JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2014, Joko Widodo mengawali pidato politik di Kapal Layar Mesin (KLM) Hati Buana Setia yang berlabuh di Dermaga IX Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Banyak orang menilai hal itu sebagai pertanda komitmennya membangun industri maritim, sesuai janjinya saat kampanye pemilihan presiden.

Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan bahwa gagasan tersebut akan menjadi tantangan berat Jokowi. Pasalnya untuk merealisasikannya tak mudah. Apalagi dalam visi-misinya Jokowi tidak merinci prioritas sektor yang akan menjadi tulang punggung Poros Maritim tersebut. Sebab jika semua soal kemaritiman akan dikembangkan, sulit untuk merealisasikannya dalam waktu lima tahun ke depan.

Menurut Siswanto, aspek kemaritiman sangat luas. Mulai dari soal perikanan hingga wisata bahari. Namun setidaknya ada dua sektor kemaritiman yang sejatinya menjadi fokus utama, yakni sektor pelayaran dan pelabuhan. Dua hal ini menjadi kata kunci untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia. Karena itu, Siswanto berharap Jokowi memperjelas roadmap untuk mencapai Poros Maritim dunia.

"Jadi harus jelas dulu mana yang akan dikembangkan," jelas Siswanto kepada gresnews.com, Rabu (23/7).

Dua hal tersebut penting menjadi prioritas untuk dikembangkan ke depan. Karena itu Jokowi perlu menjabarkan lebih detil. Sebab sektor pelayaran dan pelabuhan di Indonesia telah ada sejak dulu. Untuk menjadi Poros Maritim setidaknya pelayaran harus berskala internasional. Itu ditandai dengan banyaknnya kapal-kapal berbagai negara berlayar ke Indonesia.

Gagasan tol laut Jokowi juga dinilai baik. Kapal-kapal bertonase besar bakal menggantikan kapal-kapal bertonase kecil yang akan lalu-lalang dari Barat ke Timur atau sebaliknya. Namun gagasan tersebut tidak akan berjalan baik jika tidak didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Salah satunya dengan memberikan keringanan suku bunga kepada pengusaha. Sebab untuk membeli kapal-kapal besar harganya mahal.

Selain itu, gagasan tersebut juga bakal tidak terpakai jika pembangunan ekonomi di wilayah Timur belum maju. Harus ada keseimbangan pembangunan ekonomi antara Barat dan Timur. "Kenapa harga satu sak semen sangat mahal di Papua. Sala satu sebabnya karena ketika balik ke Barat, kapal tersebut kosong. Karena ekonomi di Timur harus dikembangkan," jelas Siswanto.

Sebelumnya, pengamat politik luar negeri Rizal Sukma mengatakan bahwa gagasan Poros Maritim menjadi kebutuhan Indonesia ke depan. Pertarungan sumber-sumber ekonomi di masa depan bukan lagi di daratan melainkan di lautan. Berbeda dengan abad ke - 20 yang terjadi adanya persaingan ideologi antara Amerika dan Uni Soviet, sedangkan abad ke 21 yang terjadi adalah pertarungan economic resources yang kini mulai dominan di kawasan Asia.

Rizal Sukma menilai gagasan Indonesia sebagai poros maritim dunia sangatlah realisis. Indonesia berada pada kawasan yang menguntungkan dalam perekonomian internasional. Indonesia diapit dua samudra besar, India dan Pasifik. "Pernyataan ini realistis karena 40 persen perdagangan internasional melalui perairan Indonesia" kata Rizal.

BACA JUGA: