JAKARTA, GRESNEWS.COM - Urusan pembentukan komisi-komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) ternyata tak kalah rumit dan seru dengan ketika menentukan pimpinan DPR/MPR. Koalisi Indonesia Hebat plus PPP masih terus menunda mengirimkan nama-nama paket pengisi komisi-komisi dan AKD lantaran masih tak puas dengan tawaran enam kursi pimpinan yang ditawarkan KMP.

Paripurna untuk pengambilan keputusan pembentukan komisi beserta AKD pun tertunda-tunda. Jika pembentukan komisi terus terganjal, alhasil kinerja DPR pun turut terancam pula. Pasalnya, tanpa komisi dan AKD, DPR tak bakal bisa bekerja baik dalam menyusun Undang-Undang, melakukan pengawasan, dan pengesahan anggaran. Alhasil diprediksi DPR baru bisa benar-benar bekerja tahun depan.

DPR hanya mempunyai waktu satu bulan hingga November nanti untuk mengurus kelengkapan nama, karena komisi dan alat kelengkapan merupakan syarat anggota dewan bisa bekerja. Padahal, mulai 6 Desember mendatang mereka sudah harus reses hingga Januari 2015.

Menurut pengamat politik Emrus sihombing sepanjang KIH dan PPP belum menyerahkan nama-nama tersebut DPR akan sulit bekerja, setidaknya sampai pada Presiden Jokowi mengumumkan susunan kabinetnya nanti. "Begitu Jokowi mengumumkan kabinet, peta politik akan berubah, PPP fix bergabung ke KIH dan baru mereka akan menyerahkan nama tersebut," kata Emrus kepada Gresnews.com, Jumat (24/10).

Dia mengatakan, KIH bertahan karena masih membuka peluang bergabungnya partai KMP ke kementerian. Ketika diumumkan kemungkinan selain PPP masih ada partai dari KMP yang bergabung. "Jadi walaupun nanti pemilihan pimpinan komisi melalui voting mereka tetap bisa kebagian," ujar Emrus menambahkan.

Kekhawatiran DPR baru bisa bekerja di awal tahun 2015 ini juga diungkap oleh pengamat hukum tata negara Refly Harun. Menurut Refly, DPR mungkin akan terhambat kerjanya, meski demikian tidak semua fungsi DPR akan lumpuh meski pembentukan komisi dan AKD berlarut-larut.

Refly meski jangka waktu pembentukan komisi dan AKD tidak diatur dalam UU MD3, namun secara otomatis jika semua kelengkapan dewan itu belum terbentuk, maka berlaku etika politik agar proses ini dipercepat untuk mempercepat pula proses kerja DPR. Selama belum terbentuk, DPR tetap bisa bekerja karena mempunyai empat fungsi yang mlekat pada kelembagaan dan pribadi.

"Mungkin fungsi legislasi dan fungsi budgetingnya belum jalan. Tapi fungsi pengawasan dan fungsi representasi untuk kepentingan rakyat harus tetap jalan," jelasnya kepada Gresnews.com, Jumat (24/10).

DPR, kata dia, masih bisa dan wajib menindaklanjuti segala pengaduan dari masyarakat. Contohnya tanggapan  dari surat presiden atas nomenklatur kementerian, jika presiden saja bisa ditanggapi jangan masyarakat didiskriminasi. Jika hanya karena AKD dan komisi belum terbentuk DPR tidak bekerja, hal itu menunjukkan ketidakkreatifan para anghota dewan.

"Fungsi pribadi sebagai penampung pengaduan harus tetap jalan, kan bisa dihandle pimpinan dan kesekretariatan. Yang penting tidak boleh merugikan kepentingan masyarakat," kata Refly

Dinamika yang terjadi beberapa waktu ini dianggap Refly sebagai aksi saling mematikan dari kedua kubu, berbeda dari tradisi sebelumnya yang biasanya semua koalisi bisa mendapat jatah. Apa yang dilakukan KIH merupakan sikap buying time agar terjadi kebijakan proposional, di sisi lain KMP menginginkan semua kursi pimpinan, tanpa memberi kesempatan pada KIH, padahal PDIP merupakan partai pemenang pileg.

Sebelumnya anggota Fraksi Golkar Syamsul Bachri menyatakan, urusan pimpinan komisi seharusnya diserahkan ke komisi masing-masing untuk dipilih dan dibuka pada paripurna. "Kalau sudah begini, akibatnya hanya pimpinan dewan saja yang bekerja. Padahal kan ada surat-surat dari presiden yang harus dibahas, sementara anggota dewan belum punya tugas di komisi. Kondisi ini kan menganggu," ujarnya.

BACA JUGA: