JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Kepulauan Riau, Djasarmen Purba mengatakan mekanisme pemilihan pimpinan DPD rawan menimbulkan permainan politik uang alias money politics. Pasalnya, Aturan main pemilihan pimpinan DPD berdasarkan mekanisme suara  terbanyak, akan mendorong para calon berupaya meraih suara sebanyak-banyaknya dengan cara apapun.

Aturan pemilihan pimpinan DPD tersebut, kata Djasarmen, baru akan dituangkan dalam tata tertib yang baru. Saat ini ada tiga opsi yang sudah mencuat. Pertama, masing-masing wilayah mengusulkan satu calon untuk dipilih sebagai ketua DPD. Anggota DPD yang meraih suara terbanyak diplot sebagai ketua, dua anggota lainnya otomatis duduk sebagai wakil ketua DPD. "Cara sepeti ini juga sama seperti periode lalu," katanya kepada Gresnews.com, Selasa (29/7).

Kedua, lanjut anggota komisi II DPD itu, pasangan paket. Pasangan yang terdiri dari tiga orang yang mewakili tiga wilayah itu akan bersaing dengan pasangan lainnya untuk dipilih oleh seluruh anggota DPD. "Hanya saja tetap akan ada batas maksimal pasangan, yakni lima pasangan," ujar Djarmen.

Ketiga, masing-masing anggota DPD bisa mencalonkan diri jadi pimpinan DPD. Tetapi, dari ketiga pilihan itu, kelihatannya mengerucut di opsi pertama dan kedua itu. Dia tidak memungkiri, ketiga opsi tersebut bisa membuka peluang terhadap aksi money politics.

Karena itu, saat calon sudah ditetapkan, DPD akan memberikan pakta integritas mepada calon untuk tidak melakukan politik uang. "Bila dilanggar bukan hanya batal, tapi juga di PAW," ucapnya.

Anggota DPD Farouk Muhammad juga khawatir pada pemilihan pimpinan DPD periode 2014-2019 mendatang akan terjadi politik uang. Hal ini menyusul belum ada aturan yang baku mengenai pemilihan pimpinan lembaga senator tersebut.

"Ditambah lagi, sekarang ini sudah ada yang disebut-sebut kelompok tertentu mengumpulkan anggota DPD yang baru terpilih disuatu hotel di Jakarta.Kabarnya, pertemuan tersebut dalam rangka penggalangan dukungan untuk menjadi ketua DPD," kata Farouk.

Senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu meminta DPR benar-benar cermat dalam menyusun ketentuan tentang mekanisme pemilihan Ketua DPD. Pasalnya kata Farouk, DPD tidak punya fraksi-fraksi sebagaimana yang ada di DPR.

Sebab, sambung Farouk, keanggotaan DPD bersifat individu sebagai representasi wilayah provinsi. Masing-masing provinsi mengirim empat senator untuk duduk di DPD sebagai bagian sistem parlemen Indonesia. "Kalau mekanisme pemilihan Ketua DPD tidak jelas dan tegas aturannya di dalam UU MD3, potensi suapnya sangat tinggi,".

Dengan demikian, sebut Farouk, kalau kegiatan memobilisasi anggota DPD terpilih itu nantinya terindikasi suap-menyuap dalam menetukan Ketua dan Pimpinan DPD, dirinya ingin dalam RUU MD3 dinyatakan bahwa pelaku diproses secara hukum dan proses pemilihan diulang saja

 
BACA JUGA: