JAKARTA, GRESNEWS.COM – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tampaknya akan menjadi "musuh" bersama calon gubernur yang akan maju dalam pertarungan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017. Indikasi ini terlihat ketika pada hari Jumat (12/2) sore, DPD Partai Gerindra DKI Jakarta mengumpulkan sejumlah bakal calon Gubernur yang akan maju dalam kontestasi Pilkada serentak tahap II pada Februari 2017 di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat.

Pertemuan yang dibungkus dengan tema silaturahmi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta 2017 yang diinisiasi oleh DPD Partai Gerindra DKI Jakarta itu dihadiri oleh mantan Menpora RI Adhyaksa Dhault, Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abraham Lunggana alias H.Lulung, dan Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Mayjen.TNI (Purn) Nachrowi Ramli. Selain itu ada juga anggota DPR RI Biem T. Benyamin, pengusaha Isnaeni, pakar tata kota Marco Kusumawijaya, Ketua DPD Partai Gerindra M.Taufik, dan musisi band Dewa 19 Ahmad Dhani Prasetyo.

Adapun sejumlah tokoh yang sebelumnya juga dijadwalkan hadir dalam acara silaturahmi itu Walikota Bandung Ridwan Kamil, mantan Ketua DPD PDI Perjuangan Boy Sadikin, pakar ekonomi Ichsanuddin Noersy, pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, serta pengusaha muda Sandiaga Uno tidak tampak hadir dalam pertemuan konsolidasi tersebut.

Ketua DPW Partai PPP Abraham Lunggana atau yang akrab disapa H.Lulung itu mengatakan, pertemuan sejumlah tokoh bakal calon Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini dilakukan dalam rangka menyamakan pandangan bakal calon Gubernur untuk menghadapi Pilgub DKI Jakarta Februari 2017 nanti. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang kerap berseteru dengan Ahok itu pun mengisyaratkan bahwa berkumpulnya sejumlah tokoh yang akan maju menjadi calon Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 kali ini untuk menandingi calon Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Kita bertemu menyamakan pandangan saja, kan mereka semua rivalnya Ahok, jadi wajar saja," kata H. Lulung usai menghadiri pertemuan Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Jumat (12/2).

Pada kesempatan yang sama, Ketua DPD Partai Gerindra M.Taufik mengaku pihaknya sengaja mengundang para tokoh yang hendak maju menjadi orang nomor satu di Ibu Kota DKI Jakarta dalam rangka menghadapi Pilgub nanti. Ketika disinggung apakah pertemuan yang digagas oleh Partainya itu memiliki tujuan untuk melawan calon petahana Ahok, Taufik pun membantahnya.

Menurutnya, pertemuan sejumlah tokoh jelang Pilkada Serentak Tahap II itu dilakukan dalam rangka membangun tali silaturahmi bagi para calon kandidat, dan bukan bermaksud ingin melawan Ahok dalam Pilgub mendatang. "Nggak ada itu (perlawanan-red). Kami hanya ingin melakukan silaturahmi dan komunikasi bersama-sama saja. Gampang itu lawan Ahok, nggak usah dilawan juga nanti akan jatuh sendiri dia," ujarnya.

Diketahui sebelumnya, dua tahun terakhir hubungan Ahok dengan Partai Gerindra, khususnya DPD Partai Gerindra terlihat kurang harmonis. Terlebih lagi ketika Ahok menyatakan diri keluar dari partai Gerindra sebagai partai pendukungnya ketika Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu.

Taufik pun sempat naik pitam kepada Ahok, dan sempat bersitegang dengan mantan Bupati Bangka Belitung yang dijagokannya untuk maju mendampingi Joko Widodo ketika Pilgub DKI Jakarta lima tahun silam. Sikap Ahok yang menyatakan mundur dari Partai Gerindra setelah berhasil dihantarkan menjadi Wakil Gubernur hingga Gubernur DKI Jakarta itu menurut Taufik bagaikan kacang yang lupa akan kulitnya. Wajar saja Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta itu kini memastikan posisi akan berseberangan dengan Ahok yang dipastikan akan kembali maju mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta periode 2017-2022 akan datang.

AHOK "MUSUH" BERSAMA – Menanggapi konsolidasi sejumlah bakal calon Gubernur yang akan bertarung dengan Ahok itu, peneliti Indonesia Monitor (IM) Syifak M. Yus menilai, upaya yang dilakukan oleh DPD Partai Gerindra untuk mengkonsolidasikan sejumlah bakal calon Gubernur DKI Jakarta untuk menghadapi Ahok itu merupakan fenomena politik yang mengarah pada common enemy atau menjadikan Ahok sebagai musuh bersama bakal calon Gubernur dan partai politik pengusungnya.

"Menurut saya konsolidasi itu memang mengarah pada menjadikan Ahok sebagai musuh bersama," kata Syifak M. Yus kepada gresnews.com melalui sambungan seluler, Sabtu (13/2).    

Akan tetapi, lanjutnya, konsolidasi yang dipelopori oleh Partai Gerindra sebagai prakondisi pertarungan Pilkada DKI itu masih terbilang sangat wajar. Karena, DKI Jakarta sebagai provinsi yang berada di pusat pemerintahan memang dijadikan miniatur politik Indonesia, sehingga pertarungan politik di Jakarta akan cenderung lebih panas dibandingkan Pilkada di daerah lain.

Menurutnya, figur Ahok memang memiliki daya tarik bagi masyarakat DKI Jakarta, sehingga tak ayal tingkat popularitas dan elektabilitas Ahok menjulang tinggi dalam setengah periode kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia pun menilai, model dan gaya kepemimpinan Ahok yang mampu mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya itu akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi lawan-lawan politiknya.  

"Artinya, konsolidasi yang dilakukan oleh Partai Gerindra dan kawan-kawannya itu memang dalam rangka upaya menghadang Ahok agar tidak menang dalam Pilgub nanti. Jadi kira-kira konsolidasi itu arahnya asal bukan Ahok lah Gubernur Jakarta," ucapnya memaparkan.

Hanya saja, Syifak menambahkan, konsolidasi yang diinisiasi oleh Partai Gerindra, itu tidak boleh melupakan satu hal. Meskipun Ahok digadang-gadang akan maju mencalonkan diri melalui jalur independen, masih ada kekuatan partai politik yang akan mendukungnya. Sejauh ini partai politik yang secara tegas akan mendukung Ahok dalam bursa pertarungan DKI Jakarta 1 adalah Partai NasDem.

Menurutnya, masih ada kekuatan Partai Hanura dan PDI Perjuangan yang diperkirakan akan memback up Ahok untuk bertarung melawan kekuatan asal bukan Ahok yang dibangun oleh Partai Gerindra itu. "PDI Perjuangan kan juga sudah memberikan sinyal akan tetap menduetkan Djarot yang sekarang menjabat sebagai Wagub DKI Jakarta untuk tetap berduet bersama Ahok kan. Memang tidak ada cara lain bagi Ahok selain mencari calon pendamping Wakil Gubernur yang didukung oleh kekuatan partai politik agar bisa menghadapi gerakan asal bukan Ahok itu," tegasnya.

JALUR INDEPENDEN – Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berulang kali menyatakan masih akan tetap berencana kembali maju dalam pertarungan Pilgub DKI Jakarta 2017 mendatang melalui jalur independen. Berdasarkan website temanahok.com hingga hari ini proses pengumpulan KTP yang dilakukan relawan Teman Ahok itu sudah berhasil mengumpulkan sekitar 689 ribu KTP untuk mendukung Ahok dalam pencalonan Pilgub melalui jalur independen nanti.

Selain karena dukungan relawan teman ahok, mantan Bupati Belitung Timur itu tampaknya sangat peka dengan popularitas dan elektabilitasnya yang terus meroket karena dua tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo. Jika mengacu pada data Centre for Strategic and International Studies (CSIS), akhir Januari lalu, Ahok memang masih berada di urutan teratas soal popularitas dan elektabilitas.

Hasil itu diperoleh CSIS setelah melakukan survei prapilkada DKI Jakarta yang dilakukan pada tanggal 5–10 Januari 2016 dengan melibatkan 400 responden dari lima wlayah di DKI Jakarta, kecuali Kepulauan Seribu. Menurut CSIS, Ahok memiliki tingkat popularitas tertinggi dengan afirmasi dari 94 persen responden. Angka itu lebih tinggi dibandingkan popularitas sejumlah tokoh lainnya seperti, Tantowi Yahya yang memperoleh 81 persen, Ridwan Kamil 71,25 persen, Abraham Lunggana alias H.Lulung 69,25 persen, Hidayat Nur Wahid 64,5 persen, dan Tri Rismaharini 63,75 persen.

Tidak hanya itu, mantan Bupati Belitung Timur itu juga diyakini memiliki tingkat elektabilitas tertinggi untuk maju menjadi calon Gubernur DKI Jakarta 2017 nanti dengan 45 persen responden. Duduk diperingkat kedua tokoh yang memiliki tingkat elektabilitas tertinggi untuk maju menjadi Cagub DKI Jakarta adalah Ridwan Kamil dengan tingkat elektabilitas 15,75 persen, kemudian ketiga, Tri Rismaharini dengan 7,75 persen.

Tingkat popularitas dan elektabilitas itu lah yang ditenggarai sebagai salah satu penyebab Ahok masih percaya diri (PD) untuk tetap memilih maju melalui jalur independent ketimbang partai politik. "Saya tidak mau masuk partai politik. Kita pasti tetap ikut Teman Ahok dan biarkan partai lain yang memberikan dukungan. Kalau saya kan memang cuma professional yang berpolitik saja. Jadi nanti posisinya kaya di perusahaan, partai politik itu komisaris perusahaan, Gubernur adalah CEO nya," kata Ahok di Balai Kota, Jumat (12/2).

Sebelumnya, dalam kesempatan lain, DPD Partai NasDem DKI Jakarta mendeklarasikan dukungan politiknya kepada Ahok untuk kembali maju dalam pertarungan pemilihan calon Gubernur DKI Jakarta Februari 2017 nanti. Kordinator Wilayah (Korwil) DKI Jakarta Partai NasDem Victor Laisakodat mengatakan, partainya tidak akan mempersoalkan langkah pribadi Ahok dalam menentukan pilihan politiknya nanti, apakah Ahok akan maju melalui jalur independen atau partai politik.

Menurutnya, partai besutan Surya Paloh itu akan menyerahkan sepenuhnya kepada Ahok untuk menentukan pilihan jalur mana yang akan diambil untuk mendaftarkan diri menjadi calon Gubernur DKI Jakarta periode 2017- 2022 nanti.

"Tidak masalah buat kita, entah nanti Ahok akan maju melalui jalur independen atau melalui partai politik sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada, itu kita serahkan kepada Pak Ahok sepenuhnya. Pada prinsipnya Partai NasDem akan tetap menjadi partai yang pertama menyatakan dukungannya kepada Ahok untuk kembali maju jadi Gubernur DKI Jakarta," kata Ketua Fraksi Partai NasDem di DPR RI itu menegaskan.

BACA JUGA: