JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi anak dirasa masih sangat kurang. Beragam kasus terkait kejahatan menimpa anak dibawah umur semakin marak salah satunya yang tertinggi yakni kekerasan seksual yang mencapai 60 persen dari jumlah kasus perlindungan anak. Lainnya, pelaporan masalah eksekusi perundang-undangan, pernikahan beda agama, konten bermain, partisipasi pemilu, hingga kasus kekerasan seksual terbaru yang ditengarai dilakukan tokoh penting di Solo.

Asrorul Niam, Ketua KPAI menuturkan banyak pasal-pasal yang mengakomodir perlindungan anak namun belum dilaksanakan sepenuhnya oleh negara. Misal pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi) belum juga diterapkan hingga sekarang. Selain itu ada pula UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Anak (UU Peradilan Anak) bertolak belakang dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengedepankan kesamaan hukum," ujarnya dalam paparannya di Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR RI , Senayan, Senin (23/11).

Dalam UU Peradilan Anak ditetapkan mindset yang berbeda kepada para penyidik dalam menghadapi anak yang berstatus sebagai korban, saksi, bahkan khususnya pelaku. Anak, pada dasarnya masih baik dan bisa diubah sehingga jika berhadapan dengan hukum maka harusnya bisa direstorasi. "Sedang dalam KUHP semua mendapat kesamaan dalam hukum, mental anak akan rusak apabila disamakan dengan pidana lainnya," jelasnya.

Di era modern dimana gadget menjadi salah satu kebutuhan, ternyata juga menjadi ancaman kepada anak. Games-games dan tempat bermain yang diakses anak sejenis Timezone berdasar hasil kajian KPAI ternyata mempunyai konten kekerasan, pencabulan dan perjudian. Mereka sudah membawa hasil kajian ini ke Kementerian Pariwisata untuk membuat pengaturan dan pembatasan.

"Sebelumnya tidak ada pengaturan, konten tidak penting. Yang penting pendapatan masuk ke kas daerah," katanya.

Selanjutnya, catatan KPAI juga diberikan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas pendinian usia dalam partisipasi pemilu. Menurut UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, seseorang bisa mengikuti rentetan kegiatan pemilu mulai dari umur 16 tahun. Sedang, dalam UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan proteksi anak dalam pemilu dibatasi pada umur 18 tahun.

Terakhir, kasus perdagangan anak dan kekerasan seksual yang sedang menjadi sorotan. Perdagangan anak Indonesia, ternyata paling banyak beredar untuk kawasan Malaysia dan Singgapura melewati pintu-pintu daerah perbatasan yang kurang dijaga ketat. "Biasanya mereka mendapat iming-iming berwisata ke Malaysia. Tapi di sana dipekerjakan hingga 9 jam lebih dan tanpa penghasilan, juga terkait prostitusi yang harus melayani 10 hingga 15 orang tamu sehari," jelasnya.

Kasus kekerasan seksual terbaru di Solo atau Surakata yang melibatkan seorang tokoh raja pun diadukan pada Komisi VIII. Awalnya seorang anak perempuan memiliki kesulitan membayar sekolah, lalu temannya mengajak bertemu seorang tokoh yaang memberikan permen. Setelahnya, korban tidak  sadar dan terjadi kekerasaan seksual terhadapnya. Kini, ia sedang hamil 8 bulan dan terjangkit penyakit kelamin.

"Mediatornya sudah ditahan tapi belum menyentuh pelaku utamanya. Kejahatan seksual ini harus diberantas siapapun tokohnya," tegas Niam.

Karena banyaknya permasalahaan anak yang harus dihadapi, KPAI pun membuat pedoman pemantauan evaluasi pengawasan anak yang sedang digodok bersama aparat penegak hukum dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumhham).

Menanggapi hal ini Komisi VIII DPR RI menyatakan akan mengeksplorasi beberapoa catatan yang diberikan KPAI. "Karena KPAI juga butuh dukungan kami, jadi tolong terus berkoordinasi. Agar kita juga bisa menyamakan persepsi," ujar Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay dalam kesempatan yang sama.

Ia berjanji akan membawa catatan KPAI untuk dibahas bersama serta memperjuangkan kewenangan KPAI agar bisa memajukan tumbuh kembang anak Indonesia. "Kami percaya, anak merupakan masa depan bangsa," katanya

BACA JUGA: