JAKARTA, GRESNEWS.COM - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih menganggap putusan pemecatan salah satu kadernya, Fahri Hamzah sudah menjadi keputusan final partai. Walaupun putusan pemecatan itu telah dibatalkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, PKS masih mengenyampingkan putusan tersebut.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Pancasila Muhammad Rullyandi, Sabtu, (17/12), menyatakan putusan hakim PN Jakarta Selatan merupakan putusan yang sangat kuat. Bahkan dengan putusan provisi itu pun PKS tidak bisa mengelak untuk mematuhi putusan tersebut.

"Dengan dikabulkannya provisi maka secara yuridis DPP partai PKS wajib tunduk terhadap putusan pengadilan tersebut," kata Rully kepada gresnews.com melalui pesan singkatnya.

Lebih jauh dia menambahkan, putusan hakim soal perkara Fahri Hamzah itu sejalan dengan semangat undang-undang partai politik. Menurutnya, partai politik tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada internal partai politik. Sehingga kehadiran pemerintah dalam penyelesaian sengketa partai politik dinilai bisa memberikan prinsip imparsial dalam penyelesaiannya.

Rully juga menilai tindakan PKS yang bersikukuh menganggap pemecatan Fahri tak bisa diubah merupakan pembangkangan terhadap prinsip hukum dalam negara hukum seperti Indonesia.

"Ini kontra produktif dengan nilai-nilai rechtstaat atau negara hukum," tukas Rully.

Padahal dalam putusan hakim telah menyatakan tidak sah atau batal demi hukum putusan Tergugat II terkait pemberhentian Penggugat dari semua jenjang keanggotaan partai. Selain itu amar putusan dalam perkara konflik antara Fahri Hamzah dan petinggi PKS menguatkan putusan provisi yang telah diputuskan pada awal persidangan Maret lalu. "Menguatkan putusan provisi," kata Made Sutrisna dalam amar putusannya beberapa waktu lalu.

Hakim dalam pertimbangannya, menganggap posisi majelis tahkim yang memutuskan pemecatan terhadap Fahri Hamzah dinilai tidak sah. Karena majelis tahkim memutuskan pemecatan yang pada dasarnya majelis tahkim sendiri belum memiliki pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan alasan itu, hakim menyatakan kebijakan yang dikeluarkan oleh majelis tahkim tidak mengikat secara hukum.

Gugatan Nomor214/pdt.15/2016/PN.Jkt.Sel merupakan gugatan perdata terkait dengan pemecatan Fahri dari semua jenjang keanggotaan melalui SK Nomor 463/SKEP/DPP-PKS/1437 tanggal 1 April 2016. Fahri menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan Perdata karena menganggap surat pemecatannya tidak melalui prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik internal partai yang telah diatur melalui AD-ART Partai PKS.

Fahri menggugat beberapa petinggi PKS yang ikut andil dalam pemecatannya. Mereka adalah Presiden DPP PKS cq Sohibul Iman Presiden Partai PKS. Tergugat II, Muhammad Hidayat Nur Wahid, Surahman Hidayat , Sohibul Iman, Abdi Suamithi selaku ketua dan anggota majelis tahkim. Sedangkan tergugat III, Abdul Muis Saadih Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO).

BERHARAP SELESAI - Penasihat hukum Fahri Hamzah Jamil Burhanuddin menegaskan bahwa PKS tak bisa mengelak untuk tunduk pada putusan hakim meskipun PKS tetap mengajukan upaya banding. Menurutnya putusan hakim dengan adanya menguat putusan provisi membuat langkah PKS tidak bisa melaksanakan pemecatan Fahri Hamzah.

"Itu dikunci dengan putusan provisi juga," ungkapnya.

Penasehat hukum Fahri Hamzah lainnya, Mujahid A. Latief mengapresiasi putusan majelis hakim. Dia berharap, putusan majelis hakim bisa mengakhiri konflik internal yang telah berlarut-larut antara Fahri Hamzah dengan beberapa elit Partai PKS.

Lebih jauh dia menganggap, sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi proses rule of law, keputusan hakim mestinya menjadi babak penutup agar konflik tidak lagi dilanjutkan. Pasalnya, hakim telah memutuskan konflik internal PKS tersebut.

"Kami berharap dengan adanya putusan majelis hari ini mengakhiri sengketa antara Pak Fahri dengan PKS. Bagaimana pun putusan pengadilan harus ditaati oleh semua pihak," ujar Mujahid.

BACA JUGA: