JAKARTA, GRESNEWS.COM - Polemik pembahasan atas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata berlanjut. Setelah saling menyalahkan pengusulnya, Presiden Jokowi pun menyatakan tak menyetujui revisi RUU KPK. Namun, anehnya, pihak DPR menyatakan, pada Juni 2015, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly telah mengajukan draft revisi tersebut dalam rapat paripurna bersama DPR. Adakah permainan antara DPR dan pemerintah untuk menghancurkan KPK lewat revisi UU ini?

Anggota Komisi II DPR sekaligus Ketua DPP PPP, Muhamad Arwani Thomafi, merupakan salah satu anggota dewan yang menandatangani draft penyusunan RUU KPK. Ia menyatakan draft ini sudah masuk daftar program perencanaan legislasi nasional (prolegnas) prioritas tepatnya pada Juni 2015 oleh usul Menkumham guna mengganti pembahasan RUU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Namun, anehnya walau sudah menandatangani draft RUU tersebut, ia menyatakan belum membacanya hingga tuntas. "Saya sendiri tidak tahu asal muasal tanda tangan, saya pikir itu tanda tangan dalam kapasitas pengusulan bukan penyusunan, saya tak baca," katanya.

Hal itu disimpulkannya karena DPR sedang membahas pengusulan RUU untuk prolegnas 2016. Ia menyatakan, RUU KPK juga merupakan domain pemerintah lantaran pemerintahlah yang menjadi pengusul sesuai rapat pleno. Sejak Juni 2015, ia mengklaim bukan hanya dirinya yang menyetujui RUU ini, melainkan juga seluruh anggota DPR.

"Jika ada yang menolak, mereka belum kemukakan secara resmi di Baleg (Badan Legislasi) atau Rapur (Rapat Paripurna), hanya komentar perorangan lewat media," katanya.


ADA PERMAINAN HANCURKAN KPK -
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yeni Sucipto menyatakan walaupun perlu ada kajian lebih lanjut tentang pihak yang melakukan usulan RUU ini, namun terdapat kemungkinan permainan partai politik di belakang Yasonna yang dianggap keluar garis koordinasi, yakni PDIP dan koalisinya. Sebab diketahui selama ini Koalisi Indonesia Hebat (KIH)-lah yang gencar mendukung berlanjutnya RUU ini.

"Jika Yasonna yang mengusulkan, berarti secara struktural dia mewakili pemerintah atau presiden, tapi harus ditanyakan apa benar sudah melalui komunikasi?" ujarnya kepada gresnews.com, Sabtu (10/10).

Ia mengatakan bisa saja memang usulan dimotori oleh partai penguasa, PDIP. Sebab setelah diusulkan partai yang tergabung di KIH, di DPR seperti gayung bersambut. Apalagi memang partai politik memiliki banyak kepentingan di dua RUU, yakni RUU KPK dan RUU Pengampunan Nasional. "Kami tak bisa langsung men-judge tapi potensi untuk membangun itu ada," ujarnya.

Revisi UU KPK yang diajukan bakal mereduksi berbagai kewenangan yang dimiliki KPK mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. Dari sedikitnya 13 pasal yang akan diubah, sebagian besar diantaranya menghilangkan unsur lex specialis (keistimewaan) yang menjadi ciri lembaga ini.

Pasal-pasal tersebut diantaranya membatasi kewenangan KPK dalam hal penyadapan. Awalnya, lembaga yang berdiri sejak 2003 ini tidak perlu meminta izin dari pengadilan, tetapi dalam revisi menjadi harus seizin pengadilan.

Kemudian, ada juga usulan sebagai lembaga ad hoc (sementara), umur KPK dibatasi hanya sampai 12 tahun. Jika ditotal dari tahun kelahirannya, usia maksimal KPK hanya 25 tahun, mengingat pada 2015 ini saja komisi yang menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi tersebut telah berumur 13 tahun.

Selanjutnya ada juga usulan revisi KPK hanya bisa menangani kasus korupsi jika kerugian yang dialami negara mencapai Rp50 miliar. Jumlah ini meningkat 50 kali lipat dari undang-undang sebelumnya yang hanya mempunyai batasan sebanyak Rp1 miliar.


BALIK ARAH -
Setelah ramai terungkap ke publik mengenai revisi UU KPK yang justru lebih banyak pasal yang memperlemah ketimbang memperkuat garda terdepan pemberantasan korupsi tersebut, kini partai berbalik arah. Bila sebelumnya disebut seluruh fraksi sepakat melakukan revisi UU KPK, kini terjadi sebaliknya.

Awalnya Koalisi Merah Putih (KMP) kencang bersuara perlunya revisi UU KPK. Setelah KIH bersama Golkar mendorong revisi UU KPK ini, KMP bersama PAN berbalik menolak. Walaupun belum menyatakan secara resmi, namun Gerindra lewat Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo menyatakan Gerindra bersama Prabowo Subianto memerintahkan memperkuat KPK.

Untuk itu, ketika draft revisi melemahkan KPK, maka Gerindra jelas menolak revisi. "Gerindra tegas, kuncinya adalah penguatan," kata Edhy Prabowo di Gedung DPR, Senayan, beberapa waktu lalu.

Pun begitu dengan Demokrat sebagai partai penengah, lantang menolak revisi. "Demokrat menolak UU KPK direvisi! Ini sudah sesuai arahan Ketua Umum Demokrat untuk terus perkuat KPK," kata Koordinator Jubir Demokrar Ruhut Sitompul.

PDIP juga tak mau tercoreng muka sebagai partai pendukung pelemahan KPK. PDIP sebagai salah satu inisiator revisi UU KPK menyebut angka 12 tahun ini berasal dari masukan banyak pihak.

Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno menjelaskan bahwa para inisiator melihat apakah dalam 12 tahun ke depan, KPK sebagai lembaga ad hoc sudah cukup menunaikan tugasnya. Dia menyebut yang mengusulkannya dari banyak fraksi.

"Inisiatornya lintas fraksi. Inisiatif DPR, kan RUU Inisiatif DPR, bahwa badan dan idenya interaksi pertukaran opini dan gagasan, bisa saja, mengundang pakar, kan banyak pakar yang diundang," kata Hendrawan, Jumat (9/10).

Hal itu disampaikan seusai rapat fraksi yang juga dihadiri Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Hendrawan menyebut sudah banyak pakar yang diajak berdiskusi oleh DPR sejak wacana revisi UU KPK ini menyeruak. Namun, dia tidak menyebut persis pakar mana yang mengusulkan angka 12 tahun.

"Ada yang minta lebih cepat, ada yang bilang tunggu dong 100 tahun Indonesia merdeka 2045," ucap anggota Badan Legislasi DPR ini.

Yang selama ini menjadi pertanyaan adalah kop rancangan revisi UU KPK yang berlogo pemerintah. Hendrawan menyebut masukan juga ada yang dari pemerintah, tetapi dia tidak merinci yang mana.


SIKAP PEMERINTAH -
Pemerintah belum memberikan pandangan resmi mengenai rencana revisi atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diusulkan oleh DPR. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan bahwa pembahasan revisi tersebut masih dilakukan DPR.

"Jadi kan begini ya, secara resmi ini kan menjadi usul inisiatif DPR, pemerintah sebenarnya belum masuk kepada bagaimana sikap pemerintah," kata Pramono di Kompleks Istana Merdeka, Jumat (9/10).

Tetapi nantinya pemerintah akan menyampaikan pandangan setelah mendapat undangan DPR. Sejauh ini pemerintah belum diundang rapat membahas revisi tersebut.

"Pemerintah akan menentukan sikapnya kalau kemudian secara resmi sudah memerlukan kehadiran pemerintah, ini kan baru usulan bahwa itu masuk prolegnas kemudian akan diagendakan," ujar Pramono.

Rencana DPR merevisi UU KPK menuai kritikan berbagai pihak. Salah satu poin yang dianggap ´membunuh´ KPK adalah mengenai masa bakti lembaga itu yang hanya 12 tahun. Seperti pada undang-undang lainnya, pemerintah akan ikut dalam penetapannya. (dtc)

BACA JUGA: