JAKARTA, GRESNEWS.COM – Peminat calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)  tahap VI 2014 sepi-peminat. Indonesian Legal Rountable (ILR) menduga salah satu penyebabnya masih dianaktirikannya para hakim Ad Hoc oleh Mahkamah Agung (MA).
 
Peneliti ILR Erwin Natasomal Umar menjelaskan, antara hakim Ad Hoc dan hakim karir masih mendapat perlakukan berbeda dari MA, baik fasilitas maupun achievements. Ia mencontohkan, saat ini sejumlah Hakim Ad Hoc yang tergabung dalam  Tim 11 Hakim Ad Hoc meminta perubahan status mereka menjadi pejabat negara. Permintaan Hakim Ad Hoc ini dilakukan oleh para hakim adhoc dengan mengajukan uji materi Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Mereka meminta hakim MK untuk membatalkan Pasal 122 huruf e yang menyatakan hakim ad hoc bukan pejabat negara. Ketentuan itu lengkapnya berbunyi: "Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121, yaitu Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada MA serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan, kecuali hakim ad hoc,".
 
"Uji materi tersebut mempunyai korelasi yang erat dengan perbedaan perlakuakn yang mereka terima," kata Erwin kepada Gresnews.com, Selasa (21/10).
 
Menurutnya, minimnya jumlah pelamar Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor tersebut akan  berdampak pada rekruitmen yang sulit menghasilkan hakim berkualitas dan berintegritas tinggi. Padahal, kiprah Hakim Ad Hoc berkontribusi besar dalam Pengadilan Tipikor. "Karena itu sangat beralasan memperpanjang pendaftaran," ujarnya.
 
Ia berpendapat, seharusnya hakim Ad Hoc dan hakim karir mendapat perlakuan sama karena tugas, tanggung jawab, dan beban kerjanya adalah sama.

Seperti diketahui, Panitia Pusat Seleksi Penerimaan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Tahap VI Tahun 2014 terpaksa memperpanjang pendaftaran Hakim Ad Hoc Tipikor untuk tingkat pertama dan banding hingga  November 2014 lantaran minimnya peminat calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor.
 
Semula batas akhir pendaftaran ditetapkan pada 23 Oktober 2014 ketika pendaftaran diumumkan pada 25 September 2014. "Perpanjangan waktu pendaftaran ini salahsatunya dikarenakan  jumlah pelamar yang masih sangat minim," kata Ketua Panitia Seleksi yang juga Ketua Muda Kamar Pidana Artidjo Alkostar dalam suratnya bernomor 16/Pansel/Ad Hoc TPK/X/2014 tertanggal 17 Oktober 2014 seperti dikutif dari laman mahkamahagung.go.id, Selasa (21/10).

Menurut Artidjo, pendaftaran calon hakim Ad Hoc Tipikor dilaksanakan di seluruh kantor Pengadilan Tinggi Indonesia. Selain menjadi tempat menyerahkan surat lamaran, kantor Pengadilan Tinggi sekaligus menjadi tempat seleksi. "Diharapkan dengan banyaknya pelamar, MA akan dapat menjaring calon terbaik dari seluruh Indonesia," jelasnya.
 
Untuk menjadi hakim Ad Hoc Tipikor MA mempersyaratkan pendaftar berpendidikan Sarjana Hukum atau sarjana lain sudah berpengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dibidang hukum. Seperti Hukum Keuangan dan Perbankan; Hukum Administrasi; Hukum Pertanahan; Hukum Pasar Modal dan Hukum Pajak.
 
Kemudian, berumur sekurang-kurangnya 40 tahun, tidak pernah melakukan perbuatan tercela, tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak menjadi pengurus dan anggota partai politik hingga bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya selama menjadi hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi.
 
Seperti diketahui, saat ini uji materi UU ASN yang dimohonkan sejumlah hakim Ad Hoc tengah berproses di MK. Gazalba Saleh, salah satu pemohon mengatakan selama kepemimpinan Ketua MA Hatta Ali dan mantan ketua MA Haripin Tumpa, MA telah mengeluarkan dua surat terkait status hakim Ad Hoc. Kedua surat itu menerangkan hakim Ad Hoc adalah pejabat negara.
 
Selain itu, ia mengaku, semua hakim Ad Hoc sejatinya mendapatkan tunjangan perumahan, keamanan, transportasi, dan kesehatan. Namun sejauh ini, jelas Gajaba, hanya tunjangan perumahan yang diterimanya.
 
"Padahal lanjutnya, dalam beberapa undang-undang disebutkan hakim ad hoc sama posisinya dan sama fungsinya dengan hakim kariri, yakni mengadili, menyidangkan, memutus perkara-perkara dalam satu majelis hakim," tutur Gazaba dalam sidang lanjutan pengujian UU ASN di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (24/9) lalu.
 
 

BACA JUGA: