JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pemilihan menteri dan orang-orang dekat yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai menyimpang dari semangat revolusi mental yang dulu didengungkan pasangan ini. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, Jokowi dalam memilih orang-orang dekatnya, mulai mengabaikan esensi revolusi mental.

Hal itu, kata Neta, terlihat dari diangkatnya Brigjen TNI Andika Perkasa sebagai Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) yang notabene menantu Hendropriyono. Kemudian diangkatnya menantu Luhut Panjaitan, yakni Kolonel Infanteri Maruli Simanjuntak sebagai Komandan Grup A (Dan Grup A) Paspampres.

"Hendropriyono dan Luhut adalah tim sukses Jokowi. Sepertinya ada upaya balas jasa yang dilakukan Jokowi terhadap kedua jenderal purnawirawan itu," jelasnya dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Kamis (23/10).
 
Padahal sebelumnya, menurut Neta, Jokowi menekankan konsep politiknya adalah koalisi tanpa kompensasi atau balas jasa. IPW berharap ke depan, dalam menyusun kabinetnya, Jokowi konsisten dengan cita-cita Revolusi Mental. Sehingga tidak terjebak pada nepotisme dan upaya balas jasa. Dengan demikian Jokowi bisa membangun kabinet yang profesional. Konsep bekerja untuk bekerja bisa berjalan efektif dan maksimal.

Dia mengatakan, esensi dari Revolusi Mental adalah penegakan supremasi hukum, perbaikan birokrasi, pemberantasan korupsi, bebas kolusi maupun nepotisme dan lainnya. "Sayangnya Jokowi mulai mengabaikan esensi revolusi mental tersebut," kata Neta.

Terkait pemilihan menteri, Ketua Kebijakan Publik Partai Bulan Bintang (PBB) Teddy Gusnaidi mengatakan, secara normatif presiden memang memiliki hak prerogatif untuk menentukannya. Hal itu diatur dalam UUD 1945 Pasal 17 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3). Pasal itu berbunyi: "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara (ayat 1). Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden (ayat 2). Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (ayat 3)".

Hak tersebut kemudian juga dijabarkan dalam Pasal 15 UU Nomor 38 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Di dalamnya diatur, presiden boleh membentuk paling banyak 34 kementerian. Karena itu, Teddy berpendapat, sangat aneh ketika Jokowi baru pada H-2 dari tanggal pelantikan menerima data tentang menteri-menterinya, dan selanjutnya masih meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk ikut menyeleksinya.
 
Teddy menengarai, hal tersebut justru akan menimbulkan celah lobi dan transaksi untuk mengamini atau mengamankan keputusan kedepan. Ini, kata dia, bisa saja terjadi. Orang-orang yang memiliki kapasitas menjalankan program Jokowi akhirnya diganti dengan calon atau ´bonekanya´ orang-orang yang punya tujuan mengamankan kepentingan pribadinya.
 
"Mudah-mudahan Pak Jokowi segera menumumkan kabinet dengan calon-calon yang murni dari hasil pengamatan dan penilaiannya sendiri. Bukan yang sekarang," tegasnya kepada Gresnews.com, Kamis (23/10).

Jokowi tidak perlu takut karena suara seorang presiden dan suara seluruh anggota DPR sama nilainya. "Penentuan menteri-menteri adalah hak preogratif presiden untuk memilih orang-orang yang akan duduk di dalam kabinet dan bisa diajak kerjasama untuk mensukseskan program-programnya," kata Teddy.

Menurut Teddy,  setiap orang memang punya hak juga untuk memberi nama, memberi usul atau membuat wacana, baik diminta ataupun tidak oleh presiden. Tapi hasil akhirnya tetap ditangan presiden. Yang lain hanya membantu memberikan informasi saja. "Persoalannya, lanjutnya, apakah Presiden Joko Widodo mampu untuk tidak tunduk pada tekanan-tekanan koalisi partai politik pengusungnya dalam menyusun kabinet?" ujarnya.
 
Terkait pengangkatan Andika dan Maruli, sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko meminta masyarakat tidak lagi menanyakan dan mempersoalkan hal itu. Menurut Moeldoko, pengangkatan Andika dan Maruli merupakan keputusannya selaku Panglima TNI. "Ini keputusan saya," kata Moeldoko kepada wartawan di Markas Komando Paspampres, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (22/10) kemarin.

BACA JUGA: