JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo telah membebaskan wartawan untuk bisa meliput di Papua. Namun izin yang diberikan Jokowi ini dikhawatirkan disalahgunakan pihak tertentu dengan membawa kepentingannya untuk mengacaukan keamanan di Papua yang bisa berujung pada terjadinya disintegrasi. Karena itu menurut  Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, wartawan asing yang meliput ke Indonesia, khususnya Papua, harus diwaspadai.

Tedjo menyatakan kekhawatirannya, ada wartawan asing yang datang untuk kepentingan kelompok tertentu. "(Wartawan asing) Ada dua kelompok. Ada yang memang tulus akan meliput Papua apa adanya. Ada juga yang membawa kepentingan-kepentingan tertentu. Yang membawa kepentingan-kepentingan tertentu inilah yang harus kita waspadai. Aparat BIN kita akan memantau mereka," kata Tedjo di Jakarta, Selasa (26/5).

Karena itu, lanjut Tedjo, pihak intelijen Indonesia melakukan pemantauan khusus terhadap wartawan asing yang ingin masuk ke Papua. Namun bagi dia, hal itu tidak perlu menjadi suatu kerisauan bagi wartawan asing yang memang ingin berniat baik.

"Tentu ada pantauan dari intelijen ada. Sehingga kita bisa pantau lebih ketat lagi orang yang demikian. Tapi mereka yang memantau apa adanya ya silahkan saja, nggak ada masalah," jelas Tedjo.

Tedjo mengatakan, intelijen Indonesia memang mengantongi data-data jurnalis asing yang masuk ke Indonesia. Namun data itu tentunya tidak perlu dibuka ke publik Tedjo mengatakan, meskipun Presiden Joko Widodo membuka akses Papua untuk jurnalis asing, hal itu bukan berarti tak ada batasan. Katanya, ada berbagai peraturan yang harus dipenuhi demi kebaikan Indonesia sendiri di mata internasional.

Tedjo pun kemudian membuka cerita alasan di balik kenapa Jokowi membuka akses Papua bagi jurnalis asing. "(Ada) Wartawan asing ini di luar justru memberitakan sesuatu yang merugikan indonesia. Seolah-olah itu memang masih sering terjadi di sana. Apa yang terjadi di Inggris beberapa waktu lalu mereka mendemo dan membawa gambar, seolah-olah pelanggaran HAM masih terjadi di Papua. Tapi itu adalah gambar-gambar lama yang dimuat oleh mereka. Sehingga itu dipandang merugikan Indonesia," kata Tedjo.

"Sehingga Pak Jokowi menginginkan, Marilah Papua kita bangun, kita kurangi pendekatan keamanan kita kepada kesejahteraan dan pembangunan. Kita buka Papua ini terhadap pemberitaan sehingga tidak ada lagi pemberitaan miring terhadap Papua," lanjut Tedjo memaparkan.

Tedjo berharap, dengan dibukanya akses ke Papua, para wartawan asing akan melihat bahwa Papua tidak seperti yang selama ini sering diberitakan negatif di dunia internasional. "Wartawan asing ini akan melihat di Papua tidak seperti yang dibayangkan, ketertinggalan, kemiskinan. Yang digambarkan selalu orang-orang pegunungan yang masih berkoteka. Tapi ternyata kemajuan di sana tidak pernah di beritakan," ucap Tedjo.

"Hal inilah yang membuka keinginan Pak Presiden untuk membuka masalah Papua ini ke dunia internasional. Sehingga stigma Papua ini daerah konflik, pelanggaran HAM, tidak dibangun, ketertinggalan, itu akan pupus dengan dibukanya Papua," sambung purnawirawan TNI berpangkat laksamana ini Lanjut Tedjo, pemerintah berharap kepada para jurnalis asing agar membuat pemberitaan yang berimbang sesuai fakta. Jangan melulu berita berdasarkan ´bad news is a good news´, tapi buatlah juga berita-berita mengenai pembangunan di Papua.

"Kalau ada pembangunan yang bagus, diberitakan. Jangan selalu distigmakan di sana (Papua) ada pelanggaran HAM. Sekarang tidak ada lagi pelanggaran HAM. Jangan diarahkan ke HAM terus. Ini yang diharapkan Pak Jokowi-JK sehingga nama Indonesia lebih baik," tukas Tedjo menegaskan.

Meski jurnalis asing dibebaskan ke Papua, namun Tedjo menegaskan para kuli tinta ini haruslah mengikuti peraturan yang diterapkan pemerintah, yakni memenuhi persyaratan dan melewati clearing house. Di antaranya harus ada surat pengajuan permohonan peliputan, termasuk adanya surat keterangan resmi dari perusahaan media.

Para jurnalis asing ini, menurut Tedjo, juga akan diawasi dan dikawal saat melakukan peliputan di Papua. Hal ini katanya jangan dipandang jelek, namun semata-mata untuk keamanan para jurnalis itu sendiri.

"Masalah clearing house bukan itu lagi namanya sekarang , karena kesannya menakutkan, intelejen, seperti itu. Mungkin namanya tim monitor. Supaya kita bisa monitor kemana sih wartawan ini. Kalau itu daerah berbahaya kita akan memantau mereka. Clearing house itu tidak menakutkan sebenarnya. Kita tidak memata-matai, tapi kita pantau mereka kemana, kegiatan apa dan sebagainya," jelas Tedjo.

Sebelumnya, OPM pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo menantang perang secara terbuka terhadap TNI dan Polri serta masyarakat non-Papua. Kelompok teroris yang bermarkas di Lany Jaya, Papua ini menegaskan perjuangan Papua Merdeka tetap menjadi harga mati, mereka pun menolak segala bentuk dialog yang ditawarkan.

"Mulai sekarang kami nyatakan perang revolusi total dari Sorong hingga Merauke, yakni perang secara terbuka terhadap semua orang Indonesia yang ada di tanah Papua," kata Enden Wanimbo, Jumat (22/5).

Ia juga menampik pernyataan Jokowi yang mengklarifikasi bahwa Papua sudah aman. Guna mendukung aksi perang terbuka, kelompok Enden kini sudah mengumpulkan berbagai senjata dan amunisi. "Persenjataan sudah kami persiapkan untuk melancarkan perang terbuka," katanya.

Hal senada dikatakan Puron Wenda, komando OPM, kata dia, telah siap perang. "Kami tak mau dialog yang diatur-atur Indonesia yang suka tipu-tipu," ujarnya.

Dalam perang terbuka atau yang dinamakan revolusi total dari Sabang sampai Merauke, kelompok OPM Puron Wenda dan Enden Wanimbo berupaya mengusir segala hal yang berafiliasi dengan Indonesia dari tanah Papua. "Pengusaha, buruh bangunan, pegawai negeri orang Indonesia akan diusir, bukan hanya tentara atau polisi," katanya.

Puron mengklaim semua gerakan mereka adalah gerakan politik untuk kemerdekaan Papua. Dia menolak tegas disebut sebagai kelompok kriminal, kelompok pengacau, kelompok kecil, atau istilah lain yang serupa. Mereka meenyebut dirinya pejuang kemerdekaan Papua.

Enden Wanimbo juga mengajak wartawan asing untuk masuk ke Papua guna menyaksikan secara langsung aksi yang akan mereka lancarkan. "Wartawan internasional dan nasional harus diberi kebebasan untuk melakukan peliputan di Papua," katanya. (dtc)

BACA JUGA: