JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bebasnya Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dari jeratan status tersangka dalam kasus korupsi E KTP, segera memakan korban. Pasca bebas, "Papa" Novanto segera melakukan aksi bersih-bersih partai dengan menendang kader yang dinilai tak loyal. Salah satu korbannya adalah Korbid Polhukam Golkar Yorrys Raweyai.

Yorrys dicopot dari jabatannya tersebut, oleh Setya Novanti dan digantikan oleh Letjen (Purn) Eko Wiratmoko. Diduga pencopotan ini dilakukan lantaran Yorrys kerap meminta Novanto untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua umum karena kasusnya dinilai membuat citra Partai Gokar terpuruk dan elektabilitasnya menukik.

Pencopotan Yorrys ini sendiri dibenarkan Ketua DPD Golkar Papua Aziz Samual. Aziz mengatakan, surat tersebut sudah diteken pada Senin (2/10) kemarin. Aziz menambahkan surat tersebut diteken Ketum Golkar Setya Novanto dan Sekjen Golkar Idrus Marham. "Saya memang ada SK-nya. Kalau tak ada, mana mungkin saya berbicara. Ini ada SK-nya. (Surat diteken) Ketum dan Sekjen," kata Aziz, Selasa (3/10).

Sementara itu, Yorrys mengaku belum mendapat kabar tersebut. Ia enggan berasumsi macam-macam terkait kabar pencopotannya. "Saya belum tahu. Belum tahu, ngapain kita berasumsi macam-macam, biarin. Tapi ini kan partai punya mekanisme, ini bukan perusahaan, nggak main suka-suka. Kan ada aturan," kata Yorrys.

Sebelumnya, Yorrys juga sudah dipolisikan oleh Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) ke Bareskrim Polri. AMPG menilai Yorrys menghina soal kesehatan Novanto.

Terkait penggantinya, Eko Wiratmoko merupakan purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat (AD). Ia memiliki pengalaman lama di kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Pria kelahiran Jakarta, 18 Oktober 1958 itu merupakan lulusan Akmil pada 1982. Kariernya di bidang militer melalui berbagai tahapan. Tercatat Eko pernah menduduki sejumlah jabatan penting.

Dia pernah menjadi Komandan Pusat Intelijen Angkatan Darat (Danpusintelad). Kemudian Eko menjabat sebagai Aisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat (Aspam Kasad), Panglima Kodam XVI/Pattimura (Pangdam XVI/Pattimura) dan Panglima Kodam V/Brawijaya (Pangdam V/Brawijaya).

Pada 2015, pangkat Eko dinaikan satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula. Laporan kenaikan tingkat diterima oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor: 60/TNI/ 2015 tanggal 24 Juli 2015 dan Surat Perintah Panglima TNI Nomor Sprin/2151/VIII/2015.

Karier Eko di militer terus meningkat hingga akhirnya diangkat sebagai Sesmenko Polhukam. Kemudian pada 2016 lalu, Eko purna tugas. Hal itu berdasarkan Keputusan Panglima TNI No. Kep/751/IX/2015 tanggal 16 September 2016.

Soal politik, pada 2014 lalu Eko pernah mengatakan agar para purnawirawan TNI dapat berpolitik secara santun. "Silakan membela kubu masing-masing calon presiden-wakil presiden. Namun jangan sampai saling menjatuhkan dan menjelekkan. Berpolitiklah secara santun, penuh etika, dan elegan," kata Eko.

TIMBULKAN GEJOLAK BARU - Wakil Sekjen Golkar Dave Akbarshah menilai pemecatan Yorrys Raweyai bisa menimbulkan gejolak baru di lingkup internal partai. Yorrys dipecat lantaran vokal bicara elektabilitas Golkar. "Ya gejolak-gejolak barulah," ujar Dave di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10).

Dave mengatakan surat pemecatan Yorrys memang diteken Setya Novanto sebagai ketua umum. Menurut Dave, saat meneken surat, kondisi Novanto sudah membaik. "Dalam kondisi sudah membaik. Kita harapkan dalam waktu dekat sudah bisa aktif lagi di Golkar," ujarnya.

Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia juga mengkritik keras pemecatan Yorrys Raweyai dari jabatan Korbid Polhukam. Doli mengatakan partai berlambang beringin ini sakit seperti Ketua Umum Setya Novanto.

"Terlihat nyata partai ini sama sekali tidak sehat, sakit parah, persis seperti Setya Novanto!" kata Doli kepada wartawan, Selasa (3/10).

Doli mempertanyakan surat pemecatan yang diteken Novanto. Dia meragukan kesehatan Novanto karena meneken surat itu. "Apa Setya Novanto sudah sembuh dari sakit parahnya sehingga bisa berhentikan orang? Kapan itu surat pemberhentian ditandatangani?" tanya Doli heran.

Doli juga mengkritik rapat pleno penonaktifan Novanto yang tidak jelas kapan dimulai. Menurutnya, situasi di Golkar saat ini aneh. "Rapat pleno tidak jadi digelar, tapi tiba-tiba ada pemberhentian pengurus. Itu pemberhentian dilakukan di mana? Di warung kopi?" kritik dia.

Doli juga menyerang pengganti Yorrys, yakni Letjen Eko Wiratmoko. Doli mengaku heran soal keanggotaan Eko di Golkar. "Saya cuma mau tanya saja, itu jenderal kapan masuk Golkar, kenapa tiba-tiba bisa langsung menduduki posisi puncak di partai ini? Mekanisme apa lagi yang dipergunakan sehingga bisa sesuka hati memasukkan orang yang tidak pernah dikenal sebagai kader Golkar," cetus Doli.

Menurut Doli, jika seorang kader dipecat partai, harus ada mekanisme yang dilalui dan melalui rapat resmi, bukan seenaknya melalui opini media massa. Jika hal itu dilakukan tanpa mekanisme, Doli menyebut Partai Golkar tak berbeda dengan warung kopi.

"Kalaupun pemberhentian itu benar, saya dapat mengatakan sembilan jenis sakit parah yang diderita pribadi Setya Novanto sudah tertular kepada kepemimpinan DPP sekarang ini. DPP Golkar sedang terserang penyakit ´autis stadium tinggi´," ujar Doli.

Dengan memecat Yorrys, Doli mengatakan, pengurus DPP Golkar merasa hebat dengan menyakiti hati para kadernya. Doli mengatakan pemecatan Yorrys tak menunjukkan kehebatan pengurus DPP Golkar. "Padahal semua orang di luar dirinya menganggap dan menilai apa yang dibuatnya aneh, kasihan, sakit, ada kelainan, dan menakutkan," ucap Doli.

Doli juga mengkritik para elite yang menyebut survei penurunan elektabilitas Golkar karena kasus Novanto merupakan pesanan. "Lembaga survei dibilang pesanan, kader yang kritis dibilang punya kepentingan, lama-lama publik pun bisa disalahkan karena bilang Golkar sedang sakit," pungkas Doli.

Sementara itu menanggapi gejolak internal Partai Golkar, Mantan Ketum Golkar Jusuf Kalla menyebut tidak ada perpecahan di lingkup internal Golkar. Yang terjadi di Golkar, menurut JK, hanya perbedaan pendapat.

"Saya kira nggak (ada perpecahan), cuma berbeda pendapat, tapi tidak pecah. Anda juga kadang berbeda pendapat dengan istri tapi juga tidak bercerai kan," ujar JK di GBK, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/10). (dtc)

BACA JUGA: