JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar sidang paripurna untuk membahas revisi Undang-Undang DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) menjadi usul inisiatif DPR. Dalam paripurna salah satu agenda yang mendapat pengesahan adalah penampahan satu kursi pimpinan DPR, untuk mengakomodir PDIP sebagai partai pemenang pemilu.

Kendati  telah disahkan dalam paripurna tersebut, soal motif penambahan kursi pimpinan dalam revisi terbatas UU MD3 masih dipersoalkan sebagian anggota DPR. Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmon Junaidi Mahesa, Selasa (24/1) mempertanyakan usulan penambahan kursi pimpinan DPR menjadi enam orang. Menurut Desmon, perlu memperjelas apakah penambahan kursi pimpinan hanya untuk memperkuat kelembagaan DPR atau hanya transaksi politik dengan membagi-bagi kekuasaan.

"Penambahan ini untuk apa? Memperkuat kelembagaan atau bagi- bagi kekuasaan," kata Desmon di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/1).

Jika penambahan kursi pimpinan untuk memperkuat kelembagaan dan bagi kekuasaan, imbuh Desmon, maka harus mengedepankan prinsip keadilan semua partai. Pasalnya, baik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) maupun Partai Gerindra mengaku memiliki hak agar kepentingan mereka diakomodir di kursi pimpinan DPR dan MPR.

Menurutnya Partai Gerindra meskipun sebagai pemenang ketiga tapi tidak memiliki kursi pimpinan di MPR. Begitu pun dengan PKB tidak memiliki kursi di pimpinan DPR. Karena itu, soal keadilan itu juga harus di kedepankan jika ingin melakukan penambahan kursi pimpinan.

Sebelumnya dalam revisi itu diusulkan dilakukan penambahan satu kursi pimpinan untuk mengakomodir Partai PDIP sebagai partai pemenang dalam pemilihan legislatif pada 2014. Sebab sebagai pemenang Pamilu PDIP tidak mendapat jatah kursi pimpinan DPR. Penambahan kursi pimpinan DPR dilakukan dengan menambahkan satu kursi untuk partai PDIP.

"Agar tidak menjadi lelucon politik yang enggak lucu, ya mending tidak usah. Kalau ada penambahan harus dipikirkan azas keadilannya," gugat politisi Partai Gerindra ini.

Dia menilai kalau penambahan kursi tanpa mengakomodir kedua partai itu (Gerindra dan PKS) berarti menjadi lelucon politik saja. Karena beberapa partai lain akan terzalimi dengan keinginan untuk menambahkan kursi pimpinan DPR. "Itu pemaksaan kehendak namanya," pungkas mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.

ALASAN PDIP - Aria Bima dari fraksi PDIP mengemukakan hal yang berbeda dari Desmon soal penambahan kursi pimpinan DPR. Wakil Ketua Komisi VI itu tidak menolak soal faktor politis dalam wacana penambahan kursi pimpinan DPR sebab memang sebelumnya telah melalui konsensus pimpinan fraksi.

Penambahan itu bertujuan untuk mengakomodir konfigurasi representatif kepentingan anggota DPR. Itu, untuk memberikan rasa keadilan bagi Partai PDIP sebagai partai pemenang di DPR.

Selain itu, dia menegaskan penambahan kursi pimpinan dalam rangka memperkuat kinerja DPR. Menurutnya, itulah motif yang menjadi konsensus semua fraksi untuk melakukan penambahan kursi di DPR.

"Untuk jangka pendek tiga tahun terakhir ke depan bagaimana mengoptimalkan kinerja DPR dengan adanya penambahan kursi bagi PDIP dalam unsur pimpinan," kata Aria Bima di tempat yang sama.

Aria memastikan, penambahan DPR yang disahkan dalam paripurna hari ini hanya terbatas pada penambahan satu kursi pimpinan DPR dan MPR untuk partai pemenang. Untuk usulan PKB yang juga mengaku memiliki hak untuk mendapatkan kursi pimpinan akan dipertimbangkan. Bagaimana pun juga, PKB merupakan partai yang perlu dipertimbangkan untuk masuk ke konfigurasi pimpinan.

"Untuk MD3 yang 2019 nanti akan ada inisiasi sendiri terpisah dari yang ini. Kalau untuk PKB nanti kita bahas dulu dilobi," katanya.

Zainudin Amali dari fraksi Golkar juga membatasi penambahan kursi pimpinan DPR hanya harus kembali kepada klausul awal. Sesuai klausul awalnya, penambahan hanya diberikan kepada PDIP untuk mengakomodir PDIP sebagai partai pemenang ke dalam unsur pimpinan DPR.  "Jangan melebar kemana-mana lagi," ujar Zainudin.
 

BACA JUGA: