JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meninjau pembangunan pulau reklamasi. Dalam kunjungan itu, DPR masih menemukan aktivitas yang diduga berpotensi melanggar aturan pelaksanaan reklamasi.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi VI Edhy Prabowo usai melakukan kunjungan ke pulau reklamasi pulau C, D dan G. Edhy Prabowo menduga masih ada pembangunan fisik infrastruktur dengan dalih menjaga agar tidak terjadi longsor dan tanah yang ditimbun tidak membuat laut dangkal yang mempengaruhi aktivitas nelayan.

Namun dia berharap agar proses pembangunan di pulau reklamasi dihentikan. Apalagi dasar untuk mendirikan bangunan di pulau reklamasi juga masih bermasalah. Pasalnya tanah yang digunakan perlu mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sedangkan status tanahnya belum jelas. Oleh karena itu, dia melarang aktivitas apapun di pulau reklamasi.

"Oh iya dong, aktifitas itu atas dasar yang mana? Dia kerja atas dasar di tanah apa? Tanahnya sendiri kan belum dapat izin keluar dari negara," kata Edhy Prabowo di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (24/3).

Edhy melanjutkan, DPR meminta kepada Kementerian terkait untuk berkoordinasi dengan Pemda DKI Jakarta agar pembangunan di pulau reklamasi dihentikan menjelang terpenuhi syarat administratifnya. Sejauh ini, kata Edhy, masih terdapat ketidakjelasan status tanah pulau reklamasi.

"Saya minta kementerian untuk berkoordinasi dengan Pemda DKI untuk menyetop itu semua, jangan dulu, dasarnya apa? Kalau kita mengeluarkan IMB, IMB ini dasar dari tanah mana? Tanah ini statusnya apa dulu? Pengeluarannya kan belum jelas, Amdalnya juga belum jelas," ungkap Edhy Prabowo.

Politisi Partai Gerindra itu juga tak menampik pembangunan pulau reklamasi memiliki ekses negatif terhadap nelayan tradisional yang menggantungkan mata pencaharian di pesisir Jakarta. DPR bukan atas dasar suka atau tidak suka dengan megaproyek yang dinilai hanya menguntungkan pihak tertentu. Namun, tetap memperhatikan kepentingan nelayan.

Selain itu pun keberlangsungan ekosistem lingkungan juga tetap diperhatikan terkait pembangunan pulau reklamasi. Sehingga semua kepentingan tetap terjaga dengan tidak ada yang dirugikan.

"Apalagi kalau melihat ekses yang muncul, yang timbul penggusuran di sekitar wilayah situ, ini kan tidak bisa dibiarkan," pungkusnya.

PUTUSAN PTUN - Sementara itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah membatalkan izin pelaksanaan pembangunan Pulau F, I, pulau G (putusan tingkat pertama). Majelis hakim yang memeriksa perkara yang diajukan nelayan tradisional, LSM Walhi dan KNTI itu membatalkan semua izin pulau reklamasi yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta.

Dalam putusan penundaan yang diajukan penggugat, hakim juga mengabulkan. Dengan begitu, tindakan apa pun terkait pulau reklamasi tidak dapat dibenarkan sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Mengabulkan penundaan yang diajukan penggugat dan meminta agar keputusan gubernur Nomor 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol dengan tindakan administrasi selanjutnya selama proses persidangan berlangsung sampai berkekuatan hukum tetap," ujar ketua majelis hakim Arif Pratomo saat membacakan putusan untuk pulau F, I dan K.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai tergugat (Pemda DKI Jakarta) tidak mampu membuktikan dalil-dalinya dipersidangan. Tindakan Pemda DKI dinilai melanggar aturan dalam melaksanakan reklamasi. Karena izin yang dikeluarkan belum mendapatkan Peda zonasi wilayah yang menjadi syarat dalam melakukan reklamasi.

Terkait putusan PTUN yang memenangkan gugatan nelayan Muara Angke, Edhy Prabowo juga mengungkapkan, posisi DPR dalam kasus reklamasi hanya sebagai penguat dari keputusan peradilan. Beberapa tahun lalu, pihaknya telah menduga kemungkinan adanya pelanggaran dalam pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta.

Menurutnya, putusan pengadilan yang menilai terdapat pelanggaran itu telah diwanti-wanti sejak awal oleh DPR RI. "Kita juga mau lihat dari hasil putusan PTUN, kita kan hanya menguatkan, putusan ini kan membenarkan apa yang kami lakukan tahun lalu, tahun 2015," tukasnya.

BACA JUGA: