JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan penggusuran yang terjadi di Jakarta selama kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dikritik keras. Kebijakan Ahok yang main gusur saja pada permukiman warga miskin seperti di Kalijodo, Bukit Duri, Kalibata dan beberapa permukiman warga miskin kota lainnya di Jakarta dinilai jauh dari semangat penataan Ibukota yang ramah pada masyarakat kecil.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana di sela-sela persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (21/9). Lulung--demikian dia akrab disapa-- menilai kebijakan Ahok soal penataan Ibukota telah mengecewakan wong cilik yang juga memiliki hak untuk mempertahankan hak miliknya.

"Hari ini Ahok tidak berlihak pada wong cilik. Ahok hari ini menggusur orang-orang miskin tanpa konsep penataan. Dia hanya memakai konsep penertiban sesuai peraturan daerah saja," kata Lulung.

Soal penggusuran yang dilakukan Pemda DKI, sambung Lulung, seharusnya pemerintah dapat membedakan antara tanah pemerintah yang menjadi aset pemerintah daerah dan tanah pemerintah yang sedang dikelola masyarakat. Menurut Lulung, tanah yang dikelola oleh masyarakat telah menyumbang income ekonomi bagi masyarakat, apalagi masyarakat telah mendiaminya lebih dari 20 tahun.

Dengan begitu, langkah Pemda dengan menggusur warga yang kelas ekonomi masih lemah tidak hanya melakukan penertiban tetapi juga mengganti kerugian material yang ditanggung masyarakat. Dengan indikasi itu, Lulung meyakini isu penggusuran rakyat miskin kota ini akan menjadi titik lemah pasangan Ahok-Djarot dalam menghadapi Pilkada DKI Jakarta 2017.

Hal ini bisa menjadi bumerang bagi Ahok-Djarot bila saja, koalisi kekeluargaan yang menjadi lawan mereka, mampu mengusung calon yang memiliki konsep untuk menerapkan kebijakan pro rakyat. Lulung mengaku, koalisi kekeluargaan (PPP, PKB, Demokrat, PAN) telah menggodok calon yang mampu untuk menandingi Ahok-Djarot.

Namun saat ditanya akan mendukung siapa dalam pilkada nanti, Lulung tak menjawab pasti. "Siapapun lawannya, entah Yusril atau Sandiaga Uno. Pokoknya saya di belakang mereka," ujar Lulung.

Sejauh ini partai, selain partai Hanura, Nasdem, Golkar dan PDIP belum bersepakat tentang siapa calon sepadan yang akan menantang Ahok yang di Pilkada 2017. Ahok sendiri telah diusung oleh empat partai politik dengan total 52 kursi di DPRD DKI Jakarta. Jumlah tersebut melampaui syarat dukungan yang hanya mensyarat 22 kursi untuk mencalonkan kandidat.

Spekulasi yang berkembang ada beberapa nama yang akan diusung penanding Ahok. Mereka adalah, Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, Anies Baswedan dan nama mantan Menko Maritim Rizal Ramli. Namun nama tersebut belum final pembahasannya di koalisi kekeluargaan. Pihak koalisi kekeluargaan sendiri berencana akan mengumumkannya hari ini, Kamis (22/9).

Semalam, pimpinan dari keempat partai itu sudah membahas soal pencalonan ini di kediaman mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Pada pertemuan itu, menurutnya, muncul sejumlah nama dalam pembahasan. Tak hanya nama-nama yang sudah muncul ke publik, namun ada juga nama baru yang dipertimbangkan. Termasuk, nama Agus Harimurti Yudhoyono.

Wakil Ketua Umum Bidang Pemenangan Pemilu PPP Arwani Thomafi mengatakan, nama Anies Baswedan juga termasuk yang ikut dibicarakan. Selebihnya adalah nama-nama lama seperti Yusril, Sandiaga, Saefullah, Sylviana Murni (Deputi Gubernur DKI).

Keempat partai itu disebut Arwani juga masih melakukan komunikasi dengan Gerindra dan PKS. "Terjadi komunikasi antara petinggi Partai Gerindra maupun PKS di dalam rapat. Sehinga kemungkinan biasa saja nanti pasangannya tiga, bisa jadi dua," kata Arwani, Kamis (22/9).

"Bisa jadi Gerindra dan PKS sama-sama usung satu pasangan calon sehingga hanya dua pasangan calon (di Pilgub DKI)," tambahnya.

TITIK RAWAN PASANGAN AHOK-DJAROT - Direktur eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago membenarkan prediksi Lulung tersebut. Menurutnya, kasus penggusuran adalah titik lemah yang sangat mungkin menjadi titik serang oleh koalisi non-Ahok kepada kubu Ahok-Djarot. Dia menyatakan, isu penggusuran akan menjadi kelemahan yang sangat kentara dari kubu Ahok.

"Saya rasa isu pengggusuran itu akan menjadi titik lemah Ahok selain reklamasi," kata Pangi kepada gresnews.com, Kamis (22/9).

Menurutnya, konsep penertiban yang dilakukan di Jakarta telah menghilangkan etika dan moral pemangku kebijakan. Aspek kemanusiaan dalam penggusuran yang selama ini memang tak memihak kaum miskin. Menurut Pangi, penataan Jakarta itu tak hanya bentuk fisik akan tetapi perlu penataan yang ramah dengan prinsip kemanusiaan.

Dan itu, tak tercermin dalam kebijakan Ahok soal penggusuran yang marak di Jakarta belakangan ini sehingga bisa menjadi bumerang bagi pencalonan Ahok. "Yang mesti ditata itu adalah manusianya bukan dengan cara begitu," kata Pangi. Isu penggusuran begitu, membuat Ahok rentan tergerus elektoralnya kalau isu penggusuran ini bisa menjadi sasaran tembak dari koalisi non-Ahok.

Dari peta seperti itu, maka langkah koalisi non Ahok perlu mengambil langkah dengan cermat. Jika memang bertekad melakukan head to head, maka koalisi non-Ahok harus memunculkan tokoh yang kuat yang bisa menjadi pesaing Ahok-Djarot.

Jika koalisi tidak memunculkan tokoh tersebut atau malah terpecah, misalnya PPP, PAN, Demokrat, PKB memunculkan satu calon, dan Gerindra-PKS memunculkan satu calon, kata Pangi, itu sama saja memberikan kemenangan mutlak buat kubu Ahok-Djarot.

Dengan adanya tiga kandidat, Pangi menilai, kemenangan kubu Ahok-Djarot semakin terbuka. "Yang mesti dicari itu antitesis dari Ahok. Calon yang menolak reklamasi, kontra penggusuran karena melawan Ahok juga tidak mudah," ungkap Pangi.

Saat ditanya seberapa besar pengaruh elektoral bagi Ahok soal penggusuran, menurut Pangi cukup signifikan. Dia menilai pemilih yang swing voter cukup banyak sehingga akan mempengaruhi. "Suara yang paling banyak di DKI itu yang masing mengambang yang mudah diubah proxy war. Jadi bagaimana mengubah swing voter menjadi real voter," pungkas Pangi. (dtc)

BACA JUGA: