawatiran lain seandainya pelaku pelanggaran HAM menduduki jabatan politik tertentu. Sebab, dikhawatirkan segala bentuk kebijakan yang diambil bersifat abuse of power atau berorientasi pada kepentingan politik golongan tertentu.

Namun, melihat gerak-gerik Parlemen, Kontras tampaknya punya prediksi tersendiri soal putusan kepala BIN nantinya. Alasan tersebut diperkuat dengan faktor pencalonan tunggal Sutiyoso yang secara otomatis dipastikan bakal melenggang bebas menuju kursi tertinggi BIN.

Sebelumnya, melalui pesan singkat kepada Gresnews.com, Kordinator Kontras Haris Azhar mengkritik sikap Jokowi dalam pencalonan tersangka sebagai pimpinan intelijen. Bahkan, pemilihan Sutiyoso diklaim beraroma politis dan merupakan bentuk balas budi.

"Sikap Jokowi tersebut sebagai bukti ketidakseriusan presiden dalam penataan sektor kemanan nasional," tulisnya dalam pesan singkat kepada Gresnews.com beberapa waktu lalu.

PDIP HINDARI ISU HAM - Harapan Kontras agar DPR membahas isu HAM terkait Sutiyoso memang sepertinya bakal sia-sia. Pasalnya Fraksi PDI Perjuangan di DPR sudah menegaskan untuk tidak bertanya mengenai peristiwa penyerangan ke Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996, saat uji kepatutan dan kelayakan Sutiyoso sebagai calon Kepala BIN.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P Pramono Anung mengatakan, dugaan mengenai keterlibatan Sutiyoso dalam kasus penyerangan itu hanya dijadikan catatan oleh Fraksi PDI-P. "Hanya menjadi catatan, tidak secara khusus ditanyakan. PDI-P lebih menanyakan masalah di Papua," kata Pramono di sela-sela pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan yang tengah di hentikan sementara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/6).

Hal serupa disampaikan anggota Komisi I dari PDI-P lainnya, TB Hasanuddin. Menurut dia, peristiwa yang dikenal dengan sebutan kudatuli itu biar diselesaikan oleh DPP PDI-P.

"Ada memori kolektif soal kudatuli itu jadi catatan. Tapi saya tidak minta Sutiyoso menjelaskan, biar diselesaikan DPP saja supaya tak berlarut larut dan menimbulkan prokontra," ucapnya. (Agung Nugraha/dtc)

BACA JUGA: