JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menerapkan sepuluh peraturan KPU yang akan mulai ditetapkan pada April mendatang. Kesepuluh aturan itu penting untuk menjaga independensi KPU pada pilkada mendatang. Mereka pun tak akan menggunakan para petugas yang diketahui bermasalah.

KPU juga akan lebih terbuka terkait daftar pemilih tetap demi menghindari adanya pemilih fiktif dan praktik jual beli suara yang potensial menimbulkan kericuhan saat pilkada serentak nanti. KPU sendiri mengaku tak terkendala waktu mempersiapkan semua itu.

Dibandingkan pada pemilu pasca reformasi pada tahun 1999 dan 2005 lalu yang memakan waktu persiapan hanya enam bulan lamanya. Kali ini KPU mengklaim memiliki lebih banyak waktu sosialisasi sebelum Pilkada serentak pada Desember 2015 nanti.

"Persoalannya kita mau kualitas pemilu terus meningkat, kali ini memang cukup senggang waktunya," kata Ketua KPU Husni Kamil Malik dalam diskusi Pilkada Serentak di Gado-Gado Boplo, Menteng, Sabtu (28/3).

Dalam persiapannya, manajemen online terhadap data pemilih tetap akan dipakai. Sistem rekap suara yang dapat publikasikan pun ditambah dengan proses lanjutan yakni publikasi hasil rekap.

Di samping itu, sepuluh poin draf peraturan KPU yang terdiri dari tahapan, program dan jadwal pemilihan, pemutakhiran data dan daftar pemilih, pencalonan, kampanye, dana kampanye, tata kerja KPU pusat, KPU provinsi, kabupaten/kota, PPK, PPS dan KPPS, norma, dan standar prosedur serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan pilkada, akan dibuka ke publik.

Demikian pula dengan proses sosialisasi dan partisipasi masyarakat, pemungutan dan perhitungan suara, rekapitulasi perhitungan suara, dan penetapan pasangan terpilih. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengusulkan poin-poin apa saja yang perlu ditambah, dikurangi, atau dihapus. "Petugas-petugas bermasalah yang sudah diproses DKPP pun tak akan digunakan kembali. Bagi yang masih berstatus terduga, maka akan didalami lebih lanjut," kata Husni.

Meski persiapan mulai matang, namun masalah masih meenggelayuti KPU yaitu terkait penyusunan peraturan KPU yang kemungkinan belum bisa dilakukan secara maksimal. Kendala ini muncul terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada langsung yang menganulir UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pilkada melalui DPRD yang direvisi dan disahkan pada tanggal 18 Februari serta diundangkan 18 Maret lalu.

KPU harus membuat peraturan berdasarkan beleid yang baru itu. Itu artinya akan ada hal-hal baru yang kemungkinan harus diatur. "Kami harus bekerja untuk bentuk peraturan KPU yang sebagiannya menduga, sebab selama belum ditandatangani masih terdapat kemungkinan berubah," kata Husni.

Beberapa bagian draf yang dibuat misalnya mengatur adanya ketentuan penundaan pelantikan seorang calon terpilih yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun poin ini dianggap melampaui kewenangan KPU.

Sebab, KPU hanya berwenang hingga menetapkan calon terpilih, sedang pelantikan sudah menjadi domain pemerintah. "Akhirnya kami mengedepankan moral, jika sudah menang tapi tersangka maka haknya tetap dilantik namun proses hukum akan menyusul," katanya.

Sebelumnya, politikus Golkar Andi Haryanto Sinulingga meminta pilkada serentak ini difokuskan pada persiapan KPU. Sebab, pilkada serentak kali ini lebih berpotensi memicu kericuhan apabila strukturnya masih sama seperti pemilu lalu.

Jika masih ada suara diperdagangkan maka dapat dibayangkan sebanyak 270 lebih wilayah akan mengalami chaos dalam waktu bersamaan. "Hal ini amat berbahaya, bagaimana pengamanan polisi mungkin tak cukup meng-cover," katanya.

Ditambah, menyoal urusan keuangan KPU yang masih bergantung dengan pemerintah daerah. Ia berharap KPU bisa lebih mandiri, sebab ketergantungan ini berpotensi menjadi celah ketidak independenan KPU. "Jangan bergantung dari APBD karena pasti ada calon dari pemerintahan daerah yang maju kembali," kata Andi.

BACA JUGA: