JAKARTA, GRESNEWS.COM - Reshuffle Kabinet Kerja Jilid II yang diumumkan Presiden Joko Widodo ternyata malah mengundang banyak kritik dari kalangan masyarakat sipil. Jokowi dinilai malah mengangkat orang-orang yang memiliki rekam jejak bermasalah pada masa lalu seperti Sri Mulyani dan Wiranto. Jokowi dinilai bakal membawa Indonesia kembali mundur ke era Orde Baru (Orba).

Selain itu, Jokowi juga dinilai salah mengganti beberapa menteri berkinerja bagus seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli. Sementara menteri bermasalah seperti Puan Maharani yang kinerjanya tak kelihatan malah aman.

Pengamat politik Arbi Sanit menilai, reshuffle jilid II ini juga lebih banyak dilakukan dengan pertimbangan kekuasaan. Rizal misalnya, dinilai tak mendukung kepemimpinan Jokowi karena cenderung kritis pada setiap kebijakan pemerintah, khususnya soal proyek reklamasi dan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt yang dinilai akan membahayakan pemerintahan Jokowi sendiri.

Sikap Rizal yang dalam soal reklamasi cenderung konfrontatif dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan dalam proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang konfrontatif dengan Sudirman Said, dinilai merusak harmoni dalam kabinet. Akibatnya, Rizal pun disingkirkan. "Rizal mati-matian membela nelayan nah sekarang kena getahnya," ujar Arbi kepada gresnews.com, Kamis (28/7).

Dengan gaya kepemimpinan yang cenderung mengedepankan kepentingan mengamankan kekuasaan seperti ini, kata Arbi, maka track record kinerja menteri yang bagus dan didukung publik tidak lagi menjadi hitungan. Yang dihitung, kata Arbi, apakah sikap dan tingkah laku menteri bersangkutan akan mendukung atau tidak bagi kelanggengan kekuasaan.

"Jadi walaupun menteri tersebut memiliki track record bagus dan dukungan penuh publik, tetapi tidak memberikan keuntungan bagi kelanggengan kekuasaan maka jabatan pertaruhannya," tegasnya.

Arbi menilai Jokowi telah menghitung untung rugi dalam melakukan reshuffle kabinet ini. "Presiden lebih memilih melepas jabatan menteri yang dinilai bermasalah untuk menyenangkan para partai politik pendukungnya sehingga bisa mendapat keuntungan politis yang lebih," katanya.

Oleh karena itu, tidak ada ruang bagi para menteri yang dianggap keras seperti Sudirman Said ataupun Rizal Ramli. Seperti diketahui, Sudirman juga pernah terlibat konflik dengan Setya Novanto yang sekarang menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar dalam kasus papa minta saham. Sudirman mengungkap sejumlah pertemuan Novanto yang pada saat itu menjabat sebagai ketua DPR dan pengusaha Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia.

Dalam laporannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan, Sudirman menyatakan bahwa Novanto menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak Freeport. Serta meminta agar Freeport memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Novanto juga disebut meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika.

Pada akhirnya Novanto lolos dari jerat kasus tersebut walaupun kehilangan jabatan sebagai ketua DPR. Tetapi karirnya tak berhenti di situ, tak lama kemudian Novanto malah terpilih menjadi Ketua Umum Golkar dan berbelok arah menyatakan dukungan penuh terhadap pemerintahan Jokowi-JK.

"Sudirman terlalu keras dan berbahaya lebih baik dicopot demi kelanggengan kekuasaan dan menyenangkan partai pendukung," tegas Arbi.

PENEGAKAN HAM DIPERTANYAKAN - Selain masalah politik dan kekuasaan, Jokowi juga dinilai tak memperhitungkan rekam jejak menteri yang diangkatnya. Salah satu nama yang dipertanyakan adalah Wiranto yang menggantikan posisi Luhut Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.

Masuknya Wiranto memicu kontroversi karena Wiranto memiliki jejak rekam yang buruk di masa lalu. Ia menjadi tokoh yang disebut-sebut telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam tragedi Trisakti, Semanggi, serta penculikan dan penghilangan aktivis.

Wiranto juga pernah disebut dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa di bawah mandat Serious Crime Unit. Dia dinyatakan gagal mempertanggungjawabkan posisi komandan tertinggi dari semua kekuatan tentara dan polisi di Timor Leste untuk mencegah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan dan menghukum para pelaku.

Seperti diungkapkan Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri, diangkatnya Wiranto ke dalam kabinet untuk menduduki wilayah strategis telah menggambarkan, jokowi tidak memiliki komitmen dalam penegakan HAM dan menyalahi Nawacita. Naiknya Wiranto dinilai akan mempengaruhi dan berdampak besar terhadap politik Indonesia ke depan.

Gufron mengatakan, persepsi Wiranto dalam penegakan HAM sangat diragukan, sehingga langkah kebijakan yang akan dilakukan Menkopolhukam akan potensial tidak berpihak pada demokrasi dan HAM. "Sangat salah menaruh Wiranto dalam kabinet apalagi sebagai Menkopolhukam," ujar Gufron kepada gresnews.com, Kamis (27/7).

Ia melihat, kecenderungan politik Jokowi saat ini menjadi sangat pragmatis sehingga pertimbangan demokrasi atau HAM cenderung diabaikan. Wajar apabila banyak yang mempertanyakan apa pertimbangan dasar milih Wiranto padahal banyak pihak yang lebih berkapasitas dan lebih muda usianya. "Ini terlihat sangat transaksional," ujar Gufron.

Senada dengan Gufron, Arbi menilai, diangkatnya Wiranto akan memberikan keuntungan kepada Jokowi untuk mendapatkan dukungan keluarga besar militer. Karena Wiranto dianggap sebagai dedengkot TNI dan masih memiliki pengaruh besar. Ia juga dikenal dekat dengan keluarga Cendana sehingga dapat membantu upaya "lobi" dengan trah Soeharto tersebut.

Selain itu, menurutnya, Wiranto sudah memiliki pengalaman untuk menghadapi aktivis HAM. "Wiranto diplot untuk membungkam para aktivis HAM karena jam terbang dia tinggi dalam menghadapi kasus HAM. Buktinya sampai sekarang kasusnya tidak tersentuh," ujar Arbi.

Sedangkan Manager Nasution dari Komnas HAM menyatakan, Jokowi harus menjelaskan ke publik maksud dan tujuan pengangkatan para menteri yang dinilai mempunyai jejak rekam yang buruk di masa lalu sehingga tidak ada kesimpangsiuran. "Semoga apa yang dikhawatirkan para teman-teman aktivis HAM tidak benar," ucapnya singkat kepada gresnews.com.

TERJEBAK KE ERA ORBA - Berbeda dengan pengangkatan Wiranto, untuk Sri Mulyani ada pihak menilai, langkah Jokowi tepat lantaran di bidang ekonomi memang butuh kepemimpinan yang piawai untuk membawa Indonesia keluar dari krisis keuangan. Hanya saja, sebagian pihak menyikapi hati-hati masuknya Sri Mulyani ke dalam kabinet.

Pasalnya, dengan prioritas pembangunan infrastruktur yang menjadi andalan Jokowi, dikhawatirkan pengangkatan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan akan menyeret lagi Indonesia ke dalam kubangan utang dari International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia.

Pasalnya, Sri Mulyani memiliki kedekatan yang baik dengan IMF dan Bank Dunia, sehingga diprediksi pemerintahan akan dengan mudah mendapatkan kucuran dana dari kedua lembaga tersebut. "Siap-siap kita terjebak kembali seperti zaman Orde Baru," ujar Pengamat Ekonomi Rahmat Bagja kepada gresnews.com, Kamis (28/7).

Bagja sebetulnya berharap agar Sri Mulyani tetap di IMF, Sri dianggap terlalu moneteris untuk perekonomian Indonesia. Sikap moneteris biasanya memiliki cara pandang yang tidak sesuai seperti melihat pekerja sebagai aset bukan sebagai manusia yang bekerja dan melihat modal adalah uang.

Ia juga mengungkap kemungkinan Indonesia kembali masuk dalam perangkap IMF setelah Sri Mulyani menjabat. "Memang akan sangat membantu tapi skema IMF juga disertai syarat seperti pemangkasan anggaran dan implikasi adanya privatisasi serta dilepasnya BUMN," kata Bagja

Sri Mulyani juga dianggap sebagai orang yang sangat berpengaruh pada perubahan tafsir Pasal 33 UUD 1945 terkait penanaman modal. Bagja menduga Sri akan membuat banyak ikatan dengan pemodal asing. Dimana salah satu poin penanaman investasi adalah dengan mendatangkan tenaga kerja dari negara investor.

Hal ini tentu akan membuat peningkatan persaingan dengan penanam modal asing dan pekerja asing. "Anda bisa bayangkan berapa kue yang ada di dalam negeri dan akan diperebutkan oleh orang-orang asing dan kita hanya kebagian remahnya saja," ujarnya.

BACA JUGA: