JAKARTA, GRESNEWS.COM - Proses penyelidikan pengadaan bus TransJakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) terus berlangsung. Pemprov DKI  masih menelisik kerusakan 5 dari 90 bus TransJ dan 10 dari 18 bus BKTB yang baru didatangkan dari China. Siapa bermain pengadaan bus TransJakarta dan BKTB ini?

"Kami masih lakukan pendalaman nanti disampaikan. Pendalaman tentang transaksi pembayaran," kata Kepala Inspektorat DKI Franky Mangatas di Balai Kota, Selasa (18/2) malam.

Franky membenarkan temuan komponen bus yang berkarat dan beberapa masalah lainnya. "Kalau berkarat terbukti, oli, pintu nggak bisa dibuka, speedometer," ujarnya.

Ia menjelaskan bus-bus ini belum sepenuhnya menjadi aset pemprov DKI. Hal ini karena saat bus tersebut tiba di pelabuhan Tanjung Priok tidak ada quality control dari Dinas Perhubungan (Dishub) DKI. Tidak adanya pengecekan ini membuat bus-bus ini tak bisa dicatat sebagai aset daerah.

"Kalau secara umum barang itu belum kami terima (sebagai aset). Tadi kami sudah panggil panitia pengadaannya, belum secara resmi mereka (Dishub) terima barang," ungkap Franky.

Inspektorat juga mencatat adanya prosedur yang tak dijalani dalam proses tender ini. Salah satunya tidak adanya proses pengecekan oleh Dishub DKI mengenai rekam jejak perusahaan yang ikut tender dalam usaha pengadaan bus. Termasuk juga kemampuan perusahaan yang ikut tender dalam mendatangkan unit bus.

Hingga saat ini pihak pemprov DKI masih menyelidiki kasus tersebut. Karena itu, Inspektorat meminta untuk menggandeng BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) untuk kasus tersebut.

Oleh Gubernur DKI Jakarta Jokowidodo Jokowi-Ahok, Inspektorat diberi waktu 2 minggu untuk menyelidiki kasus ini. Pihaknya masih akan memanggil PT TransJakarta, dan panitia penerima dari Dishub DKI.

Maringan Pangaribuan, Komisi B Bidang Transportasi dan Pelayanan Publik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta meminta kasus pengadaan armada Transjakarta diusut tuntas. Apalagi ada kejanggalan dalam proses pemilihan produsen.

Dia pun mempertanyakan pilihan Dishub DKI Jakarta yang membeli bus dari Cina. Padahal semua orang tau barang dari Cina itu kualitasnya tidak standar.

Mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang meloncat ke Partai NasDem itu meminta Inspektorat Pengawasan DKI Jakarta bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus ini. Dia juga meminta agar DPRD membentuk Panitia Khusus pengadaan Transjakarta.

Maringan menyebut bisa saja ada anggota dewan yang terlibat dalam pengadaan armada Transjakarta bermasalah ini. Apalagi sudah dua pekan setelah armada bermasalah itu tiba, tak ada niat dari DPRD untuk menanyakan kasus tersebut.

"Ini ada apa, anggota dewan kok diam saja. Segera bentuk Pansus agar bisa diketahui siapa saja yang terlibat," katanya. Dengan membentuk Pansus menurut Maringan semua yang terlibat dalam kasus armada baru Transjakarta bisa diusut tuntas.

Sementara Wakil Ketua DPRD Jakarta Prya Ramadhani memastikan pekan depan memanggil pemerintah provinsi DKI untuk menjelaskan soal pengadaan unit Transjakarta tersebut. "Pekan ini kami baru selesai dengan urusan APBD (anggaran pendatan dan belanda daerah), mungkin pekan depan kami panggil Pemrov," kata Prya, Rabu (19/2).

Ia menilai ada dua penyebab terjadinya kasus bus Transjakarta baru tapi karatan. Pertama lemahnya sistem tender, sehingga ada celah yang dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab. Pemicu kedua adalah sistem kontrol yang tidak maksimal dari Dinas Perhubungan.

Akhir tahun 2013 lalu, Dinas Perhubungan DKI membeli 310 unit bus Transjakarta dan 346 unit BKTB. Namun dari 90 unit yang sudah dioperasikan, ternyata ada lima yang rusak. Termasuk juga 10 dari 18 bus BKTB yang baru didatangkan mengalami kerusakan pada beberapa komponennya.

Bus-bus bermasalah ini hasil tender yang didatangkan PT San Abadi. Belakangan diketahui, perusahaan ini bukanlah perusahaan pemenang tender pengadaan bus yang dilakukan Pemprov DKI. PT San Abadi hanyalah perusahaan yang menjadi subkontrak PT Sapta Dayaprima, pemenang tender dengan nilai kontrak Rp 108,745 miliar.

(dtc)

BACA JUGA: