JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mencuatnya wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyisakan banyak pertanyaan. Kejanggalan yang muncul Badan Keahlian DPR lah yang melakukan sosialisasi revisi UU KPK di empat perguruan tinggi. Dari situ muncul dugaan ada agenda tersembunyi dibalik keingin DPR merevisi UU KPK ini.

Wacana revisi ini juga sempat hangat pada 2015 lalu dan mendapat penolakan beberapa pihak. Penolakan itu, terkait poin-poin dalam revisi tersebut dianggap melemahkan KPK untuk menindak pelaku korupsi. Belakangan revisi kembali bergema setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis sejumlah nama anggota DPR yang diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Firman Subagyo saat dikonfirmasi gresnews.com, Selasa (21/4) menyatakan Badan Legislasi (Baleg) tidak pernah lagi membahas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Sejauh ini, belum ada pembahasan perkembangan UU KPK di Baleg karena menurutnya, pembahasan tersebut telah selesai oleh Baleg.

"Enggak ada. Kan Baleg sudah selesai tugasnya," tegas anggota Komisi IV DPR RI itu.

Sebelumnya, revisi UU KPK ditolak lantaran beberapa poin yang semangatnya justru melemahkan KPK. Yakni soal, pembatasan KPK hanya 12 tahun. KPK mesti meminta izin kepada pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan dan KPK tidak diberi wewenang penuntutan.

Namun demikian, Subagyo menambahkan, saat DPR dipimpin oleh Ade Komarudin sempat melakukan konsultasi dengan pemerintah (presiden) yang dihadiri semua fraksi dan Baleg. Dalam rapat konsultasi itu, presiden meminta agar pembahasannya ditunda sementara sambil dilakukan sosialisasi ke masyarakat terkait poin-poin yang diperdebatkan.

Setelah itu, imbuh Subagyo, pergantian unsur pimpinan di DPR dari Akom ke Setya Novanto membuat sosialisasi tersebut urung dilaksanakan. Oleh karena itu, sosialisasi yang tersebut ditugaskan kepada BKD.

Menurut Subagyo, sosialisasi merupakan tahapan untuk menampung aspirasi masyarakat terkait persoalan yang menjadi ditentang sebelum pembahasannya masuk ke Paripurna. Namun, saat ditanya apakah hasil sosialisasi ini akan dibawa ke peripurna, Subagyo hanya menjawab diplomatis.

"Belum tentu. Sosialisasikan untuk menyerap aspirasi dan dipertimbangkan apakah dilanjutkan atau tidak," tukas Subagyo.

TAK ADA PEMBAHASAN - Hal yang sama juga diungkap oleh Adies Kadir. Anggota Komisi III menyayangkan langkah Badan Keahlian DPR yang melakukan sosialisasi revisi UU KPK ditengah polemik KPK sedang memburu pelaku korupsi e-KTP yang diduga melibatkan banyak anggota DPR komisi II.

Dia pun mengaku tidak pernah mendengar pembahasan soal revisi UU KPK baik di Baleg maupun di komisi III. Bahkan dia juga mempertanyakan BKD yang melakukan sosialisasi yang sebetulnya merupakan tugas Badan Legislasi.

"Nanti dalam rapat dengar pendapat (RDP) akan kami tanyakan juga itu. Ngapai mereka sosialisasi enggak ada angin tiba tiba sosialisasi. Kan itu bagian dari Komisi III juga itu," ungkap politisi Golkar tersebut akhir pekan lalu.

Menurutnya, langkah BKD yang melakukan sosialisasi itu dinilai janggal. Apalagi, revisi tersebut sebenarnya tidak masuk ke dalam prioritas yang akan dibahas hana ada dalam program legislasi nasional.

"Belum ada perkembangan. Makanya apa yang mau disosialisaikan. Kan enggak pernah ada pembahasan. Coba tanya Baleg, kan mau usulan pemerintah maupun usulan DPR kan dibahas di Baleg di prioritas pun enggak ada," tukas mantan pengacara itu.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengapresiasi langkah BKD yang melakukan sosialisasi revisi UU KPK. Dengan adanya sosialisasi itu, maka akan terlihat apakah perubahan itu dibutuhkan atau tidak. Namun, dia menolak untuk menerangkan apa saja poin yang disosialisasikan. "Tanya saja ke timnya Baleg ya," ujar Agus di komplek Parlemen, Rabu (15/3) lalu.

Lebih jauh dia mengungkapkan, keputusan untuk merevisi tersebut juga membutuhkan persetujuan dari pemerintah. Sehingga, apa yang dilakukan seperti sosialisasi semuanya masih dalam proses karena pemerintah juga tetap persetujuan pemerintah.

"Bagus. Sosialisasi itu itu membuat kita mendapat masukan yang lengkap juga refresentatif dari masyarakat," pungkas Agus Hermanto.

AGENDA TERSEMBUNYI - Langkah DPR tetap melanjutkan sosialisasi revisi UU KPK dimata pakar hukum Universitas Trisakti Fickar Hadjar bukan sesuatu yang penting. Ia menilai istilah yang digunakan DPR untuk sosialisasi itu tidak tepat, karena ini bukan UU baru.

"Buat apa sosialisasi. Kedua, ini landasan sosiologisnya apa. Apakah ini urgen. Apakah ada desakan masyarakat untuk revisi," ujar Fickar, Selasa (21/3).

Ia menduga ada agenda tersembunyi dari DPR yang tetap ingin UU KPK direvisi. Menurut Fickar, bisa jadi DPR ngotot melakukan revisi karena KPK sedang memeriksa perkara-perkara korupsi yang menyangkut para anggota Dewan.

"Mungkin karena terakhir KPK gencar memeriksa perkara korupsi yang ada kaitannya dengan anggota DPR. Kemudian mungkin menimbulkan feedback dari DPR," katanya.

Ia berharap seluruh penggiat antikorupsi dan masyarakat turun tangan memberikan perlawanan kepada DPR. Dia menilai sampai saat ini UU KPK masih layak dipakai dan belum perlu direvisi.

"Untuk menahan hal ini terus-menerus, masyarakat, aktivis, semua harus melawan dan kalau perlu menyatakan DPR tidak pro-pemberantasan korupsi karena langkah ini," ucapnya. (dtc)

BACA JUGA: