JAKARTA, GRESNEWS.COM - Seperti bermain tinju gambaran yang tepat perseteruan antara Wakil Ketua DPRD DKI Abraham ´Lulung´ Lunggana dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok). Ronde demi ronde dilewati, keduanya kerap kali saling menyindir, saling sentil bahkan sampai saling melaporkan ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri.

Setelah sempat mereda perseteruan keduanya bakal kembali ramai. Lulung sepertinya mulai membuka front pertempuran baru. Lulung mengaku menjadi inisiator memanggil Ahok untuk diminta keterangan terkait beberapa kasus korupsi yang terjadi selama pemerintahannya.

"Saya akan menjadi inisiator (pemanggilan Gubernur). Ini karena sudah ada dua kasus korupsi yang terjadi di masa Ahok. Kami minta penjelasannya," kata Lulung di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (30/7/2015).

Politisi PPP tersebut bersama pimpinan dewan lainnya tengah menggagas surat pemanggilan untuk Ahok. Dirinya berharap bisa segera dilayangkan kepada mantan Bupati Belitung Timur itu dalam waktu dekat agar didapat keterangan lebih lanjut. "Ini sekarang kami rapat. Pokoknya secepatnya kami panggil," lanjutnya.

Kasus korupsi yang dimaksud Lulung antara lain terjadi saat pengadaan Uniterruptible Power Supply (UPS) menggunakan APBD-P 2014. Bareskrim telah menetapkan dua tersangka dari eksekutif, yaitu Alex Usman selaku Kasie Sarpras Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Zaenal Soleman sebagai Kasi Sarpras Pendidikan Menengah Jakarta Pusat pada 2014 lalu.

Selain kasus UPS, Bareskrim juga saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan printer dan scanner di 25 SMAN/SMKN Jakarta Barat. Diduga terjadi mark up dalam harga pembelian printer dan scanner.

Sebelum ini, Lulung juga menyebut Ahok telah melakukan pembiaran alias lalai sehingga terjadi praktek korupsi. Sebab menurut politisi PPP itu, pemegang tanggung jawab utama penggunaan APBD-P 2014 ada di tangan eksekutif.

Sudah seharusnya Ahok tahu persis setiap penggunaan dari satuan anggaran yang telah disusun. "Penggunaan anggaran itu kan eksekutif, kalau mekanisme pembahasan APBD itu tanggung jawab DPRD. Menyangkut kasus UPS, harusnya eksekusi terakhir dilakukan oleh unit masing-masing dan yang bertanggung jawab itu Gubernur," terang Lulung, Rabu (29/7) lalu.

"Kalau dia tidak mencegah, berarti dia melakukan pembiaran. Kalau gubernur waspada sebenarnya ini tidak mungkin terjadi. Kalau ini terjadi, berarti ada pembiaran dari gubernur," lanjut dia.

LAYAK TERSANGKA - Terakhir Lulung juga melontarkan pernyataan nan tajam tentang diperiksanya Ahok sebagai saksi kasus UPS oleh penyidik Bareskrim Polri. Politisi PPP ini lantang menyebut Ahok layak menjadi tersangka. Ia menilai Ahok selaku pihak eksekutif telah gagal mencegah korupsi pengadaan UPS.

"Mestinya Ahok jadi tersangka, menurut saya karena Ahok itu tidak pernah memberantas korupsi. Sebaliknya, korupsi ada di eksekutif," ujar Lulung , Rabu (29/7/2015).

Mendengar kicauan Lulung, Ahok lagi-lagi menanggapinya dengan santai. Bahkan, Ahok terkadang mengomentari Lulung sambil berkelakar. Ahok bilang, Lulung bukanlah seorang Kabareskrim Polri yang bisa menetapkan seseorang menjadi tersangka atau tidak.

"Memangnya Dia Bareskrim? Kalau (saya) lalai berarti semua presiden lalai dong selama ini karena banyak korupsi di Indonesia," kata Ahok.

"Makanya sayang saja Haji Lulung itu bukan polisi. Kalau dia bintang dua atau tiga nih, sudah kuusulin ke Pak Jokowi ganti Pak Buwas (Kabareskrim Komjen Budi Waseso)," lanjutnya sambil berkelakar.

PEMERIKSAAN AHOK - Ahok mengaku banyak mendapat pertanyaan mengenai proses pengadaan uninterruptible power supply (UPS) dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) Perubahan 2014 oleh penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Menjawab pertanyaan penyidik tersebut, Ahok menegaskan, usulan pengadaan UPS bukan berasal dari Pemerintah Provinsi DKI.  "Kalau (anggaran pengadaan UPS) muncul, siapa yang keluarkan? Tanya Dinas Pendidikan, jelas tidak ada, tidak ada (usulan) di Musrenbang, enggak ada usulan dari sekolah," kata Ahok di Balai Kota, Rabu (29/7).  

Meski demikian, Ahok tidak menyebut pihak DPRD yang mengusulkan adanya pengadaan UPS dalam KUAPPAS Perubahan 2014. Ia menyerahkan tindak lanjut kasus tersebut kepada penyidik.  Di sisi lain, sudah ada memo kesepahaman antara DKI dan DPRD atas Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) atau Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tersebut. Yang jelas, lanjut dia, beberapa program menjadi prioritas di dalam KUAPPAS, seperti pembelian truk sampah, penanggulangan banjir rob, serta perbaikan pompa air.

"Di dalam APBD-P jelas tidak ada (anggaran pengadaan UPS) di Dinas Pendidikan. Justru anggaran itu dihapus karena mereka tidak mampu merehabilitasi sekolah. Jadi, kalau bilang program itu muncul, bisa dibilang menyalahi perjanjian kami dengan DPRD," kata Ahok.

Dalam kasus ini, Bareskrim mengusut dugaan korupsi UPS pada APBD Perubahan 2014. Polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Alex Usman dan Zaenal Soleman. Alex diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat.

Sementara itu, Zaenal diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai PPK pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. Mereka dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.

RONDE PERTAMA - Sejatinya perseteruan keduanya dimulai sejak Pemprov DKI Jakarta merelokasi pedagang kaki lima (PKL) di Tanah Abang.  Saat itu Ahok menyebut adanya pejabat yang terlibat sewa-menyewa lapak di Tanah Abang. Sontak saja Lulung yang berasal dari Tanah Abang tersulut.

Keduanya saling bersahutan ditelepon dalam percakapan mereka dengan pengeras suara pada Senin 29 September 2013. Ahok mempertanyakan ucapannya yang mana dinilai memojokkan Lulung sebagai Wakil Ketua DPRD DKI. Lulung kemudian menyampaikan, kalau dirinya sebenarnya setuju dengan penertiban para PKL tapi Pemprov DKI harus menggandeng tokoh masyarakat sekitar. Lulung juga mengingatkan agar Ahok menjaga saat berkomentar dan tidak mudah tersulut emosi dalam menyikapi persoalan di Tanah Abang.

Sempat adem hampir setengah tahun kemudian keduanya kembali terlibat saling sindir. Ahok menyatakan banjir di kawasan Kampung Pulo, Jakarta Timur mustahil untuk diatasi. Lantaran wilayah itu merupakan bantaran sungai yang sebenarnya tidak diperuntukkan untuk pemukiman.

Lulung mendengar hal itu langsung berkomentar dan mendesak Ahok mundur bila sudah tak yakin lagi mampu mengatasi banjir Ibukota.  Pernyataan Ahok tentang banjir Kampung Pulo tidak sesuai dengan janjinya kepada warga dahulu untuk menyelesaikannya.

Menurut Lulung, kata-kata Ahok itu membuat warga tersinggung. Bahkan, Lulung mengaku sudah mendapat keluhan dari warga Kampung Pulo. Padahal Ahok sudah berjanji menyelesaikan banjir sewaktu  kampanye. "Harusnya pemimpin tidak begitu," ucap politisi PPP itu.

Ahok mengaku tidak mengerti mengapa dirinya diminta mundur dan disebut pesimis oleh Lulung. Ahok menilai permintaan Lulung itu merupakan upaya untuk memecatnya. Dia menjelaskan pernyataan soal Kampung Pulo akan terus banjir hingga kiamat tidak dimaksudkan sebagai ungkapan pesimis.

Menurutnya itu hanya perumpamaan apabila permukiman Kampung Pulo masih juga berada di bantaran Sungai Ciliwung. Karenanya, ia meminta warga meninggalkan rumah dan mundur 20 meter, agar ada lahan untuk dijadikan sheet pile atau dinding turap.

Tak akan ada yang bisa menyelesaikan masalah banjir jika rumah-rumah masih didirikan di bantaran sungai. Ketika sungai meluap, maka otomatis air akan membanjiri permukiman di kawasan itu. Oleh karena itu, Ahok berharap agar warga pindah ke rusun, dan kawasan pada radius 20 meter dari bantaran sungai dibersihkan dari bangunan. Sehingga pengerjaan normalisasi Ciliwung dapat berjalan lancar.

BACA JUGA: