JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah heboh surat edaran Menteri BUMN Rini Soemarno yang melarang para eksekutif BUMN menghadiri undangan DPR, kini beredar surat yang berisi imbauan dari Presiden Joko Widodo agar jajaran menteri dan lembaga yang dipimpinnya untuk tidak menghadiri undangan DPR sementara waktu. Dalam kopi surat yang diterima Gresnews.com, imbauan itu ditandatangani oleh Seskab Andi Wijajanto.

Surat itu ditujukan diantaranya kepada para menteri, Kepala Kepolisian Negara RI, Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Jaksa Agung. Presiden Jokowi dalam surat itu memerintahkan untuk menunda pertemuan dengan DPR, baik dengan pimpinan maupun alat kelengkapan DPR hingga konflik internal DPR selesai. Surat edaran tersebut merupakan tindaklanjut dari Sidang Kabinet bertanggal 3 November 2014.

Menanggapi hal itu, politisi dari Partai Golkar Lili Asdjudiredja menilai surat edaran yang dikeluarkan oleh Sekretaris Kabinet Andi Wijajanto itu tidak patut dan akan memperuncing kondisi di DPR di tengah perpecahan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. Sebab, saat ini anggota DPR sudah dilantik, pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah dilantik.

Menurutnya dengan adanya surat edaran tersebut terkesan pemerintah mengintervensi para jajarannya untuk rapat dengan DPR. "Bagaimanapun pemerintah pasti butuh DPR," kata Lili kepada Gresnews.com, Jakarta, Sabtu (22/11).

Dia mengatakan seharusnya pemerintah mengamankan kondisi pemerintahan di tengah kondisi DPR yang sedang terpecah, bukan malah memperuncing keadaan. Padahal sebelum surat edaran tersebut keluar, Komisi VI DPR RI sudah menjalankan agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Peruri. "RDP itu bejalan lancar tanpa hambatan apapun," kata Lili.

Lili mencontohkan seperti zaman Presiden Soeharto dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dimana ketika para menteri memiliki jadwal bentrok antara rapat kabinet dengan rapat DPR, kedua Presiden tersebut pasti langsung memprioritaskan para menterinya untuk mengikuti rapat dengan DPR. Menurutnya dengan cara seperti itu kedua lembaga antara eksekutif dan legislatif dapat tercipta saling menghargai.

"Ya kita disuruh kerja, kerja, kerja tapi dengan adanya surat edaran tersebut kan jadi tidak kerja. Jadi malu kita," kata Lili.

Dia mengaku surat edaran yang dikeluarkan Sekretaris Kabinet nantinya akan dipertanyakan oleh seluruh anggota DPR. Pasalnya sebentar lagi akan ada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Kemudian, DPR juga akan mempertanyakan alokasi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang baru-baru ini pemerintah menaikan.

"Menurut saya sebaiknya tidak perlu ada edaran, malah memperuncing suasana. Pemerintah harusnya baik-baik kepada DPR," kata Lili.

Sementara itu, politisi PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan surat edaran yang dikeluarkan oleh Sekretaris Kabinet menghormati kesepakatan yang ada di DPR. Sebab DPR baru bisa berfungsi setelah UU MD3 direvisi. Menurutnya pelarangan eksekutif rapat dengan DPR agar tidak menimbulkan salah tafsir dan salah paham.

Dia menilai dengan alat kelengkapan DPR yang terbentuk saat ini tidak sah, sebab pada saat pembentukan kelengkapan DPR terdapat lima fraksi yang tidak ikut serta. Padahal syarat pimpinan kelengkapan DPR yang berjumlah 11 Komisi dan 5 badan harus mencapai 5+1, artinya murni sesuai dengan tata tertib DPR.

Menurutnya revisi UU MD3 merupakan titik tolak untuk kembali memfungsikan DPR kembali. Diharapkan revisi UU MD3 dapat selesai pada 3 Desember 2014, sebab pada tanggal 5 Desember 2014 DPR akan reses dengan pidato penutupan akhir tahun. "Surat edaran itu justru menghormati kesepakatan-kesepakatan yang di DPR," kata Hendrawan kepada Gresnews.com.

Seskab Andi Wijajanto sendiri belum bisa dimintai keterangan soal ini. Telepon genggam yang bersangkutan tak aktif saat Gresnews.com mencoba menghubunginya beberapa kali, Sabtu (22/11).

BACA JUGA: