JAKARTA, GRESNEWS.COM – Isu deparpolisasi atau meniadakan peran partai politik dalam proses pesta demokrasi pemilihan kepala daerah belakangan ini mencuat ke tengah-tengah masyarakat. Isu itu muncul pasca Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mendeklarasikan dirinya untuk maju dalam bursa pertarungan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta 2017 melalui jalur independen beberapa waktu lalu.

Pernyataan Ahok akan maju melalui calon independen itu dilontarkan mantan Bupati Belitung Timur itu setelah ia tidak mendapatkan jawaban dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan saat diminta untuk mendukungnya. Sebelumnya Ahok sempat meminta agar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri segera mengeluarkan keputusan terkait dengan pencalonan diri Ahok yang digadang bakal menggandeng Djarot Syaiful Hidayat.

Ketika merasa "dicueki" PDIP, Ahok juga sempat melontarkan pernyataan sinis tentang adanya permintaan sejumlah mahar yang dilakukan oleh partai politik pada dirinya jika hendak mendapatkan dukungan dari parpol. Inilah yang menyebabkan Ahok memilih jalur independen dan kemudian orang menerjemahkannya langkah Ahok tak menggunakan kendaraan parpol itu sebagai deparpolisasi.

Menanggapi isu deparpolisasi itu, pengamat politik dari Populi Center Tommy Legowo mengatakan, terlalu dini jika ada partai politik atau pengamat politik yang menilai manuver politik Ahok itu sebagai langkah deparpolisasi. Menurutnya, isu deparpolisasi yang dilontarkan berbagai kelompok itu merupakan kekhawatiran yang berlebihan dalam menyikapi langkah politik Ahok untuk maju melalui jalur independen.

"Deparpolisasi ungkapan terlalu dini merespons pencalonan Ahok melalui jalur independen. Deparpolisasi yang menjadi pembicaraan pekan ini hanya bentuk kepanikan teman dari partai politik, ya kaget saja dengan move politik Ahok," kata Tommy Legowo dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/3) kemarin.

Ia menambahkan, deparpolisasi merupakan sebuah upaya atau proses sengaja atau tidak sengaja untuk menihilkan peran partai politik. Sehingga dalam kultur politik di Indonesia yang notabene digawangi oleh partai politik menilai keberadaan partai politik adalah salah satu pilar demokrasi di Indonesia.

Sementara polularitas Ahok yang hendak melangkah menjadi salah satu kandidat calon gubernur independen di DKI Jakarta dengan dukungan Teman Ahok itu disinyalir dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap peran partai politik dalam system ketatanegaraan di Indonesia.

Fenomena munculnya isu deparpolisasi dengan pencalonan Ahok melalui jalur independen ini, kata Tommy, menyiratkan bahwa adanya calon independen seolah-olah menjadi saingan calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik. "Sebenarnya dalam realitas Ahok maju melalui jalur independen, terlalu dini dikatakan deparpolisasi. Baik jalur independen dan jalur parpol atau gabungan parpol sama-sama dilindungi undang-undang sebagai bentuk kesamarataan setiap warga negara berpartisipasi dalam kehidupan politik," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya politisasi PDI Perjuangan M. Yamin sempat menyatakan, pilihan Ahok untuk maju dengan cara independen karena belum mendapatkan jawaban dari partai berlambang banteng moncong putih itu mengarah pada deparpolisasi. Pasalnya, Ahok sempat mengultimatum partainya dengan meminta kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk segera mengeluarkan keputusan terkait dengan pencalonan dirinya dalam bursa pertarungan Pilkada mendatang.

"Ini berbahaya, ini harus kita waspadai. Ini bisa mengarah pada deparpolisasi yang bisa melemahkan partai politik dan mengarah pada kehancuran NKRI," kata M.Yamin dalam sebuah diskusi di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (11/3) lalu.

PARPOL BANTAH UMBAR ISU DEPARPOLISASI – Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PDI Perjuangan Erico Sotarduga membantah adanya kekhawatiran partai politik terhadap langkah independen Ahok yang disebut sebagai penyebab terlontarnya isu deparpolisasi. Menurut Erico, Ahok memiliki hubungan baik dengan PDI Perjuangan, khususnya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Ia pun mengaku telah menghargai langkah politik Ahok dan relawan Teman Ahok yang mendeklarasikan akan maju dalam Pilkada 2017 nanti melalui jalur independen. Erico menegaskan, langkah politik Ahok tidak dapat dimaknai sebagai upaya deparpolisasi sebagaimana yang dikhawatirkan oleh partai politik belakangan ini. "Kami tidak sependapat jika dikatakan ada upaya deparpolisasi," tegasnya.

Menurut Erico, langkah politik seseorang untuk maju melalui jalur independen telah diatur memiliki payung hukum. Hanya saja, lanjutnya, memang diperlukan pemaparan secara detail dalam Undang-Undang Pilkada yang akan direvisi oleh pemerintah dan DPR RI untuk memperjelas upaya atau langkah menuju pencalonan melalui jalur independen.

Hal yang sama juga dilontarkan oleh politisi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsudin. Menurut Didi, penilaian sejumlah pihak yang menyatakan langkah Ahok yang hendak maju melalui jalur independen itu merupakan upaya deparpolisasi merupakan penilaian yang prematur. Ia menambahkan, seharusnya yang dilakukan oleh partai politik saat ini dalam menyikapi kian maraknya pencalonan independen dalam bursa pertarungan politik di berbagai daerah, harus menjadi ajang introspeksi diri bagi partai politik.

"Parpol-parpol jangan pada panik dulu. Melempar isu (deparpolisasi) itu kemungkinan bisa bagus, tapi ini juga bisa menjadi tidak bagus dan bisa menjadi boomerang buat parpol sendiri. Marilah parpol-parpol ini turun ke masyarakat itu lebih baik ketimbang melempar isu-isu yang akhirnya dapat menimbulkan kepanikan seperti ini," katanya.

KONSTITUSIONAL – Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiarti mengatakan, upaya seseorang untuk maju atau mencalonkan diri sebagai salah satu kandidat pada Pilkada 2017 nanti baik melalui jalur perorangan (independen) maupun partai politik sama-sama konstitusional. Dengan demikian langkah calon gubernur petahana DKI Jakarta yang hendak maju dalam bursa pertarungan politik 2017 mendatang tidak bisa dimaknai sebagai upaya deparpolisasi.

"Karena jalur independen atau jalur parpol itu sama-sama dilindungi undang-undang. Kedua jalur baik independen maupun jalur partai politik, atau gabungan partai politik sama-sama konstitusional," kata Ida Budhiarti.

Ia menjelaskan, diperbolehkannya calon independen untuk maju dalam bursa pertarungan politik di Indonesia memiliki sejarah panjang. Mula-mulaUU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pilkada telah membatasi calon kepala daerah dalam pilkada dengan syarat calon harus berasal dari partai politik atau gabungan partai politik. Dalam prosesnya, perkembangan demokrasi telah membawa pada diperbolehkannya pencalonan independen.

Terlebih lagi ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan judicial review yang diajukan oleh salah satu anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah, NTB yang bernama Lalu Ranggalawe. Dalam putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 tertanggal 23 Juli 2007 itu, salah satu pertimbangan hukum MK mengabulkan gugatan Lalu Ranggalawe adalah pentingnya mewujudkan kesetaraan atas hak-hak politik bagi seluruh warga Negara Indonesia.

Putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu pun menjadi cikal bakal terjadinya perubahan atau revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 menjadi UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pilkada. Dalam UU Nomor 12 Tahun 2008 itu lah pemerintah dan DPR RI telah mengakomodir diperbolehkannya seseorang atau pasangan calon perorangan untuk maju sebagai calon kandidat pemilihan kepala daerah dengan syarat mendapatkan dukungan dari masyarakat. "Jadi sekali lagi, secara konstruksi hukum jalur perorangan itu sah," tegasnya.

Kendati demikian, ia mengaku dalam UU Pilkada Tahun 2008 masih membutuhkan banyak pematangan, baik tentang pemberian sanksi pidana, ketentuan calon tunggal, dan begitu juga dalam konteks pencalonan independen. Ia mencontohkan, bagaimana dalam UU Pilkada tersebut baru hanya mengatur tentang pemberian sanksi terhadap partai politik pendukung pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah. "Lalu bagaimana sanksi terhadap pasangan calon independen, misalnya?" ungkapnya.

Tidak hanya itu, ia pun mengatakan, perlu ada perubahan dalam UU Pilkada terkait dengan putusan MK yang mengatur batas dukungan bagi calon independen yang awalnya harus mendapatkan dukungan dari total jumlah penduduk, kini menjadi dukungan dari total daftar pemilih tetap (DPT). "Usulan-usulan ini nanti akan dimasukan dalam pembahasan revisi UU Pilkada bulan April mendatang. Yang jelas revisi UU Pilkada akan mengakomodasi putusan MK terkait persentase dukungan pemilih yang tidak lagi berdasarkan jumlah penduduk, tetapi berdasarkan daftar pemilih tetap," paparnya.

BACA JUGA: