JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kubu Koalisi Merah Putih (KMP) menuding mosi tidak percaya yang diajukan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) terkait tidak diakomodirnya permintaan mereka dalam penyusunan komisi dan Alat Kelengkapan Dewan sebagai tindakan makar. "Sebab DPR tidak memiliki hak mengajukan mosi tidak percaya," ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon dari kubu Koalisi Merah Putih.

Fadli  berdalih rapat paripurna penyusunan komisi dan AKD telah berjalan sesuai koridor yang ditetapkan pada UU MD3 dan tatib, dimana kewajiban pimpinan DPR hanya mengakomodir jalannya rapat, bukan membagi-bagi jatah kursi pimpinan komisi.

"Memangnya ada hak buat mosi tidak percaya? Mereka mempermalukan diri sendiri seperti dagelan, kasihan. Pimpinan komisi yang memilih anggota DPR, bukan KMP atau KIH, anggota DPR melalui sidang paripurna menjadi anggota komisi lalu baru pilih pimpinan," ujarnya, di Senayan, Kamis (30/10).

Dalam tatib pun, menurutnya, sudah menjelaskan musyawarah untuk mufakat sebagai cara pemilihan pimpinan komisi, baru jika tak tercapai diajukanlah paket-paket. Sehingga aturan main tersebut sudah tetap dan tak bisa diganggu gugat. Jika terdapat kelompok yang membuat aturan main sendiri maka disebut makar, dan dapat dikenakan contemt of parlement.

Membuat struktur DPR tandingan menurut Fadli tidaklah berpayung hukum dan hanya merupakan ekspresi tidak dewasa dalam berpolitik. "Selama ini kita yang dituduh tidak mau lantik Jokowi dan lain-lain. Padahal mereka yang tidak move on. Komisi bersidang, pimpinan yang atur lalu lintasnya saja, lalu kenapa mereka tak mau serahkan nama komisi? Karena sudah yakin akan kalah, jadi sekarang siapa yang haus kekuasaan?" ujarnya balik bertanya.

Pengakomodiran sidang paripura selama empat kali dengan tema yang  sama pun menurut Fadli,  sudah dianggap amat mengakomodir komunikasi bersama KIH, belum lagi ditambah lobi-lobi di luar sidang yang hampir dilakukan setiap waktu. KIH selalu mengatakan nama Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan komisi sudah berada di kantong, tapi entah di kantong yang mana. Padahal, rakyat melihat, undang-undang pun mewajibkan setiap anggota DPR masuk komisi, jika tidak mereka akan hanya menjadi anggota DPR ketika paripurna berlangsung.

Sebelumnya, Fadli  mengaku sudah bertemu dengan Pramono Anung sebagai lobi di luar paripurna. Namun ia tak bisa mengakomodir jatah kursi yang diminta PDIP. Ia merasa lobi lebih baik dilakukan di tingkat komisi, jika gagal berarti itu merupakan pembuktian KIH bukanlah politisi handal yang bisa melakukan lobi politik. Struktur DPR tandingan tak akan digubris olehnya karena sudah akan dipayungi oleh peraturan yang ada.

"Untuk apa melayani kegiatan makar, kita tak bisa kompromi seperti tahun 2004 lalu karena sekarang aturan mainnya jelas diatur dalam tatib, tidak seperti periode lalu. Jika presiden mau mengeluarkan Perppu silahkan, saya tantang. Tapi kalau semua bertindak semena-mena bubarlah negara ini. Perppu kan hanya dikeluarkan dalam urgensi saja," tambahnya.

Presiden Jokowi pun disarankan tidak mengeluarkan Perppu, tapi lebih menghimbau kepada para anggota DPR agar segera menyelesaikan masalah yang ada dengan mengembalikan ketentuan di DPR dan kembali bekerja demi rakyat.

Sementara menurut wakil ketua MPR asal PKS, Hidayat Nur Wahid belum ada kata terlambat, selalu ada kemungkinan komunikasi lebih baik. "Tapi jika yang diambil Perppu, orang kan tahu MK sudah mengambil keputusan. Perppu kan tidak mungkin  diatas MK jika kita landasannya konstitusi," katanya.
Hidayat menjelaskan Konstitusi menyebutkan yang memiliki kewenangan tertinggi terkait masalah konflik undang-undang itu MK. Sehingga Lebih efektif jika  Jokowi  menghimbau kepada KIH mengikuti aturan yang ada di MD3 dan berkomunikasi dengan elegan.

Menurutnya usulan mengeluarkan perppu sangatlah aneh karena perppu baru bisa dikatakan sah kalau sudah dibahas di DPR. Sedang sebagian kubu DPR tidak mau memasukan nama, jadi usulan ini terlihat seperti lelucon.

BACA JUGA: