JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengangkatan kembali Ignasius Jonan sebagai menteri ESDM dan Archandra Tahar sebagai wakil menteri (Wamen) ESDM menyisakan kontroversi. Pasalnya, baik Jonan maupun Archandra dinilai memiliki catatan buruk dalam kinerja dan bermasalah.

Kendati status dwi kewarganegaraan Archandra yang sempat menjadi masalah, kini sudah terselesaikan. Namun kasus tersebut menjadi catatan tersendiri bagi Archandra. Begitu pula dengan Ignasius yang sebelumnya pernah diberhentikan dari jabatan Menteri Perhubungan.

"Orang diberhentikan dari satu jabatan pasti karena kinerjanya tidak maksimal atau jelek, kenapa dilantik lagi. Saya tak mengerti dan gagal paham," kata Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu di Jakarta, Jumat (14/10).

Menurutnya, pelantikan Ignasius justru menyimpulkan, bahwa presiden Jokowi menganggap sektor ESDM sebagai ranah yang lebih mudah ditangani daripada Kementerian Perhubungan. "Sektor energi dianggapnya lebih ringan dibanding perhubungan," katanya.

Penilaian serupa juga disampaikan Pengamat Ekonomi dan Energi, dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi. Menurutnya  pilihan Jonan dan Achandra menujukan pergulatan dan tarik menarik sangat kuat yang bermuara pada kompromi, namun justru menghasilkan pilihan yang sangat tidak tepat.

"Jonan dan Achandra tergolong bermasalah. Keduanya pernah diberhentikan dalam kabinet, yang tentu bermasalah. Dikhawatirkan stigma bermasalah keduanya akan menjadi beban berkepanjangan bagi kabinet Jokowi," kata Fahmi kepada gresnews.com, Jumat (14/10).

Demikian pula jika dilihat dari sisi kehlian di bidang ESDM, Jonan tidak memiliki keahlian di bidang tersebut. Achandra juga baru dikabarkan punya keahlian di bidang ESDM, tapi belum terbukti.

"Saya menilai duet Jonan-Achandra sangat jelek, yang dikhawatirkan menjadi blunder bagi sektor ESDM, khawatir duet ini akan terus mengizinkan ekspor konsentrat, impor gas, dan perpanjangan blok migas dan minerba kepada kontraktor asing," ujarnya.

Apalagi demi memperhatikan status seseorang yang baru menjadi WNI, tapi langsung menjadi pejabat negara.

BENAHI MAFIA MIGAS - Namun, Ketua DPR Ade Komarudin justru menilai berbeda, menurutnya penunjukan pasangan Ignasius-Archandra merupakan keputusan tepat. Sebab, Ignasius kinerjanya sudah teruji saat menjadi menteri dengan kebijakan-kebijakan pro rakyat dan reputasi yang mumpuni. Jonan, walaupun sudah rehat dari jabatannya selama setahun, namun publik belum lupa akan sosoknya karena memiliki integritas dan prinsip.

"Beliau punya legacy atas kereta Indonesia yang sudah nyaman sekarang," kata Ade di Gedung DPR RI, Jumat (14/10).

Sedang, sebagai pasangan Jonan, Archandra juga dianggap tepat karena memiliki intelektualitas dan pengalaman di bidang energi yang sangat mumpuni.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, juga melihat penunjukkan Ignasius Jonan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM) dan Achandra Tahar sebagai Wakil Menteri ( Wamen) ESDM merupakan pilihan yang tepat.

"Sudah barang tentu Jonan sangat dibutuhkan untuk memberantas praktik pungli dan mafia migas di jajaran ESDM yang selama ini membuat Indonesia tidak bisa berdaulat dalam sektor energi," kata Arief kepada gresnews.com, Jumat (14/10).

Menurut dia hal yang sangat penting dilakukan  Jonan adalah menambah pemasukan negara untuk sektor pajak tambang, dengan meneruskan relaksasi eksport konsentrat. Sebab di kalangan pengusaha banyak yang belum siap Pabrik pengolahan hasil tambang mineralnya atau sama sekali tidak ada smelternya. "Seperti hasil konsentrat tambang nikel dengan kandungan 1,8 persen nikel harus bisa dieksport karena mempunyai harga yang cukup tinggi di pasaran luar negeri yang akhirnya bisa menambah pemasukan negara ," ujarnya.

Menurutnya daripada konsentrat tambang nikel dengan kandungan 1,8 persen itu bertumpuk tumpuk tak berguna  di sekitar area pertambangan. Dia berharap Jonan bisa melakukan langkah- langkah strategis untuk bisa menurunkan harga gas bumi dan meningkatkan kapasitas gas bumi untuk kebutuhan Industri Nasional. Saat ini harga gas bumi dan gas bumi yang digasifikasi sangat mahal dan menyebabkan produk produk industri nasional menjadi mahal dan sulit bersaing dengan negara Industri lainnya.

"Seperti Industri Pupuk BUMN yang sangat berat mendukung Industri  pertanian dan perkebunan," ungkapnya. Selain itu, harga bahan baku utama Industri pupuk juga mahal, hal ini berimbas pada harga pupuk sehingga menghambat kemajuan sektor ekonomi pertanian dan perkebunan.

TAK BERPENGARUH - Sementara menurut Melky Nahar dari jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dirinya tidak menangkap kesan bahwa Keputusan Presiden Jokowi yang telah memilih Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM berpengaruh signifikan terhadap upaya menahan laju kerusakan lingkungan dan keselamatan rakyat akibat kebijakan pengerukan tambang dan energi.

Ia masih melihat kebijakan Jokowi-JK hanya terjebak pada urusan gonta-ganti menteri. Padahal, persoalan yang lebih penting adalah bagaimana kebijakan energi mesti memprioritaskan energi bersih dan terbarukan yang ramah lingkungan. Serta mulai dengan meninggalkan kecanduan energi kotor batubara. Misalnya, program elektrifikasi 35.000 MW yang bahan bakunya bergantung pada energi fosil, khususnya batu bara.

"Keputusan Jokowi memilih Ignasius Jonan menjadi Menteri ESDM patut dipertanyakan," kata Melky Nahar melalui pesan yang diterima gresnews.com, Jumat (14/10).

Jika melihat dari jejak rekamnya, menurut Melky, Ignasius Jonan selaku mantan Menteri Perhubungan dan Dirut PT KAI sangat erat kaitannya dengan infrastruktur pengangkutan komoditas yang didorong dalam RPJMN Jokowi. Di mana infrastruktur inilah yang mempercepat laju ekstraksi kekayaan alam Indonesia. Misalnya, pembangunan infrastruktur kereta api batubara dan pelabuhan khusus untuk pertambangan.

Apalagi ditambah masuknya Achandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM merupakan bukti ketidakseriusan Jokowi sebagai Presiden dalam mereformasi kementerian ESDM. Padahal, Acahndara Tahar pernah tersangkut masalah, ketika baru 20 hari menjabat sebagai menteri ESDM langsung mengeluarkan rekomendasi perpanjangan ekspor konsentrat PT Freeport.

"Achandra Tahar masih mewakili kepentingan PT Freeport Indonesia bersama dengan Plt. Menteri ESDM sebelumnya, Luhut Binsar Panjaitan, yang saat ini berupaya merevisi PP No 1 Tahun 2014," pungkas Melky. (Dimas Nurzaman /Agus Irawan)

BACA JUGA: