JAKARTA, GRESNEWS.COM - Golkar sebagai partai yang berkonflik walaupun mampu mengadakan islah terbatas namun agaknya tetap akan mendapat dampak negatif dari perpecahannya selama ini. Publik yang sudah bosan dinilai akan menghukum secara politik partai berlambang beringin ini pada pilkada serentak 9 Desember 2015 nanti karena dianggap telah membuat situasi politik nasional menjadi kacau.

Hal tersebut disampaikan Anggota Komiisi II Adian Napitupulu. Dia menyatakan, publik sudah semakin pandai menilai golongan mana saja yang sering membuat ricuh pemerintahan. "Rakyat tahu bagaimana kronologi UU Pilkada hingga perpecahan Golkar," katanya dalam diskusi bertajuk "Menghitung Problematika Pilkada Serentak" di Gado-Gado Boplo, Menteng, Sabtu (30/5).

Adian kemudian menceritakan ulang bagaimana Golkar berperan menyetujui perubahan pemilihan kepala daerah dari langsung menjadi tak langsung. Lalu saat Presiden SBY mengeluarkan Perppu dalam prosesnya UU Pilkada disahkan dan direvisi kembali menjadi pemilihan langsung kepala daerah. Tetapi saat ini belum lagi dijalankan, UU Pilkada direncanakan revisi lagi guna mengakomodir kisruh partai Golkar dan PPP.

"Jangan sampai publik berpikir Golkar selalu menciptakan masalah sebab akan ada konsekuensi politik yang ditanggung," katanya.

Rakyat dianggap sudah letih akan berbagai konflik yang nyatanya memang diciptakan sendiri dan seperti tidak ingin diselesaikan. DPR sebagai lembaga tinggi negara pun seharusnya tak bisa diputar sedemikian rupa hanya untuk kepentingan Golkar. "Ubah UU Pilkada untuk kepentingan yang lebih besar, ubah setelah dijalankan," ujarnya.

Adian pun memprediksi guna meloloskan revisi UU Pilkada membutuhkan jalan yang berliku, hal ini lantaran DPR sudah mulai reses pada tanggal 7 Juli 2015 nanti. Otomatis panitia kerja (panja) minimal membutuhkan waktu 2 minggu untuk mendorong revisi ini ke Badan Legislasi (Baleg).

Hal tersebut dengan catatan harus ada intervensi yang kuat dan tak menimbulkan penolakan suara. "Tapi sayangnya saat ini opini yang muncul untuk menolak revisi," katanya.

Pilkada serentak, lanjutnya, tak boleh diintervensi oleh kepentingan internal semacam ini. "Kenapa mereka yang gagal negosiasi tapi UU yang harus diubah, ini pertanyaan ribuan orang lainnya," ujar Adian.

Nico Harjanto, Ketua Populi Center pun menyatakan konteks pilkada harus diletakkan pada penguatan kontestasi visi. " Jangan mengubah UU Pilkada yang belum dijalankan hanya untuk mereka yang bertikai," katanya dalam kesempatan yang sama.

Sebab, dalam UU Parpol jelas dikatakan penyelesaian partai berkonflik ada dalam mahkamah partai masing-masing. Sejauh ini, mahkamah partai pun telah mengeluarkan keputusannya, sehingga para partai bertikai dapat menggunakan kepengurusan tersebut sebagai dasar penyelesaian.

Menurutnya, jikapun Golkar dan PPP tak dapat ikut dalam pilkada serentak, pilkada tak akan kehilangan esensinya. "Esensi pilkada mencari pemimpin yang baik dan memberi kesempatan masyarakat memilih langsung, jika calon mereka baik maka tetap dilirik dari partai lain," katanya.

BACA JUGA: