JAKARTA, GRESNEWS.COM - Isu perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja Jokowi-JK semakin menguat. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bahkan telah memberikan catatan-catatan penting kepada presiden terkait kinerja menteri yang dinilai kurang maksimal.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Imam Suroso mengakui, partainya memang sudah mengirim surat kepada Jokowi terkait rencana reshuffle tersebut. Surat itu berisi penilaian kinerja beberapa menteri yang menurut PDIP mesti diganti jika presiden benar-benar ingin merealisasikan perombakan kabinet.

"Kalau kita nilai ada tiga Kementerian," kata Imam saat menjadi pembicara sebuah diskusi bertajuk "Hiruk Pikuk Reshuffle" di Bilangan Jakarta Selatan, Selasa (19/7).

Namun pria kelahiran Pati, Jawa Tengah 10 Januari 1964 ini enggan membeberkan menteri dari partai mana saja yang dinilai partai berlambang banteng bermoncong putih itu patut diganti. Imam membantah tudingan lewat surat itu, PDIP ingin mengintervensi keputusan Jokowi terkait reshuffle sekaligus minta tambahan "jatah" kursi menteri.

Sebelumnya, memang santer disebutkan, PDIP tengah mengincar tambahan jatah kursi menteri dari pengurangan jatah kursi menteri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Salah satu kursi yang diincar adalah kursi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Hal itu dibantah Imam yang mengatakan, surat yang dikirimkan PDIP ke Jokowi hanya sebatas pertimbangan. "Karena pergantian menteri sepenuhnya prerogatif presiden," katanya.

Lebih jauh dia menegaskan, presiden perlu berhati hati dalam melakukan bongkar pasang kabinet. Dia mengkhawatirkan bila kabinet yang ditukar bukan dalam bidangnya justru akan merugikan kepentingan masyarakat sendiri.

"Harus orang yang benar-benar dibidangnya. Jangan orang yang bukan dibidangnya," ungkap anggota komisi IX DPR RI.

Imam juga mengaku melirik beberapa Kementerian jika PDI-P juga kemudian diberikan jatah kursi menteri dalam reshuffle. "Kalau mengisi (diberi kursi menteri) yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Menteri katanya Ketenagakerjaan itu berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat," ungkapnya.

Soal upaya "mengintervensi" Jokowi, memang bukan kali ini saja PDIP memberikan masukan ke Jokowi soal rehuffle kabinet. Sebelumnya, Wasekjen PDIP Eriko Sotarduga juga meminta agar Jokowi jika benar melakukan reshuffle, cukup mengganti menteri non-parpol alias dari jalur profesional. Alasannya, saat ini lebih banyak menteri dari kalangan profesional non parpol.

Saat ini dari 34 menteri, 20 diantaranya dari kalangan profesional dan 14 dari kalangan parpol. "Beberapa teman bicara, karena sekarang lebih banyak mayoritas profesional (non-parpol), kenapa nggak diseimbangkan (komposisi menteri asal parpol dan non-parpol)," kata Eriko.

Hanya saja, kata Eriko, semua memang merupakan hak prerogtif Jokowi selaku presiden. "Kita kan sudah memberikan kepercayaan kepada Jokowi sebagai presiden, tentu kewenangan beliau sepenuhnya dalam menentukan susunan kabinet. Tapi dalam komunikasi politik ada yang berkenan dan tidak (menterinya dicopot). Jadi paling tidak dikomunikasikan," papar Eriko.

GOLKAR TAK MAU KALAH - Seperti tak mau kalah dari PDIP, Partai Golkar yang baru saja resmi masuk jajaran partai pendukung pemerinta juga ikut-ikutan "memberi masukan" kepada Jokowi. Kabarnya Ketua Umum Golkar Setya Novanto telah mengirimkan surat kepada Jokowi yang berisi nama-nama kader Golkar yang diajukan untuk menjadi menteri.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono setelah menghadiri acara ulang tahun ke-65 Surya Paloh di Grand Lobby Media Group, Kedoya, Jakarta Barat, Senin (18/7). Agung mengatakan, partainya berharap mendapatkan jatah dua kursi menteri.

"Saya dengar Pak Setya Novanto sudah mengirimkan nama, tapi saya nggak bisa menyebutkan, ada yang senior dan junior. Semua yang dikirim adalah yang terbaik dan saya berharap Pak Jokowi bisa memilih 1 atau 2 di antara mereka," kata Agung Laksono.

Agung mengatakan Golkar mengirim nama-nama itu karena diminta oleh Presiden Jokowi. Dia tak mau mengungkap nama-nama yang disetor ke Jokowi. Namun belakangan beredar kabar Golkar menyetor tiga nama yaitu Idrus Marham, Cicip Sharif Sutardjo dan MS Hidayat.

Jokowi dikabarkan belum menyetujui nama-nama itu. Di luar ketiganya, Jokowi malah menggelar pertemuan dengan senior Golkar yang pernah menjadi Menteri Perumahan Rakyat dan Menteri Transmigrasi, Siswono Yudo Husodo. "Soal pos di mana, nama orangnya, saya belum siap, nanti mengganggu," ujar Agung ditanya soal kebenaran isu tersebut.

Pernyataan Agung ini dibantah Sekjen Partai Golkar Idrus Marham. "Tadi pagi kebetulan saya antar ketum ke airport, saya mau confirm itu lagi. Lalu ketum menjelaskan bahwa sampai pada hari ini kita tidak bicara masalah itu apalagi ada nama-nama," ujar Idrus saat bertandang ke Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/7).

Idrus juga membantah pernyataan Agung yang mengatakan Golkar mengirim nama-nama calon menteri itu karena diminta oleh Presiden Jokowi. "Kata beliau (Novanto) tidak pernah. Jadi Presiden Jokowi tidak pernah minta nama dari Partai Golkar. Kenapa? Karena Golkar konsisten, kita mendukung pemerintahan Jokowi-JK tanpa syarat, tanpa bargaining, atau tawar menawar menteri," kata Idrus.

Dia menegaskan, Golkar mendukung karena semata-mata keterpanggilan dan tanggung jawab di samping untuk memperkuat sistem presidensial. Selain itu juga untuk menjamin pemerintahan ini dapat melaksanakan pembangunan dengan baik untuk kepentingan bangsa.

Dalam mendukung pemerintahan Jokowi-JK, Idrus menyebut 91 anggota Fraksi Partai Golkar di DPR dipastikan akan mendukung program-program pemerintah. Soal pernyataan Agung, dia menyebut itu hanyalah kesalahan informasi. "Mungkin missed informasi. Kita nggak boleh katakan bohong atau tidak bohong," tutur Idrus.

MENTERI YANG TEPAT - Terkait isu reshuffle kabinet ini, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mengingatkan, reshuffle kabinet tidak dilakukan karena pertimbangan politik semata. Namun keinginan melakukan reshuffle hanya karena semata Jokowi menginginkan adanya perubahan dalam kabinetnya.

"Kalau reshuffle dilakukan tidak akan ada gonjang ganjing. Sebab, Jokowi tidak lagi ada dibayang-bayangi oligarki," ungkap Ikrar.

Menurut Ikrar, karaguan publik selama ini tentang Jokowi sebenarnya sudah terjawab. Dia melihat pada kasus terplihnya Jenderal Tito Karnavian sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Meskipun Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati memiliki calon berbeda, akhirnya Jokowi tetap pada pilihannya yakni menunjuk Tito sebagai kapolri.

Dia melihat kekuatan Jokowi mengelola pemerintahan pada dua tahun terakhir semakin bebas dari intervensi lainnya. "Dalam dua tahun ini Jokowi bisa pegang kekuasaan negara," ungkapnya.

Meskipun begitu, Ikrar berharap reshuffle kali ini bisa menjadi reshuffle terakhir dalam masa pemerintahan Jokowi. Sehingga perlu memilih pengganti yang memiliki kompetensi untuk menempati posisi menteri yang baru.

"Reshuffle bukan untuk akomodasi politik tapi harus atas dasar the right person. Kenapa? Karena kalau cuma ganti orang itu tidak akan produktif," tukas Ikrar.

Dia juga menekankan reshuffle kabinet jika dilakukan tidak hanya mementingkan pertimbangan politik semata. Presiden juga harus mempertimbangkan kinerja kementerian meskipun dari partai kekuasaan. "Dari PDI-P juga mungkin. Menteri UMKM itu nyaris tidak terdengar kerjanya," imbuhnya.

Hal senada disampaikan Ketua DPR Ade Komarudin. Dia berharap jikapun ada reshuffle, maka jadi yang terakhir di era Presiden Jokowi. "Presiden yang punya hak prerogatif, kebutuhan untuk reshuffle segera atau tidak hanya beliau yang tahu. Cuma, saya punya pandangan bahwa kalau ini mau reshuffle, ini yang terakhir, supaya teman-teman yang diangkat jadi menteri nanti betul-betul kerja fokus selama periodenya," ujar Ade.

Ade juga memberi masukan agar Presiden Jokowi hati-hati mengganti tim ekonominya. Saat ini, menurut Akom, ada tantangan kondisi ekonomi global, sehingga tim ekonomi Indonesia harus kuat. "Karena perekonomian dunia sangat berpengaruh terhadap Indonesia. Misalnya persoalan tax amnesty. Sekarang ada isu Singapore yang akan berikan bebas pajak, tapi ada syaratnya, bebas pajak tidak boleh menarik dananya," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: