JAKARTA, GRESNEWS.COM - Capaian realisasi pendidikan karakter di Indonesia dirasa masih minim. Hasil pantauan Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter 2014, masih banyak hambatan dalam merealisasikaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah.

Batu sandungan itu diantaranya masih rendahnya kompetensi tenaga pendidik yang mengajarkan karakter, masih sedikit sekolah yang memiliki rencana aksi pendidikan karakter, muatan karakter pun belum sepenuhnya terjawantahkan dalam aktifitas pembelajaran.

"Buku bacaan guru yang bermuatan karakter sangat terbatas, banyak pula sekolah yang belum memilikinya, ketersediaan perpustakaan untuk siswa yang bermuatan karakter juga minim, bahkan banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan pendidikan karakter," ucap Susanto, Ketua Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter kepada Gresnews.com, Sabtu, (18/10).

Kondisi ini akan dan sudah terlihat berakibat pada minimnya capaian pendidikan karakter di sekolah. Kejadian seperti maraknya tawuran pelajar, bullying di sekolah, keterikatan narkoba, kejahatan seksual di sekolah, siswa sebagai perokok aktif menjadi indikkasi dan mengkonfirmasi betapa  pendidikan karakter di Indonesia sejak tahun 2010 belum memiliki dampak optimal bagi generasi penerus bangsa.

Ia melanjutkan, Indonesia membutuhkan langkah dan strategi besar untuk melakukan transformasi habis-habisan di institusi sekolah sebagai tangga  menuju bangsa yang berkarakter. Jika pola manajemen masih menggunakan "menu" lama, sementara kesiapan SDM masih lemah, Susanto tidak yakin spirit membangun generasi berkarakter akan tercapai dengan baik.  Oleh karena itu, pemerintah ke depan memiliki pekerjaan rumah cukup berat, dalam hal pendidikan.

Penanggulangan yang berat ini dimulai dari hal minimal yakni Menteri Pendidikan di era Jokowi-JK harus memiliki tiga prasyarat, pertama, memiliki konsep dan langkah besar dalam mengembangankan pendidikan karakter sebagai pengejawantahan dari revolusi mental. Kedua, memiliki kompetensi kepemimpinan yang berwawasan karakter. Dan ketiga, bebas dari intervensi kepentingan jangka pendek.

Sebelumnya Wakil Menteri Pendidikan, Musliar Kasim, menyebutkan Kurikulum 2013 yang sudah diterapkan di beberapa wilayah Indonesia sudah sesuai dengan keinginan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Kurikulum ini diklaim sama dengan keinginan yang disebut Jokowi sebagai revolusi mental. Pasalnya, di SD materi tidak banyak ilmu tapi pembelajaran dengan karakater, bagaimana anak percaya diri, bekerjasama dan komunikasi. Dalam implementasinya pun pemerintah sudah melatih guru-guru dan perubahan secara komprehensif buku yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran.

Anggota Seknas Jokowi Pokja Pendidikan, Hilmar Farid pun membenarkan Jokowi-JK tidak akan mengubah kurikulum 2013. Namun akan ada evaluasi cepat dan menyeluruh terhadap kurikulum ini. Kalau diubah total menyulitkan tentunya, namun ia mengatakan akan ada revisi yang mengarah pada penyempurnaan dengan melihat kekurangan-kekurangan yang sangat mendasar.

Evaluasi yang dimaksud misalnya terkait organisasi penyiapan logistik dan infrastruktur sebelum menerapkan di tingkat nasional. Perlu ada penyiapan guru, kepala sekolah, dan pengawas. "Dugaan saya dari diskusi-diskusi yang muncul arahnya penangguhan pemberlakuan. Karena terasa seperti kebijakan yang terburu-buru dikerjakan, tapi kembali ke persoalan mendasar, yaitu evaluasi. Lebih baik mundur selangkah untuk maju dua langkah daripada terburu-buru tapi mandek," urainya.

BACA JUGA: