JAKARTA, GRESNEWS.COM - Politisi Partai Golkar, Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto), mengklaim sejumlah kader daerah menginginkan keluarga mantan Presiden Soeharto (Cendana) mengambil alih Partai Golkar untuk menyudahi konflik internal. Keinginan pengurus Golkar di beberapa daerah itu dilatarbelakangi rasa prihatin melihat dualisme kepengurusan yang terus berlanjut. Dengan menyerahkan kepemimpinan Golkar kepada keluarga Cendana, lanjut Titiek, diharapkan bisa menyatukan kembali semua kader Golkar.

"Ada daerah yang mengatakan agar Golkar diambil oleh keluarga Pak Harto (Soeharto)," kata Titik kepada wartawan di Komplek DPR/MPR, Jakarta, Senayan, Kamis (23/4).

Namun ia enggan menyebut daerah mana saja permintaan itu muncul. Sebaliknya, keluarga Cendana juga tidak mengiyakan atau menolak permintaan itu.

Hanya saja, ia menginginkan ada figur yang mewakili keluarga Cendana jika Munas Luar Biasa digelar pada 2015, atau Munas tahun 2016 sesuai amanat Mahkamah Partai Golkar (MPG). Akan tetapi, ia juga tidak memastikan siapa kelak yang akan maju mewakili keluarga Cendana sebagai calon ketua umum Golkar.

Bagi Titiek, seluruh kader Golkar adalah saudara. Polemik yang terjadi belakangan, menurut dia, disebabkan adanya oknum di luar partai yang memanfaatkan konflik Golkar untuk kepentingan sendiri.

Titiek Soeharto adalah anak keempat Presiden Soeharto. Kejayaan Golongan Karya (Golkar) ditangan Soeharto diawali Pemilu 1971 yang tampil sebagai pemenang. Kemenangan ini berlanjut pada Pemilu-Pemilu pemerintahan Orde Baru berikutnya, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Setelah pemerintahan Soeharto tumbang ditahun 1998, dan reformasi bergulir, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar.

Dan sejak Pemilu 1999 yang diselenggarakan Presiden Habibie, perolehan suara Golkar menjadi peringkat kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kondisi ini terus berulang hingga Pemilu 2014 yang berujung ketikpercayaan terhadap kepemimpinan Ical. Hal ini selanjutnya memunculkan dualisme kepengurusan Golkar.

Kepengurusan kubu Ical dan Kepengurusan kubu Agung Laksono. Hingga saat ini konflik internal Golkar itu belum juga berakhir, masih ada berproses di pengadilan. Konflik dua kepengurusan itu masih bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait gugatan Ical atas Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly terkait pengesahan kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono. SK ini oleh putusan selam PTUN ditunda pemberlakuannya sampai ada putusan tetap atau penetapan lain yang mencabut putusan itu.

Konflik juga tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait tudingan kubu Aburizal Bakrie (Ical) atas pelaksanaan Munas Ancol pimpinan Agung dengan menggunakan dokumen dan surat mandat palsu. Bahkan perseteruan ini juga berimbas ke Fraksi Golkar di DPR RI. Kubu Agung Laksono maupun kubu Aburizal Bakrie sama-sama mengklaim sebagai pimpinan fraksi yang sah. Mereka juga saling melaporkan ke Mabes Polri.

BACA JUGA: