JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beserta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sepakat menolak revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru disahkan DPR. Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, MD3 dinilai KPK dapat menghambat penindakan korupsi yang ditangani lembaga hukum seperti yang dilakukan pihaknya.

Selain itu Busyro menilai, UU MD3 telah menggerus kewenangan lembaga lain, termasuk menggerus kewenangan konstitusi. Oleh karna itu, pihaknya sepakat menolak UU MD3 yang disahkan dewan. "Kami sepakat untuk menolak. Kami akan tindaklanjuti bersama-sama untuk menyatakan penolakan secara resmi," kata Busyro usai bertemu ketua DPD Irman Gusman di Jakarta, Rabu (23/7) malam .

Mantan Ketua Komisi Yudisial ini juga mengaku telah berkoordinasi dengan Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) Irman Gusman dan sejumlah anggota DPD lainnya seperti John Pieris serta Wayan Sudirta. Dalam pembahasan, itu pihaknya sepakat dengan DPD untuk menolak UU MD3 karena undang-undang tersebut disusun tidak transparan dan tampak terburu-buru.

Alasan lain penyusunan UU MD3 kurang melibatkan stake holder atau pemegang kepentingan terkait. Lembaga antirasuah dan DPD juga menganggap undang-undang ini hanya mengakomodasi kepentingan anggota DPR.

"Ini suatu undang-undang yang substansinya holistik, sistemik dan membawa konsekuensi. Harusnya dilakukan dengan menjaga marwah DPR, dan disusun secara cermat naskah akademiknya, dengan melibatkan semua stake holder secara transparan," ujarnya.

Disisi lain dia menilai, UU MD3 telah mengorupsi kewenangan lembaga lain, terutama penegak hukum seperti KPK, kepolisian, dan Kejaksaan Agung. Undang-undang ini, kata dia, juga mengorupsi kewenangan DPD dan mengorupsi konstitusi.

Berdasarkan prosesnya, pembahasan RUU MD3 tidak melibatkan DPD secara maksimal. Pasalnya, DPD mengaku hanya dilibatkan selama dua jam dalam rapat pembahasan undang-undang tersebut.

"Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi 27 Maret 2013 memberikan wewenang bagi DPD untuk ikut mengusulkan undang-undang dalam pembahasan daftar inventaris masalah (DIM)," katanya.

Dalam MD3, ada potensi pelanggaran hak aparat penegak hukum terkait prosedur pemeriksaan anggota DPR yang diatur dalam UU MD3. Pasal 245 ayat 1 UU MD3 memuat ketentuan bahwa penyidik, baik dari kepolisian maupun kejaksaan, harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

Namun, dalam Pasal 245 ayat 3 UU MD3 disebutkan bahwa kepolisian, kejaksaan, dan KPK tak perlu izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPR jika (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.

Apabila dalam waktu 30 hari sejak permohonan diajukan tak juga keluar surat izin tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan, pemanggilan keterangan untuk penyidikan baru bisa dilakukan.

Pasal-pasal yang disebutkan itu kata dia, ada korupsi konstitusi, hak DPD dilanggar, hak aparat penegak hukum dilanggar. Sementara terkait pemeriksaan anggota DPR, dalam waktu 30 hari sudah cukup untuk menghilangkan alat bukti. "Hak masyarakat pun sebetulnya dibajak melalui pasal-pasal tersebut. Putusan MK tidak diakomodasi. Ini bentuk pelecehan terhadap MK," ujarnya.

Ketua DPD Irman Gusman meragukan kualitas UU MD3. Menurut dia kualitas MD3 sangat buruk, dan pantas ditolak serta diperbaiki. "DPD berencana mengajukan judicial review atau uji materi atas UU MD3," kata Irman.

Kesimpulan terkait judicial review, kata dia, bukan hanya terbatas DPD, melainkan juga menyeluruh karena satu aspirasi dengan KPK, BPK, dan lembaga hukum lainnya, agar bisa menghasilkan undang-undang yang baik. "DPR bekerja tidak menyimpang," ujarnya.

Selain itu, dia menganggap UU MD3 tidak pro-pemberantasan korupsi, karena menghapus kalimat yang melarang anggota DPR menerima gratifikasi. UU tersebut juga menghapus Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI dan memberikan kewenangan kepada DPR untuk membahas anggaran.

.

BACA JUGA: