JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masalah pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah semakin pelik. Kendati mendapat tentangan dari masyarakat Kendeng, Jawa Tengah, pemerintah tak peduli dan masih terus berupaya untuk mempertahankan agar pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk beroperasi.

Bahkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah menerbitkan izin yang baru terkait operasi pabrik semen. Ganjar menerbitkan izin lingkungan yang baru yakni Keputusan Gubernur Jateng dengan Nomor 660.1/6 Tahun 2017 yang membuat penolakan warga Kendeng dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semakin massif.

Wakil Ketua Komisi VI Inas Nasrullah Zubir mensinyalir penolakan pabrik semen hanya didukung oleh kepentingan asing. Dia memandang, penolakan itu tidak murni dilakukan warga Rembang yang merupakan warga yang terdampak langsung. Dia juga menyebut peserta penolakan itu sebagian besar dari Pati bukan warga Rembang.

"Kenapa tidak menolak dari dulu, kenapa yang di Pati itu tidak ditolak. Saya menduga ada keterkaitan dan campur tangan asing di situ," kata Inas di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (22/3).

Anehnya, sambung Inas, penolakan baru sekarang digaungkan saat pemerintah telah menggelontorkan dana yang cukup besar, sekitar Rp5 triliun. Padahal upaya BUMN itu bahkan bisa menjadi pendorong ekonomi daerah dengan adanya pembangunan pabrik semen milik perusahaan pelat merah. Sementara PT Indocement yang di Pati bukan milik BUMN justru tidak ditolak.

Lebih jauh dia mengungkapkan, dengan adanya pembangunan semen Indonesia dapat menambah pemasukan bagi negara. Selama ini, Indonesia hanya mengekspor dari sektor pertambangan dan sawit.

"Kalau bisa kita ekspor semen lah. Itu yang kita harapkan. Kita dorong arahnya kesana. Kan kalau ekspor kita kan bisa ada devisa untuk negara," tukas Inas.

Sesuai prediksi Kementerian Perindustrian produksi semen nasional pada 2017 akan mencapai 102 juta ton, sementara kebutuhan dalam negeri sekitar 70 juta ton. Artinya, Indonesia mengalami surplus pasokan semen. Surplus itu menjadi peluang bagi negara untuk menggenjot pendapatan negara dari ekapor sehingga perlu didorong agar pendapatan negara lebih maksimal.
PERTIMBANGKAN LINGKUNGAN - Sementara itu, sebelumnya Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatam) Merah Johansyah saat melakukan dengar pendapat bersama Komisi VII DPR pertengahan bulan lalu mengungkapkan pembangunan pabrik semen tidak lagi mempertimbangkan aspek ekologis. Padahal kebutuhan semen dalam negeri telah tercukupi sehingga tidak diperlukan pembangunan pabrik semen baru, apalagi dengan mengorbankan aspek lingkungan.

Jika pemerintah ngotot untuk membangun pabrik tersebut, manurut Merah perlu dipertanyakan maksudnya. Dia khawatir, jangan sampai pembangunan pabrik itu mengorbankan kedaulatan rakyat terhadap lingkungannya terutama akses masyarakat terhadap kebutuhan sumber daya air.

"Kalau produksi semen terus digenjot, pembongkaran kawasan Karst itu terus dilakukan ini untuk melayani siapa?," tanya aktivis tambang yang akrab dipanggil Merah, di Ruang Komisi VII Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (23/2) lalu.

Bahkan Jatam sendiri mengusulkan agar pemerintah untuk melakukan penghentian sementara pembangunan pabrik semen (moratorium). Karena pembangunan pabrik semen, kata Merah, banyak menimbulkan kekisruhan dan tindakan diskriminatif yang mengorbankan masyarakat bawah.

Oleh karena itu, dia berharap kepada DPR agar tetap menjalankan fungsi pengawasannya untuk mengawasi kebijakan pemerintah terkait pembangunan pabrik semen. Karena dia melihat banyaknya tindakan intimidatif aparat kepolisian terhadap warga yang melakukan penolakan pembanguan pabrik semen.

Misalnya tindakan intimidasi berupa pembakaran terhadap posko dan musholla pada tanggal 8 Januari 2017. Saat itu warga menghadang operasi pembangunan pabrik semen sementara Mahkamah Agung MA telah membatalkan izin lingkungannya. Tindakan itu malah sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah namun tidak ada diproses oleh Polda.

BACA JUGA: