JAKARTA, GRESNEWS.COM - Satu lagi sikap aneh ditunjukan anggota DPR. Mereka memprotes Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena tidak pernah diundang dalam setiap kegiatan peresmian proyek-proyek infrastruktur yang digarap perusahaan BUMN.

Mereka berdalih menghadiri undangan acara peresmian proyek-proyek perusahaan BUMN merupakan salah satu tugas pengawasan DPR. Sehingga tidak diundangnya DPR dianggap mengabaikan fungsi pengawasan DPR. Selain itu tidak tampilnya DPR di acara-acara publik dinilai akan menimbulkan kesan pada publik bahwa DPR tidak  bekerja.

Anggota Komisi VI DPR RI Wahyu Sanjaya mengatakan penilaian itu bisa dilihat dari hasil survei yang ada. Menurutnya berdasarkan survei, sebanyak 69 persen publik tidak puas terhadap kinerja DPR. Selain itu, publik juga menilai bahwa anggota DPR tidak bekerja untuk rakyat.

Padahal menurutnya, selama ini Komisi VI DPR RI bekerja melalui disetujuinya pengajuan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan BUMN untuk membangun fasilitas publik bagi masyarakat.

Kalau perusahaan BUMN mengajukan PMN untuk membangun sarana publik kepada DPR. Seharusnya saat peresmian proyek perusahaan BUMN mengundang anggota DPR agar masyarakat mengetahui bahwa DPR bekerja untuk masyarakat.

"Kerja kami harus diketahui oleh rakyat. Undangan peresmian itu bagian dari pengawasan," kata Wahyu,  saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan Kementerian BUMN, PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) dan PT Angkasa Pura II (Persero) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (27/8).

Wahyu meminta Kementerian BUMN agar memberitahu kepada perusahaan BUMN agar dalam setiap peresmian proyek-proyek BUMN mengundang anggota DPR. Sebab, menurutnya ketika anggota DPR keluar dua meter dari pintu ruang sidang omongan anggota DPR sudah tidak didengar oleh publik. Artinya peran anggota DPR sudah dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

"Kalau memang kepentingan PMN untuk kepentingan publik, anggota DPR pasti kooperatif. Tapi rakyat tidak tahu kami sudah bekerja untuk rakyat," kata Wahyu.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan hingga saat ini anggota komisi VI tidak pernah mengetahui pekerjaan apa saja yang sudah diselesaikan oleh perusahaan BUMN. Padahal Komisi VI DPR RI berfungsi melakukan pengawasan manajemen perusahaan, persetujuan PMN dan melakukan evaluasi kinerja perusahaan. "Tapi anggota Komisi VI DPR sampai saat ini tidak tahu apa yang terjadi dengan perusahaan BUMN di lapangan," katanya.

Menurutnya, selama ini perusahaan BUMN hanya mengundang Komisi DPR yang mengurusi urusan teknis. Misalnya, untuk teknis infrastruktur diawasi oleh Komisi V DPR RI. Ia mengungkapkan protes yang dilayangkan anggota Komisi VI DPR RI disebabkan meningkatnya sensitifitas anggota Komisi VI DPR RI dalam mengawasi perusahaan BUMN. Bahkan, Azam mengaku selama 10 tahun masuk Komisi VI DPR RI tidak pernah diundang oleh perusahaan BUMN untuk acara peresmian perusahaan BUMN.

"Kita tidak tahu ada peresmian proyek BUMN seperti jalan tol. Kita, Komisi VI sekarang hal-hal seperti itu menjadi sensitif," kata Azam.

Mendengar keluhan-keluhan anggota Komisi VI DPR RI, Deputi Bidang Usaha Konstruksi, Sarana dan Prasarana Kementerian BUMN Pontas Tambunan, Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) Adityawarman dan Direktur PT Angkasa Pura II (Persero) Budi Karya enggan mengomentari keluhan-keluhan anggota Komisi VI DPR RI tersebut.

HANYA SIKAP CAPER DPR - Menanggapi protes anggota Komisi VI DPR karena tak diundang peresmian, pengamat kebijakan publik Sofyano Zakaria menilai sikap tersebut merupakan sikap cari perhatian publik. Serta sikap terlalu manja anggota Komisi VI DPR RI.

Menurutnya peresmian proyek perusahaan BUMN merupakan acara seremonial dan undangan proyek peresmian. Oleh sebab itu, acara seremonial tersebut bukan bagian dari fungsi pengawasan anggota Komisi VI DPR RI.

Dia menambahkan jika Komisi VI DPR mengaitkan hal itu dengan pengawasan. Seharusnya Komisi VI DPR bisa melakukan pengawasan setelah acara peresmian. Apakah proyek yang diresmikan tersebut dapat menimbulkan masalah baik sisi dana proyek atau dampak proyek tersebut bagi publik.

Menurutnya anggota Komisi VI DPR RI tidak perlu bersikeras meminta diundang dalam peresmian proyek perusahaan BUMN. Dia menduga alasannya tidak diundangnya anggota DPR dalam peresmian proyek BUMN karena acara tersebut bukanlah domain DPR. Selain itu, jika acara peresmian proyek BUMN ditempat yang jauh, bisa jadi karena pertimbangan keterbatasan dana dan akomodasi anggota DPR.

"DPR tidak perlu ngotot dalam peresmian acara. Terlalu cari perhatian (caper) dan terlalu manja anggota DPR ini," kata Sofyano kepada gresnews.com.

BACA JUGA: